Tuesday, May 8, 2018

Are you coming, baby eyes?

Are you coming, baby eyes?

Aku menunggumu, memandangnya. (@nayahsgt)
Pada sebuah cerita fiktif jaman dahulu kala aku percaya. Dulu, Zeus menciptakan manusia dengan empat tangan dan empat kaki dan takut akan kekuatannya sehingga memisahkan manusia menjadi dua manusia dengan satu asal yang sama.

Itulah kenapa bentuk hati persis seperti satu benda yang terbagi menjadi dua.


Maka itulah latar belakang kenapa aku selalu menanti pada setiap pertemuan, meresapi tiap perjumpaan. Persis, menghirup setiap udara yang membelai halus sembari memikirkan perihal kemungkinan dari hal-hal yang bisa terjadi kedepan.

Aku mencarimu di sela-sela percakapan, di antara ribuan tanda tanya. 

?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Dulu sekali kita pernah berjanji untuk kembali bertemu di bumi. Untuk melakukan pertemuan sekali lagi dan bersua sambil membicarakan tentang kita. Lalu kita berpisah dan mengalungkan jari kelingking satu sama lain, bersumpah untuk kembali saling menemukan di kehidupan lain.

Kita bermain petak umpet dan waktu adalah juri yang terus berjalan mengitari kita. Tuhan lalu menurunkan puisi dan sajak, memberikan petunjuk perihal lokasi persembunyianmu. Aku mencarimu di antara bait-bait dengan saksama dan kau tetap tak tampak batang hidungnya.

Sayang, hitunganku semakin tipis dan puisiku sedikit lagi habis.

Waktu lalu meniup terompet untuk menarik perhatianku sebab aku tak ingin terganggu olehnya. Sial, Tuhan tidak menciptakan penutup telinga untukku.

Hingga pada suatu waktu terdengar sayup-sayup dari ketakutan Zeus yang tertiup ke muka bumi. Dibutuhkan dua orang untuk menaklukkan samudra dan langit, dibutuhkan dua orang untuk menguasai dunia. Dibutuhkan dua orang yang sedang kepayang oleh rasa dan serasa dunia milik mereka berdua.

Aku menantikanmu sambil membuat singgahsana bak dongeng sambil bertanya-tanya apakah kita sedang bermain petak umpet berdua atau aku sedang bermain dengan bayanganku. Aku membangun benteng besar sebagai pertahanan sementara asaku membentuk bayangmu yang mengambil gambar. Aku menyaksikan bulan dengan lamat-lamat dan bayangmu memperlambat waktu.

Kita sedang bertanggung jawab atas perjanjian yang kita buat sejak awal penciptaan.

Lalu pada entah tiupan keberapa dan saat puisi tersisa berapa, aku lelah menghitung. Pencarianku berhenti pada satu titik gelap, tak berbatas dan tanpa keterangan. Sebab rasanya kerinduanku telah meluap dan ragaku terkuras habis oleh pelarian.

Aku memutuskan untuk menunggu. Menunggu, menunggu dan menunggu. Kelak menunggu adalah kata ganti dari seluruh kegiatanku. Sebab kau tak kelak kutemukan dan pencarianku kuhentikan. Atau kalau aku sedang bosan dengan kata menunggu, aku menggantinya dengan kata menanti.

Menanti tanpa kejelasan, memandang dari kejauhan. (@fiersabesari)
Are you coming, baby eyes?

Aku menunggu tepat di sini, di tempat yang dulu kita berjanji untuk saling menemukan. Sayang, aku ingkar janji dengan berhenti melakukan pencarian.

Are you coming, baby eyes?

Tapi tunggu. Tunggu. Ada penjelasan yang aku harus berikan dan kau harus membuka daun telingamu lebar-lebar. Aku telah mencari dan mencari dan mencari dan mencari hingga rasanya mencari bagiku semudah bernafas dan tetap tak kutemukan kau di manapun.

Are you coming, baby eyes?

Kini mudah untuk mengalihaksarakan huruf-huruf bisu kerinduan menjadi puisi, sebab tak kutemukan kamu di antara bait-bait yang ada, aku harus terus membuat puisi-puisi baru, berharap menemukan kamu di dalamnya kali ini. Dan untuk setiap sajak-sajak baru yang tercipta, aku harus siap tercabik sekali lagi oleh kerundungan atau air mata, sebab kamu tak ada di sana, lagi dan lagi.

Are you coming, baby eyes?

Dan aku harus berdiri lagi dan lagi. Kita telah berjanji dan aku hanya lelah mencari, bukan mati. Aku menunggumu sesuai ayat-ayat yang telah kita buat sebelum berpisah hanya untuk kemudian saling menemukan. Bukankah kau bilang lepas dari penantian itu adalah anugerah?

Maka kedatanganmu adalah pelepasanku dari segala penantian.

Are you coming, baby eyes?

Are you coming, baby eyes, are you coming?

.
.
.
.

(big shoutout to Stars and Rabbit especially for their deep song lyrics that can be interpretated in many ways, one of them that also being inspiration for this post is Worth It. It's not impossible that another songs could be another inspiration for another post in another day. ~~)

No comments:

Post a Comment