Thursday, February 22, 2018

Enam Hari, Enam Kota: Transit.

Enam Hari, Enam Kota: Transit.
Oleh : Kanzia Rahman

Serial enam pos enam kota kutulis untuk berterimakasih pada dewan guru, dipo tour and travel, panorama bus, dan Angkatan 32 SMA Yaspen Tugu Ibu 1 Depok, khususnya pada Pak Arif, Pak Isnaeni, Mam Yurita, Bu Anas, Bu Rini, Kak Fadhil, Kak Mitha, jajaran pengemudi bus dan asistennya, serta teman-teman satu kelas Evension (XI IPS 1) yang tidak bisa kusebutkan satu-persatu.


Matahari pagi mengetuk mataku dari jendela.

Aku terbangun, menoleh kearah kondisi kamarku. Rei masih terlelap dengan kondisi mata sipit dan menghadap kearah TV, Ayi yang sedang mempersiapkan pakaian, dan Sendy yang sudah rapih dan mendesak kami bangun.


Mataku lalu berkeliling ke seluruh penjuru ruangan itu, pakaianku sudah rapih karena semalam kupersiapkan mereka terlipat di atas bangku di depan kamar mandi, aku segera menyambar handuk, lalu mendahului Ayi.

Setengah jam kemudian, kami sudah selesai dan menuruni tangga hotel untuk tujuan kunjungan kami selanjutnya.

Aku menyempatkan diri untuk menyebrang, membeli satu-dua snack untuk berkeliling Malang hari ini. Lalu sepuluh menit setelahnya, bus kami sudah berangkat.

Tujuan pertama kami adalah pusat oleh-oleh Kota Batu Malang, sementara yang jurusan IPA memiliki tempat tujuan yang berbeda.

Bus kami lalu parkir di tempat yang sudah disediakan, setelah empat bus berbaris rapih, kami perlahan memasuki pusat oleh-oleh tersebut. Di sini, guru menginstruksikan untuk kami yang mengambil Karya Tulis Ilmiah Ekonomi untuk mengobservasi. Kelompokku dan kelompok lainnya dari XI IPS 3 pun berkumpul sejenak untuk pembagian tugas bertanya.

Lalu kami memasuki toko dan disuruh segera berkumpul di lantai dua. Kamipun menaiki tangga menuju lantai dua, dimana kursi-kursi dan meja sudah disusun sedemikian rapih seperti seminar.

Dan acara pun dimulai, sang narasumber menyambut kami dan memulai membagikan ilmunya pada kami. Beliau bercerita tentang passion, tujuan hidup, dan sejenisnya. Pagi itu, kami benar-benar mendapat pencerahan di tengah-tengah studi lapangan kami.

Lalu setelah selesai, kami yang kelompok Karya Tulis Ilmiah Ekonomi mendapatkan tambahan waktu untuk bertanya soal materi yang kami butuhkan dalam menulis nantinya. Dengan senang hati, sang narasumber menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang kami berikan.

Sang narasumber di tengah-tengah kami. (Resty)
Proses pengumpulan materi tersebut memakan waktu setengah jam. Kamipun turun dan mendapati bahwa ternyata, rombongan kami termasuk rombongan terakhir yang keluar dari toko tersebut. Tapi, aku justru bersyukur karena ternyata beberapa guru masih membeli dagangan di toko sekitar, dan kami mendapat tambahan waktu lain untuk jajan.

Di luar toko tersebut, berjajar beberapa dagangan, seperti cimol, es dawet, dan es krim. Aku memilih untuk membeli Lekker.

Sebenarnya, Lekker juga dijual di Depok, persisnya di belakang sekolahku. Tapi, apa salahnya membeli makanan yang sama di tempat yang berbeda? Setiap tempat mempunyai rasa yang berbeda, orang yang memasak yang berbeda, bahan yang berbeda, kenapa harus menyamaratakan rasa makanan di semua tempat sama?

