After Pandora : Reflection. (Part 8)
Oleh : Kanzia Rahman
Oleh : Kanzia Rahman
Helikopter berterbangan di langit, menembakkan cahayanya ke kerubunan manusia yang berkumpul diluar gedung kepolisian. Mereka menunggu kedatangan kesebelas orang 'pahlawan' yang ditangkap kemarin. Aldo, Stevian, Anwar, Ival, Ainun, Salma, Arum, Hani, Tama, Latriaz, Adi.
Kesebelas orang itu sudah mengumumkan supaya masyarakat menunggu mereka di gedung kepolisian malam ini. Hasilnya tak hanya masyarakat, para wartawan dan rekan media juga telah menanti mereka.
Polisi memperketat penjagaan, ratusan personil militer bersenjata lengkap diturunkan. Kerumunan manusia semakin ramai memenuhi halaman gedung, mereka telah menyaksikan video itu. Video tantangan, video untuk menanti kesebelas survivor yang ditangkap oleh polisi, video yang menyuruh mereka datang ke gedung kepolisian malam ini.
JLEB..
Anwar menikam seorang penjaga tanpa ampun. Mulut penjaga itu segera memuntahkan darah, Anwar lantas mendorongnya, membiarkan penjaga itu mati kesakitan karena kekurangan darah. Stevian tersenyum tipis, "Wess Anwar gampang banget War bunuhnya."
Poseidon, salah satu gedung CERN itu tampak lengang. Anwar, Stevian, Salma dan Arum berkeliling bebas didalamnya. Hanya ada satu-dua penjaga yang mereka lihat, dan semuanya dengan mudah mereka atasi. Seperti penjaga barusan, ia melihat keempat orang itu berjalan kearahnya, menyuruh mereka berhenti, menodongkan pistol, tapi Anwar tanpa basa-basi menikam perutnya.
Keempat orang itu lantas menuruni tangga memutar, level empat. Stevian dengan cepat menembakkan pistol kearah dua penjaga yang melihat mereka, dua peluru, dua mayat tergeletak. Mereka lalu bergerak menuju tangga memutar untuk ke level tiga.
Sementara Afifat memasuki gedung Genesis, melumpuhkan dua orang penjaga di pintu depan, lantas dengan cepat menuju tujuan aslinya, cincin CERN yang menjadi gerbang antar-dimensi itu. "Ah, lift masih berfungsi." ucapnya saat melihat tombol lift level tiga menyala, lalu berubah menjadi tombol lift level dua yang menyala. Seseorang masih berada didalam lift.
TING!
Pintu lift terbuka, "Bagus ?" BUAG! Afifat terpental beberapa meter setelah mendapat sebuah tinjuan keras di pipi kanannya. Ia menembakkan dua peluru yang tak berarah, meleset. Musuhnya itu segera memukulinya, menghabisi nyawanya.
Aldo bergerak cepat, ia bertanggung jawab atas tiga nyawa, dirinya, Salma, dan Latriaz. "Lama lu dut" ujarnya tipis sambil berlari melewati dua orang petugas yang sudah ditembak olehnya, "Gendut-gendut gini ada yang demen loh Do" balas Salma, "Palingan juga si itu, mantan dua belas hari" sahut Aldo tak peduli, "Ngakakkk ahahaha" Latriaz tertawa, Salma cemberut. Ketiganya lalu menaiki lift. Menuju lantai basement gedung Zeus.
"Ih kenapa sih gedung-gedung tuh pasti generator listriknya ada di basement atau bawah tanah gituu" ucap Latriaz memecah keheningan didalam lift, "Tau yak jadi kan horror horror gimana gitu." Salma setuju, sementara Aldo tak bereaksi.
"Kok lu diem aja sih Do ?" tanya Latriaz, "Ssst." jawab Aldo berbisik. Ia sedang serius membaca sebuah artikel di dinding lift, artikel tentang Zeus, sang dewa petir. "Disini tulisannya Zeus punya banyak anak dari berbagai hubungan" Aldo lalu memotong sejenak, "Gue pengen kaya gitu ahh" lanjutnya memancing tawa Latriaz dan Salma
"Dih ntar kan tanggung jawabnya makin gede Do" kata Salma, "Biarin aja sih Ma, gapapa, kan kalo kata pepatah 'banyak anak banyak rejeki' Ma" balas Aldo dengan nada menasihati, "Suka-suka lu dah Do" Salma tertawa sambil menggeleng kecil, "Hahaha enggalah Ma, setianya tetep cuman ke satu orang." tutup satu-satunya laki-laki di lift itu. Pintu lift pun terbuka, mereka hanya beberapa level lagi dari basement gedung.
Sementara Tama, Hani dan Adi sudah bergerak lebih cepat. Mereka sudah dalam perjalanan keluar dari gedung Hades, gedung itu kini tak lagi menyalurkan listrik ke cincin CERN, alirannya sudah mereka matikan, penjagaan di malam hari ternyata jauh lebih lengang dari rencana awal mereka.
Begitupula dengan Ival, Ainun dan Jiwo. Mereka baru saja mematikan saluran listrik ke cincin CERN itu. Kini cincin itu lumpuh. Dua dari empat sumber energinya dimatikan.
"Easy banget" gumam Ival seraya melangkah keluar gedung Polaris, cahaya bulan bersinar terang menimpa wajahnya. "Yeuu kalo gampang mah harusnya bisa sendiri" timpal Ainun tertawa kecil, "Au nih nyusahin" sahut Jiwo.
"Dia siapa sih ?" Ival pura-pura bertanya pada Ainun, menunjuk Jiwo, "Ada yang ngajak ngomong juga kagak" Lanjutnya. "Lu kenal ama dia Nun ?" tanya Ival sekali lagi, Ainun menggeleng lantas tertawa. Jiwo sibuk sendiri.
Ainun melihat sekeliling sementara Jiwo dan Ival saling meledek dan tertawa, begitu hening, udara berhembus tipis menyentuh tengkuknya. "Pada belom keluar apa gimana sih kok sepi banget" gumam Ainun mengingat teman-temannya yang berpencar, "Apaan ?" tanya Jiwo, "Itu pada kemana---" "Engga lu apaan." ucapan Ainun dipotong Jiwo, Ival tertawa, "Nyusahin keluarga mulu lu Wo"
Lihatlah ketiga, atau mungkin ketiga belas orang yang sedang menjalakan tugasnya itu, tanpa beban, mereka bebas melanglang buana di kompleks gedung CERN yang sangat lengang itu. CERN melemahkan pertahanannya, nampaknya semua orang fokus pada gedung kepolisian.
Gedung kepolisian kini sedang dipenuhi manusia. Personil polisi bahkan militer yang berjaga-jaga sepanjang jalan, bersenjata lengkap layaknya akan ada tahanan militer yang datang. Atau masyarakat yang masih menunggu kedatangan mereka, masyarakat yang terus memasang mata juga telinga, menunggu kehadiran kesebelas orang itu.
Sementara langkah mereka pasti menuju gedung Genesis. Hani, Tama dan Adi bertemu dengan Ainun, Ival dan Jiwo di persimpangan gedung. Gedung Genesis berada ditengah ketujuh gedung lainnya dengan hanya empat buah jembatan penghubung yang menghubungkannya dengan gedung Poseidon, Polaris, Hades, dan Zeus.
"Apa aja yang lu dapetin di Polaris ?" tanya Tama. Ainun, Ival dan Jiwo melirik satu sama lain, menggeleng kecil, "Masa ga dapet apa-apa" lanjutnya, "Ihh pokoknya kalo disana tuh banyak kayak gambar bintang sama rasi-rasinya gituu" ucap Ainun, "Iyaa jadi kayak gambar langit sama peta peta bintang ini dimana, bintang ini dimana, gitu" tambah Ival, Tama mengangguk.
"Kalo di Hades tadi aneh ye Tam" ujar Adi, "Iye, generator nya bukan dibawah tapi diatas." jawab Tama, "Dibawah justru jadi restricted area gitu jadi area terlarang" lanjut Hani, "Mungkin biar pas kali sama nama gedungnya" Adi tertawa kecil, "Emang arti namanya apaan ?" Tama menoleh, "Hades, dewa kematian, dewa pengendali dunia roh." jawab Adi. Mereka merinding.
Kini genap dua jam senja tenggelam. Kesebelas orang yang berjanji akan muncul di gedung kepolisian itu tak kunjung datang, beberapa orang memilih untuk pulang, menyimpan tenaga untuk esok hari. Tapi seperti kata pepatah, mati satu tumbuh seribu. Lebih banyak lagi orang berdatangan ke gedung kepolisian. Menunggu mereka, kesebelas orang pahlawan itu.
Afifat terbangun, mendapati dirinya dikelilingi oleh sebelas orang 'pahlawan' masyarakat. Hani, Tama, Latriaz, Adi, Ainun, Ival, Stevian, Anwar, Aldo, Jiwo, Salma dan Arum. "Syukurlah." Hani menjadi orang pertama yang bereaksi, ia lantas bernafas lega.
Afifat segera merogoh saku, mengeluarkan Kotak Pandora, lantas menyalakannya, "Kalian perhatikan terus saklarnya. "Ternyata mereka lebih ganas sekarang." ucap Aldo, "Apa ?" tanya Afifat, "CERN, sialan." Tama mengumpat pendek, nafasnya tersengal.
"Kau ingat monster yang kita temui di lift, enam bulan lalu ?" tanya Stevian, Afifat menggeleng. "Yang matanya kucolok itu." tambah Hani pada ayahnya, "Musuh kita mereka lagi." ucap Tama, "Dan dalam jumlah yang jauh lebih banyak." tutup Anwar.