Sambil menunggu, aku sempat melirik ke calon isi dari lekker yang sedang dibuat, akupun bertanya berapa harga lekker satuannya, sang penjual menjawab lima ribu rupiah. Di Depok, harga satu lekkernya hanya seribu rupiah, seribu lima ratus dengan parutan keju, dua ribu tambah permen coklat warna-warni. Dengan defisit harga menyentuh empat ribu, aku jadi semakin penasaran dimana beda lekkernya.

Dan lekkerku jadi. Bisa membayangkan bagaimana jika crepes berbentuk setengah lingkaran dengan diisi oleh ceres warna-warni, permen coklat, pisang yang disiram susu kental manis coklat dan parutan keju? Apalagi jika ukurannya segenggam tanganmu.

Bahkan jika ada jasa order lekker Malang-Depok, aku akan mempertimbangkan untuk membeli satu atau dua lagi. Wkwk.

Bus lalu membawa kami menuju tujuan selanjutnya. Tak lama, kami sudah turun lagi dari bus, kali ini bus diparkir di sebuah lapangan dengan warung dan belasan angkot berjejer mengelilinginya, awalnya aku kebingungan, apalagi saat para tour leader menginstruksikan kami untuk mencari dan mengisi angkot yang kosong.

Tapi kebingunganku terpecahkan saat angkot membawa kami ke Kebun Petik Apel Batu Malang, jalan yang ditempuh rupanya mendaki dan lama kelamaan mengerucut. Kami lalu turun dari angkot dan menyusuri jalan ke Kebun Petik Apel.

In frame: Gurls. (Jadied)
Akupun memetik salah satu apel, lalu memakannya sembari mengelilingi kebun.

Sebelum keluar, kami yang kelompok Karya Tulis Ilmiah Ekonomi kembali diinstruksikan untuk mencari materi dari sang narasumber. Kamipun kembali berkumpul, lalu melakukan wawancara dengan sang narasumber. Tanpa disangka, ternyata Apel yang sedari tadi ada digenggamanku menjadi properti wawancara yang sangat teramat berguna.

In frame: (Dari kiri) Kanzia, Rei, Alsyahfa, Haniya, Narasumber, Resty, Nisalia, Teuku
Lalu, kami kembali ke bus, menuju tempat makan dalam waktu sepuluh hingga dua puluh menit kemudian mengagetkanku, tempat-tempat kunjungan kami hari ini tidak berjarak terlalu jauh satu sama lain.

Seusai makan, kamipun kembali bertolak ke Museum yang sama sekali tak terlihat seperti Museum, Museum Angkut. Tapi sebelum kami masuk, salah satu teman kami, Allam, harus pulang mendahului kami dikarenakan ada acara keluarga.

Kamipun lalu dibagikan gelang tiket Museum Angkut oleh para tour leader, mengikuti antrian lalu memasuki lantai satu dari Museum tersebut.

Lantai satu dari Museum tersebut diisi oleh koleksi mobil-mobil antik dan senjata. Kami lalu menaiki tangga menuju lantai dua.

In frame: (Dari kiri) Gadis, Fatma, Abidah, Haniya, Alsyahfa, Allysa. (Jadied)

In frame: Pak Agus. (Rajab)
Salah satu spot di Museum Angkut, mobil yang ditempel di dinding.
Menaiki lantai dua, terdapat replika kapal laut, mulai dari perahu kayu hingga Titanic, terdapat juga contoh-contoh gaya gerak mesin yang sangat interaktif, seingatku, mereka yang mengambil Karya Tulis Ilmiah Fisika akan mengobservasi di sini.

Sejenak, aku bersyukur mengambil Karya Tulis Ilmiah Ekonomi.

Bergerak lebih jauh di lantai dua, terdapat zona outdoor, dimana replika roket Apollo 11 yang membawa manusia ke Bulan berdiri tegak di sana, tanpa banyak berpikir, kami menaiki deretan anak tangga berkelok-kelok untuk menuju viewpoint yang disediakan.