"Aku tidak yakin kita akan tepat waktu." ucap Arum, melirik. "Kita tidak dikejar waktu." jawab Afifat, "Saatnya menjalankan tujuan utama kita." Ia lalu meregangkan sedikit ototnya, berdiri. Mereka pun berdiri, Tama pertama, lalu disusul Hani, dan terakhir Salma.
Mereka bersiap, Afifat memisahkan Tama dan Anwar, kedua orang itu lalu turun, keluar dari gedung Genesis. "Aku punya sedikit tugas tambahan untuk mereka." ucapnya singkat dan tegas sebelum yang lain bertanya. Kini mereka bersebelas, Stevian, Arum, Jiwo, Ainun, Ival, Hani, Salma, Aldo, Latriaz, Adi dan Afifat.
Kesebelas orang itu menjadi suatu kesatuan yang kokoh. Membentuk formasi dua buah huruf Y dengan masing-masing Jiwo-Ival dan Stevian-Aldo didepan, Adi bersama Afifat berada di baris paling belakang, sementara para wanita berada ditengah-tengah, membentuk barisan panjang pada kedua huruf Y.
"Kiri!" Teriak Jiwo, melihat dua buah makhluk seperti manusia yang berjalan layaknya kera, merangkak. Yang satu lebih tinggi daripada yang lainnya, bola mata makhluk itu putih, mulut berisi gigi-gigi tajam penuh darah, seluruh tubuh berwarna putih dengan jahitan disekujur tubuh, juga tulang-tulang yang terlihat dibalik kulitnya yang tipis.
DOR DOR!
Jiwo menembakkan dua buah peluru, meleset, makhluk itu menunduk, lantas bergerak lebih cepat kearah mereka. "GRAAAAH!" teriaknya memecahkan heningnya gedung itu, melompat, berusaha menerkam Jiwo layaknya seekor macan buas sedang mengincar mangsanya.
Jiwo merunduk dengan sebilah pisau ditangannya, berharap perut makhluk (setengah manusia) itu tertancap pisau. Tetapi dugaannya salah, pisau itu terlampau pendek. Perut sang makhluk mendorong kepala Jiwo hingga ia terjengkal. Arum dan Ainun yang berada di belakangnya berteriak panik, "Pertahankan formasi!" teriak Adi yang berada di paling belakang seraya mengarahkan moncong pistolnya kearah makhluk itu.
Belum sempat Adi menembak, seekor makhluk lainnya menerjang kaki anggota GIGN itu, menjatuhkan kuda-kudanya. Adi segera memasang lengan kanannya yang sudah dipasang pelindung besi dari gigi-gigi tajam sang makhluk yang siap memakannya, sementara tangan kanannya menahan posisi lengan diantara gigi-gigi makhluk itu, tangan kirinya menyiapkan pistol..
Salma berteriak mundur, hancur sudah salah satu formasi Y mereka. Arum, Ainun dan Salma mundur beberapa langkah, menjauh. Sementara Ival kebingungan, Jiwo dan Adi sedang dalam keadaan setengah mati, bertahan sekuat mungkin untuk tidak digigit oleh makhluk itu.
"Pal woy!" teriak Jiwo. Ival dengan cepat menendang makhluk yang sedang berusaha memakan temannya itu, memberi ruang untuk Jiwo bangkit dan menembakkan dua peluru lainnya. Makhluk itu terpental beberapa meter.
Sementara Adi selamat dari gigi-gigi tajam makhluk itu. Dengan cepat ia mengubah posisi lengan kanannya menjadi moncong pistol dari tangan kiri yang tepat masuk kedalam mulut sang makhluk. Lalu Adi menekan pelatuknya, tanpa suara, peluru menembus kepala makluk yang segera jatuh disampingnya itu.
Makhluk yang tersisa itu melompat. Jiwo tak menghindar, lantas sekuat tenaga memasang kuda-kuda untuk melempari makhluk itu dengan sebilah pisau ditangan kanannya..
CRATTT!!! GRAAHH!
Lemparan Jiwo tepat mengenai jantung, darah bermuncratan keluar. Makhluk itu tumbang, mulutnya berteriak kesakitan, mati ditempat. "Nice Wo!" teriak Ival senang. Adi sumringah, mereka jauh lebih mandiri daripada enam bulan lalu.
Hujan salju turun diluar, bola-bola putih itu jatuh dari langit, lantas menghantam permukaan bumi. Layaknya kapas yang dibuang-buang begitu saja dari atas sana. Bulir-bulir air pun membasahi kaca jendela gedung, hasil dari bola salju yang tak sengaja menabraknya, lantas berubah menjadi air yang turun mengikuti hukum gravitasi.
Dalam beberapa menit, mereka tahu bahwa hujan salju semakin deras.
Adi melirik kearah tangan salah satu makhluk yang telah tewas. Ada sebuah gelang bertuliskan nama disana, "Evri Eriska ?" bacanya kaget, "Itukan karyawan yang nyambut kita waktu ngancurin gudang CERN" sambar Ainun cepat, "Inget aja lu" sahut Ival tertawa, "Iyalah ingetan gue bagus, emangnya elu" jawab Ainun tertawa juga.
"Itu karyawan CERN ?" tanya Arum dan Salma bersamaan, penasaran, "Iya." jawab Adi singkat. "Kok bisa gitu sihh" Latriaz seakan tak percaya, Aldopun tak percaya, "Iya gila kok bisa gitu". Hani tak berkomentar tapi melirik kearah ayahnya, Afifat. Baginya, dialah yang serba tahu atas CERN dan seluk-beluknya. "Ayah ?"
"Wendigo." ucap Stevian, yang lain segera menoleh kearahnya. "Wendigo itu makhluk mitos Amerika Serikat, awalnya manusia, tapi karena praktek kanibalisme terus-terusan, mereka berubah jadi Wendigo. Wujudnya tetep sama, tapi mereka jauh lebih kayak binatang dan monster daripada kayak manusia. Mereka biasanya keluar pas badai salju, kondisi gelap, serem deh" jelas Stevian, "Soalnya gue pernah liat di acara tv." tutupnya.
"Mereka.. merubah karyawan mereka sendiri ?" Salma melemparkan pertanyaan retoris, sementara Adi berlari kearah makhluk tewas lainnya, gelang nama di tangan makhluk itu bertuliskan 'Indira Aulia'. Anggota GIGN itu melirik kearah Afifat.
"Mereka membangkitkan makhluk mitos untuk menjadi tentara mereka.." ucap Afifat. Belum sempat kesebelas orang itu habis pikir, sebuah lampu sorot tiba-tiba menyala dari halaman gedung Hades, menembakkan cahayanya kearah pintu gedung itu.
BRAKKK!!!
Pintu kaca gedung itu pecah, puluhan, ratusan, atau mungkin ribuan makhluk bernama Wendigo itu berlarian keluar dari dalam, menyebar ke seluruh gedung CERN lainnya, berlarian, merangkak, dengan suara-suara penuh nafsu, dengan suara-suara penuh dendam.
"Lari!" Afifat mengomandoi. Mereka segera berlari menuju tangga darurat, tidak, tidak ada waktu untuk menunggu lift yang bisa saja penuh oleh makhluk kanibal itu, Jiwo mencabut sebilah pisau yang ia tancapkan di perut Evri yang sudah tewas itu, ia lalu berlari.
Baru saja dua lantai, Afifat melihat kearah jendela. Makhluk-makhluk itu merayap di pintu kaca gedung-gedung CERN yang lain, nampaknya mereka tak tahu cara membukanya. Afifat sempat tersenyum kecil, meledek, lantas beberapa detik kemudian tawanya berubah menjadi muka cemas. Makhluk itu mulai memukul-mukul pintu kaca, berusaha memecahkannya. Ia segera ambil langkah seribu.
Mereka berlari sekuat tenaga, menuju level teratas gedung Genesis, menuju level paling atas gedung dengan cincin energi itu, mereka hanya perlu mematikannya. Aldo dan Stevian berada di garis depan, dengan sebuah pistol digenggaman mereka, sementara Jiwo dan Ival kini berada dipaling belakang, bertugas menutup pintu tangga darurat setelah mereka menggunakannya.
Setelah lima belas menit penuh ketegangan dan kelelahan, mereka akhirnya sampai. Afifat mendobrak pintu tempat cincin itu berada.
Mereka tercengang. Cincin itu berupa gapura berbentuk setengah lingkaran dengan dinding-dinding berwarna putih disebelah kiri dan kanannya, membentuk lorong, mereka tidak ada apa-apa didalam sana selain ujung dinding lorong yang juga berwarna putih. Sebuah lorong tanpa penutup yang berada didalam ruangan dengan sebuah gapura setengah lingkaran ditengahnya.
Di sudut-sudut ruangan terdapat akuarium berbentuk kapsul yang berdiri vertikal. Isinya air dan sebuah tempat tidur rumah sakit yang diberdirikan, dibagian atasnya banyak selang-selang yang nampaknya telah dicopot. Jumlahnya belasan, mereka tak menghitung.
"Mari kita akhiri.." Afifat berjalan kearah beberapa perangkat supercomputer yang terdapat tak jauh dari gerbang cincin itu. Gerbang kematian itu. Ia mengambil tempat disalah satu kursi yang ada disana.
"Tunggu. Kau jelas-jelas tidak tahu apa yang kau lakukan." sebuah suara menghentikannya. Afifat menoleh, "Hani ?". Hanifa menggeleng.
"Ya. Aku Hani..."
Dari seberang ruangan yang tertutupi oleh dinding-dinding lorong cincin CERN, muncul lima belas orang yang berjalan kearah mereka. "Ini.." "Apa-apaan.." Kesebelas orang itu melangkah mundur sedikit.