Di dinding-dinding anak tangga pun ditempelkan cukup banyak fakta unik mengenai Apollo 11, lalu setelah berjalan cukup lama, kami sampai di viewpoint yang menurutku pribadi, sangat sangat worth it.



Persis seperti melihat Kota Batu Malang dari ketinggian, pikirku.

Awan berada satu level dengan kami, mobil-mobil dan kendaraan di jalan berada di kejauhan ---di jalanan--- sementara kami tinggi. Sangat-sangat tinggi.

In frame: (Dari kiri) Daffa, Dhafa, Andreas, Yudha, Kanzia, Dimas. (Ammar)
Lalu kamipun bergantian dengan orang lain yang sudah menunggu juga untuk berfoto di viewpoint. Kami turun, dan kembali ke zona outdoor yang sebagian isinya adalah rombongan kami juga.

Ingat foto pembuka postingan ini? Itu adalah foto pemandangan replika Apollo 11 dari zona outdoor, menjulang, tinggi ke angkasa.

In frame: (Dari kiri) Fata, Kurniadi, Alsyahfa, Abidah, Haniya, Allysa, Gadis, Fatma, Tabitha, Elga. (Jadied)

In frame: (Dari kiri) Ayi, Annisa, Rizka, Kanzia, Restu, Vio, Naya. (Annisa)

In frame: (Dari kiri) Zalfa, Saskia, Naura, Rizka, Annisa, Naya, Restu, Ayi, Naila, Kanzia, Vio. (Annisa)

In frame: (Dari kiri) Elga, Alsyahfa, Dio, Sevira, Alyssa. (Alsyahfa)
Oh iya, jika kalian bertanya-tanya tentang pesawat yang berada di latar foto pertama dari empat foto barusan, itu adalah pesawat tempat simulator terbang yang tidak sempat kami naiki.

Kamipun melanjutkan perjalanan, mengikuti alur berbelok dan menuruni tangga sebelum akhirnya sampai ke zona selanjutnya, zona Sunda Kelapa.


Zona Sunda Kelapa persis seperti pelabuhan Sunda Kelapa jaman dahulu, bahkan terdapat juga replika kapal, hiu, hingga kerbau-kerbauan.

Merunduk! (Dari kiri) Ayi, Kanzia. (Annisa)
Berbelok sedikit, kami memasuki semacam garasi lainnya, kali ini diisi oleh mobil-mobil antik lainnya.

"Serang!"
"Serang dia dengan yang baru?"
"Bukan! Serang kenangannya!"

In frame: (Dari kiri) Justice, Kanzia, stuntman, Ayi, Feri, Jamal, Rei. (Annisa)
Sedikit cerita tentang foto di atas; kami baru saja keluar dari garasi sambil mengambil satu dua foto di spot dengan latar bekas perang. Sembari menunggu, tiba-tiba datanglah seorang stuntman yang mengendarai motor. Aku tertawa terbahak, otakku memproses reaksiku, pernah membayangkan bagaimana jika "wtf" dicampur dengan "wkwkwkwk absurd banget apaan si" tapi dengan sedikit "keren gila"? Persis.

Tapi dibanding kekagetan yang tak kunjung usai, aku segera mengambil langkah untuk berpose dengan sang stuntman, kami lalu berfoto bersama dengan salah seorang stuntman sebelum dua-tiga motor konvoi lainnya datang.

Lalu, kami segera tahu bahwa akan diadakan pawai dan parade, mengingat aku tak lagi melihat ada yang berfoto lagi dengan para stuntman sebelum mereka mencapai panggung parade, aku pikir kami termasuk orang-orang yang beruntung. Wkwk.

Parade berada di ujung jalan sana.

In frame: (Dari kiri) Hafidz, Bestyo, Adli, Lutfi, Obi, Adit, Dhika, Isra. (Adli)
Kiri-kanan jalan merupakan spot foto yang sangat menarik dan beragam. Hingga kami sampai di ujung jalan dimana parade sedang berlangsung, cukup banyak dari rombongan kami yang meramaikan sekaligus berdansa mengikuti lagu yang DJ di atas panggung mainkan. Selanjutnya, kami memasuki zona Eropa.