Lima belas orang itu adalah kloning dari mereka sendiri. Aldo, Hani, Tama, Ainun, Ival, Arum, Salma, Stevian, Jiwo, Anwar, Latriaz, Adi, Afifat, bahkan Amel dan Fadhil yang telah mati.
Tapi bedanya, kelima belas orang itu memiliki mata yang sepenuhnya hitam.
JLEB..
Anwar menikam seorang penjaga tanpa ampun. Mulut penjaga itu segera memuntahkan darah, Anwar lantas mendorongnya, membiarkan penjaga itu mati kesakitan karena kekurangan darah. Stevian tersenyum tipis, "Wess Anwar gampang banget War bunuhnya."
Poseidon, salah satu gedung CERN itu tampak lengang. Anwar, Stevian, Salma dan Arum berkeliling bebas didalamnya. Hanya ada satu-dua penjaga yang mereka lihat, dan semuanya dengan mudah mereka atasi. Seperti penjaga barusan, ia melihat keempat orang itu berjalan kearahnya, menyuruh mereka berhenti, menodongkan pistol, tapi Anwar tanpa basa-basi menikam perutnya.
Keempat orang itu lantas menuruni tangga memutar, level empat. Stevian dengan cepat menembakkan pistol kearah dua penjaga yang melihat mereka, dua peluru, dua mayat tergeletak. Mereka lalu bergerak menuju tangga memutar untuk ke level tiga.
Sementara Afifat memasuki gedung Genesis, melumpuhkan dua orang penjaga di pintu depan, lantas dengan cepat menuju tujuan aslinya, cincin CERN yang menjadi gerbang antar-dimensi itu. "Ah, lift masih berfungsi." ucapnya saat melihat tombol lift level tiga menyala, lalu berubah menjadi tombol lift level dua yang menyala. Seseorang masih berada didalam lift.
TING!
Pintu lift terbuka, "Bagus ?" BUAG! Afifat terpental beberapa meter setelah mendapat sebuah tinjuan keras di pipi kanannya. Ia menembakkan dua peluru yang tak berarah, meleset. Musuhnya itu segera memukulinya, menghabisi nyawanya.
Aldo bergerak cepat, ia bertanggung jawab atas tiga nyawa, dirinya, Salma, dan Latriaz. "Lama lu dut" ujarnya tipis sambil berlari melewati dua orang petugas yang sudah ditembak olehnya, "Gendut-gendut gini ada yang demen loh Do" balas Salma, "Palingan juga si itu, mantan dua belas hari" sahut Aldo tak peduli, "Ngakakkk ahahaha" Latriaz tertawa, Salma cemberut. Ketiganya lalu menaiki lift. Menuju lantai basement gedung Zeus.
"Ih kenapa sih gedung-gedung tuh pasti generator listriknya ada di basement atau bawah tanah gituu" ucap Latriaz memecah keheningan didalam lift, "Tau yak jadi kan horror horror gimana gitu." Salma setuju, sementara Aldo tak bereaksi.
"Kok lu diem aja sih Do ?" tanya Latriaz, "Ssst." jawab Aldo berbisik. Ia sedang serius membaca sebuah artikel di dinding lift, artikel tentang Zeus, sang dewa petir. "Disini tulisannya Zeus punya banyak anak dari berbagai hubungan" Aldo lalu memotong sejenak, "Gue pengen kaya gitu ahh" lanjutnya memancing tawa Latriaz dan Salma
"Dih ntar kan tanggung jawabnya makin gede Do" kata Salma, "Biarin aja sih Ma, gapapa, kan kalo kata pepatah 'banyak anak banyak rejeki' Ma" balas Aldo dengan nada menasihati, "Suka-suka lu dah Do" Salma tertawa sambil menggeleng kecil, "Hahaha enggalah Ma, setianya tetep cuman ke satu orang." tutup satu-satunya laki-laki di lift itu. Pintu lift pun terbuka, mereka hanya beberapa level lagi dari basement gedung.
Sementara Tama, Hani dan Adi sudah bergerak lebih cepat. Mereka sudah dalam perjalanan keluar dari gedung Hades, gedung itu kini tak lagi menyalurkan listrik ke cincin CERN, alirannya sudah mereka matikan, penjagaan di malam hari ternyata jauh lebih lengang dari rencana awal mereka.
Begitupula dengan Ival, Ainun dan Jiwo. Mereka baru saja mematikan saluran listrik ke cincin CERN itu. Kini cincin itu lumpuh. Dua dari empat sumber energinya dimatikan.
"Easy banget" gumam Ival seraya melangkah keluar gedung Polaris, cahaya bulan bersinar terang menimpa wajahnya. "Yeuu kalo gampang mah harusnya bisa sendiri" timpal Ainun tertawa kecil, "Au nih nyusahin" sahut Jiwo.
"Dia siapa sih ?" Ival pura-pura bertanya pada Ainun, menunjuk Jiwo, "Ada yang ngajak ngomong juga kagak" Lanjutnya. "Lu kenal ama dia Nun ?" tanya Ival sekali lagi, Ainun menggeleng lantas tertawa. Jiwo sibuk sendiri.
Ainun melihat sekeliling sementara Jiwo dan Ival saling meledek dan tertawa, begitu hening, udara berhembus tipis menyentuh tengkuknya. "Pada belom keluar apa gimana sih kok sepi banget" gumam Ainun mengingat teman-temannya yang berpencar, "Apaan ?" tanya Jiwo, "Itu pada kemana---" "Engga lu apaan." ucapan Ainun dipotong Jiwo, Ival tertawa, "Nyusahin keluarga mulu lu Wo"
Lihatlah ketiga, atau mungkin ketiga belas orang yang sedang menjalakan tugasnya itu, tanpa beban, mereka bebas melanglang buana di kompleks gedung CERN yang sangat lengang itu. CERN melemahkan pertahanannya, nampaknya semua orang fokus pada gedung kepolisian.
Gedung kepolisian kini sedang dipenuhi manusia. Personil polisi bahkan militer yang berjaga-jaga sepanjang jalan, bersenjata lengkap layaknya akan ada tahanan militer yang datang. Atau masyarakat yang masih menunggu kedatangan mereka, masyarakat yang terus memasang mata juga telinga, menunggu kehadiran kesebelas orang itu.
Sementara langkah mereka pasti menuju gedung Genesis. Hani, Tama dan Adi bertemu dengan Ainun, Ival dan Jiwo di persimpangan gedung. Gedung Genesis berada ditengah ketujuh gedung lainnya dengan hanya empat buah jembatan penghubung yang menghubungkannya dengan gedung Poseidon, Polaris, Hades, dan Zeus.
"Apa aja yang lu dapetin di Polaris ?" tanya Tama. Ainun, Ival dan Jiwo melirik satu sama lain, menggeleng kecil, "Masa ga dapet apa-apa" lanjutnya, "Ihh pokoknya kalo disana tuh banyak kayak gambar bintang sama rasi-rasinya gituu" ucap Ainun, "Iyaa jadi kayak gambar langit sama peta peta bintang ini dimana, bintang ini dimana, gitu" tambah Ival, Tama mengangguk.
"Kalo di Hades tadi aneh ye Tam" ujar Adi, "Iye, generator nya bukan dibawah tapi diatas." jawab Tama, "Dibawah justru jadi restricted area gitu jadi area terlarang" lanjut Hani, "Mungkin biar pas kali sama nama gedungnya" Adi tertawa kecil, "Emang arti namanya apaan ?" Tama menoleh, "Hades, dewa kematian, dewa pengendali dunia roh." jawab Adi. Mereka merinding.
-----//////-----
Genesis. Salah satu dari delapan gedung CERN yang berdiri tegak diantara ketujuh gedung lainnya. Letaknya unik, jika gedung-gedung lainnya membentuk formasi cincin melingkar, gedung Genesis berada ditengah cincin itu, dengan hanya empat akses langsung dari empat gedung sekitarnya, Poseidon, Polaris, Hades, dan Zeus.
Kini genap dua jam senja tenggelam. Kesebelas orang yang berjanji akan muncul di gedung kepolisian itu tak kunjung datang, beberapa orang memilih untuk pulang, menyimpan tenaga untuk esok hari. Tapi seperti kata pepatah, mati satu tumbuh seribu. Lebih banyak lagi orang berdatangan ke gedung kepolisian. Menunggu mereka, kesebelas orang pahlawan itu.
Afifat terbangun, mendapati dirinya dikelilingi oleh sebelas orang 'pahlawan' masyarakat. Hani, Tama, Latriaz, Adi, Ainun, Ival, Stevian, Anwar, Aldo, Jiwo, Salma dan Arum. "Syukurlah." Hani menjadi orang pertama yang bereaksi, ia lantas bernafas lega.
Afifat segera merogoh saku, mengeluarkan Kotak Pandora, lantas menyalakannya, "Kalian perhatikan terus saklarnya. "Ternyata mereka lebih ganas sekarang." ucap Aldo, "Apa ?" tanya Afifat, "CERN, sialan." Tama mengumpat pendek, nafasnya tersengal.
"Kau ingat monster yang kita temui di lift, enam bulan lalu ?" tanya Stevian, Afifat menggeleng. "Yang matanya kucolok itu." tambah Hani pada ayahnya, "Musuh kita mereka lagi." ucap Tama, "Dan dalam jumlah yang jauh lebih banyak." tutup Anwar.
"Aku tidak yakin kita akan tepat waktu." ucap Arum, melirik. "Kita tidak dikejar waktu." jawab Afifat, "Saatnya menjalankan tujuan utama kita." Ia lalu meregangkan sedikit ototnya, berdiri. Mereka pun berdiri, Tama pertama, lalu disusul Hani, dan terakhir Salma.