In frame: (Dari kiri) Kanzia, Ayi, Rei, Tasyah, Vania, Iron man, Zalfa, Annisa, Naya, Shofi, Saskia. (Annisa)

Pilih nomor 5! *eh, salah*
(sengaja tidak diberi nama, agar tidak tercyduck)

Kami melanjutkan perjalanan, kali ini agak sedikit dipercepat karena rupanya waktu kami mulai habis. Para tour leader sedang menyisir Museum untuk mempercepat langkah rombongan SMA kami.

In frame: (Dari kiri) Alsyahfa, Allysa. (Jadied)

In frame: (Dari kiri) Tiya, Gadis, Illa, Olla, Dila, Haniya, Abidah, Fatma, Allysa, Alsyahfa. (Jadied)
Kami menaiki bus masing-masing, menuju tempat untuk makan malam dimana kami sekaligus akan melakukan Malam Keakraban. Di dalam bus, kami merundingkan secara cepat slogan dan  penampilan apa yang kami bawa. Mulai dari stand up comedy dari Andika, stand up comedy Kurniadi, drama Andika-Nurmayanti, stand up Jadied, hingga akhirnya keputusan pun bulat.

Dalam jangka waktu pendek (ini serius, ternyata tempat-tempat yang kami kunjungi dalam satu hari terletak dalam radius yang berdekatan), kami telah tiba lagi di rumah makan tempat kami akan melaksanakan makan malam.

Sesampainya di sana, kak Fadhil menginstruksikan kami untuk sekaligus mempersiapkan segala perlengkapan untuk ke Bromo besok karena kami tak akan berganti lagi untuk mengganti pakaian. Kamipun mengenakan set pakaian yang berbeda-beda, ada yang mengenakan beberapa lapis jaket, ada yang hanya mengenakan satu lapis jaket, ada yang hanya mengenakan kaos.

Setelah melaksanakan shalat, kami memasuki rumah makan. Karena saat itu kursi masih kosong semua, kami secara acak memilih tempat duduk. Sekonyong-konyong kami duduk di kursi yang lalu kami tahu bahwa kursi tersebut merupakan daerah reservasi duduk untuk guru. Sejenak, kami tertawa lalu melanjutkan makan.

Alhasil, dua-tiga baris di sebelah kami adalah dewan guru yang menyantap makanan mereka masing-masing. Wkwkwk.

Acara selanjutnya adalah Malam Keakraban. Tiap kelas menampilkan penampilan masing-masing, mulai dari bernyanyi, persembahan ucapan ulang tahun pada Bu Yustina, berdansa di panggung Makrab, bermacam-macam. Evension? Kami membawakan Musikalisasi Puisi.

Seusai Makrab, kami kembali ke bus masing-masing. Jam menunjukkan pukul 10 lewat, kami sempat membeli jagung susu keju yang berjualan di pelataran rumah makan. Sementara di bus, kak Fadhil menginstruksikan kami untuk tidur, beristirahat, menyimpan cadangan energi untuk keesokan hari.

Dan, benar. Hari ini adalah transit sebelum kami sampai ke puncak perjalanan sekaligus puncak pemandangan kami, Bromo. Rundown yang kami pegang sudah memperingatkan kami hanya punya empat sampai enam jam untuk tidur, dan pada akhirnya, kami memaksa diri kami sendiri untuk tidur.

Lampu bus pun dimatikan seraya roda-rodanya kembali bertemu aspal jalan raya, kami menarik selimut masing-masing, menutupi wajah kami seraya memasangkan headset, lalu tertidur.

.
.
.

To Be Continued.

Note: maaf jika postingan ini lebih pendek dari tiga post sebelumnya. FYI, postingan ini dibuat tengah malam pukul 1 pagi lantaran draft post keempat sebelumnya (entah bagaimana) terhapus saat sedang proses editing. Post kelima dan keenam akan lebih panjang. Aku janji.

No comments:

Post a Comment