Mereka bersiap, Afifat memisahkan Tama dan Anwar, kedua orang itu lalu turun, keluar dari gedung Genesis. "Aku punya sedikit tugas tambahan untuk mereka." ucapnya singkat dan tegas sebelum yang lain bertanya. Kini mereka bersebelas, Stevian, Arum, Jiwo, Ainun, Ival, Hani, Salma, Aldo, Latriaz, Adi dan Afifat.
Kesebelas orang itu menjadi suatu kesatuan yang kokoh. Membentuk formasi dua buah huruf Y dengan masing-masing Jiwo-Ival dan Stevian-Aldo didepan, Adi bersama Afifat berada di baris paling belakang, sementara para wanita berada ditengah-tengah, membentuk barisan panjang pada kedua huruf Y.
"Kiri!" Teriak Jiwo, melihat dua buah makhluk seperti manusia yang berjalan layaknya kera, merangkak. Yang satu lebih tinggi daripada yang lainnya, bola mata makhluk itu putih, mulut berisi gigi-gigi tajam penuh darah, seluruh tubuh berwarna putih dengan jahitan disekujur tubuh, juga tulang-tulang yang terlihat dibalik kulitnya yang tipis.
DOR DOR!
Jiwo menembakkan dua buah peluru, meleset, makhluk itu menunduk, lantas bergerak lebih cepat kearah mereka. "GRAAAAH!" teriaknya memecahkan heningnya gedung itu, melompat, berusaha menerkam Jiwo layaknya seekor macan buas sedang mengincar mangsanya.
Jiwo merunduk dengan sebilah pisau ditangannya, berharap perut makhluk (setengah manusia) itu tertancap pisau. Tetapi dugaannya salah, pisau itu terlampau pendek. Perut sang makhluk mendorong kepala Jiwo hingga ia terjengkal. Arum dan Ainun yang berada di belakangnya berteriak panik, "Pertahankan formasi!" teriak Adi yang berada di paling belakang seraya mengarahkan moncong pistolnya kearah makhluk itu.
Belum sempat Adi menembak, seekor makhluk lainnya menerjang kaki anggota GIGN itu, menjatuhkan kuda-kudanya. Adi segera memasang lengan kanannya yang sudah dipasang pelindung besi dari gigi-gigi tajam sang makhluk yang siap memakannya, sementara tangan kanannya menahan posisi lengan diantara gigi-gigi makhluk itu, tangan kirinya menyiapkan pistol..
Salma berteriak mundur, hancur sudah salah satu formasi Y mereka. Arum, Ainun dan Salma mundur beberapa langkah, menjauh. Sementara Ival kebingungan, Jiwo dan Adi sedang dalam keadaan setengah mati, bertahan sekuat mungkin untuk tidak digigit oleh makhluk itu.
"Pal woy!" teriak Jiwo. Ival dengan cepat menendang makhluk yang sedang berusaha memakan temannya itu, memberi ruang untuk Jiwo bangkit dan menembakkan dua peluru lainnya. Makhluk itu terpental beberapa meter.
Sementara Adi selamat dari gigi-gigi tajam makhluk itu. Dengan cepat ia mengubah posisi lengan kanannya menjadi moncong pistol dari tangan kiri yang tepat masuk kedalam mulut sang makhluk. Lalu Adi menekan pelatuknya, tanpa suara, peluru menembus kepala makluk yang segera jatuh disampingnya itu.
Makhluk yang tersisa itu melompat. Jiwo tak menghindar, lantas sekuat tenaga memasang kuda-kuda untuk melempari makhluk itu dengan sebilah pisau ditangan kanannya..
CRATTT!!! GRAAHH!
Lemparan Jiwo tepat mengenai jantung, darah bermuncratan keluar. Makhluk itu tumbang, mulutnya berteriak kesakitan, mati ditempat. "Nice Wo!" teriak Ival senang. Adi sumringah, mereka jauh lebih mandiri daripada enam bulan lalu.
Hujan salju turun diluar, bola-bola putih itu jatuh dari langit, lantas menghantam permukaan bumi. Layaknya kapas yang dibuang-buang begitu saja dari atas sana. Bulir-bulir air pun membasahi kaca jendela gedung, hasil dari bola salju yang tak sengaja menabraknya, lantas berubah menjadi air yang turun mengikuti hukum gravitasi.
Dalam beberapa menit, mereka tahu bahwa hujan salju semakin deras.
Adi melirik kearah tangan salah satu makhluk yang telah tewas. Ada sebuah gelang bertuliskan nama disana, "Evri Eriska ?" bacanya kaget, "Itukan karyawan yang nyambut kita waktu ngancurin gudang CERN" sambar Ainun cepat, "Inget aja lu" sahut Ival tertawa, "Iyalah ingetan gue bagus, emangnya elu" jawab Ainun tertawa juga.
"Itu karyawan CERN ?" tanya Arum dan Salma bersamaan, penasaran, "Iya." jawab Adi singkat. "Kok bisa gitu sihh" Latriaz seakan tak percaya, Aldopun tak percaya, "Iya gila kok bisa gitu". Hani tak berkomentar tapi melirik kearah ayahnya, Afifat. Baginya, dialah yang serba tahu atas CERN dan seluk-beluknya. "Ayah ?"
"Wendigo." ucap Stevian, yang lain segera menoleh kearahnya. "Wendigo itu makhluk mitos Amerika Serikat, awalnya manusia, tapi karena praktek kanibalisme terus-terusan, mereka berubah jadi Wendigo. Wujudnya tetep sama, tapi mereka jauh lebih kayak binatang dan monster daripada kayak manusia. Mereka biasanya keluar pas badai salju, kondisi gelap, serem deh" jelas Stevian, "Soalnya gue pernah liat di acara tv." tutupnya.
"Mereka.. merubah karyawan mereka sendiri ?" Salma melemparkan pertanyaan retoris, sementara Adi berlari kearah makhluk tewas lainnya, gelang nama di tangan makhluk itu bertuliskan 'Indira Aulia'. Anggota GIGN itu melirik kearah Afifat.
"Mereka membangkitkan makhluk mitos untuk menjadi tentara mereka.." ucap Afifat. Belum sempat kesebelas orang itu habis pikir, sebuah lampu sorot tiba-tiba menyala dari halaman gedung Hades, menembakkan cahayanya kearah pintu gedung itu.
BRAKKK!!!
Pintu kaca gedung itu pecah, puluhan, ratusan, atau mungkin ribuan makhluk bernama Wendigo itu berlarian keluar dari dalam, menyebar ke seluruh gedung CERN lainnya, berlarian, merangkak, dengan suara-suara penuh nafsu, dengan suara-suara penuh dendam.
"Lari!" Afifat mengomandoi. Mereka segera berlari menuju tangga darurat, tidak, tidak ada waktu untuk menunggu lift yang bisa saja penuh oleh makhluk kanibal itu, Jiwo mencabut sebilah pisau yang ia tancapkan di perut Evri yang sudah tewas itu, ia lalu berlari.
Baru saja dua lantai, Afifat melihat kearah jendela. Makhluk-makhluk itu merayap di pintu kaca gedung-gedung CERN yang lain, nampaknya mereka tak tahu cara membukanya. Afifat sempat tersenyum kecil, meledek, lantas beberapa detik kemudian tawanya berubah menjadi muka cemas. Makhluk itu mulai memukul-mukul pintu kaca, berusaha memecahkannya. Ia segera ambil langkah seribu.
Mereka berlari sekuat tenaga, menuju level teratas gedung Genesis, menuju level paling atas gedung dengan cincin energi itu, mereka hanya perlu mematikannya. Aldo dan Stevian berada di garis depan, dengan sebuah pistol digenggaman mereka, sementara Jiwo dan Ival kini berada dipaling belakang, bertugas menutup pintu tangga darurat setelah mereka menggunakannya.
Setelah lima belas menit penuh ketegangan dan kelelahan, mereka akhirnya sampai. Afifat mendobrak pintu tempat cincin itu berada.
Mereka tercengang. Cincin itu berupa gapura berbentuk setengah lingkaran dengan dinding-dinding berwarna putih disebelah kiri dan kanannya, membentuk lorong, mereka tidak ada apa-apa didalam sana selain ujung dinding lorong yang juga berwarna putih. Sebuah lorong tanpa penutup yang berada didalam ruangan dengan sebuah gapura setengah lingkaran ditengahnya.
Di sudut-sudut ruangan terdapat akuarium berbentuk kapsul yang berdiri vertikal. Isinya air dan sebuah tempat tidur rumah sakit yang diberdirikan, dibagian atasnya banyak selang-selang yang nampaknya telah dicopot. Jumlahnya belasan, mereka tak menghitung.
"Mari kita akhiri.." Afifat berjalan kearah beberapa perangkat supercomputer yang terdapat tak jauh dari gerbang cincin itu. Gerbang kematian itu. Ia mengambil tempat disalah satu kursi yang ada disana.
"Tunggu. Kau jelas-jelas tidak tahu apa yang kau lakukan." sebuah suara menghentikannya. Afifat menoleh, "Hani ?". Hanifa menggeleng.
"Ya. Aku Hani..."
Dari seberang ruangan yang tertutupi oleh dinding-dinding lorong cincin CERN, muncul lima belas orang yang berjalan kearah mereka. "Ini.." "Apa-apaan.." Kesebelas orang itu melangkah mundur sedikit.
Lima belas orang itu adalah kloning dari mereka sendiri. Aldo, Hani, Tama, Ainun, Ival, Arum, Salma, Stevian, Jiwo, Anwar, Latriaz, Adi, Afifat, bahkan Amel dan Fadhil yang telah mati.
Tapi bedanya, kelima belas orang itu memiliki mata yang sepenuhnya hitam.
-- To Be Continued --
No comments:
Post a Comment