After Pandora : Divided We Stand. (Part 5)
Oleh : Kanzia Rahman
Oleh : Kanzia Rahman
"Tuan." Caldha memasuki ruangan dengan terburu-buru, "Media melaporkan kemunculan adanya Jiwo Prayudo di jalan sektar hotel." lanjutnya. "Aku sudah tahu." jawab Aristo sambil merapihkan dasinya, "Tandai saja lokasi mereka, kemunculan mereka, bahkan sedikit penampakan saja dari mereka. Tandai." Tangan Aristo masih berkutat dengan dasi itu.
"Mereka menerima undanganku, dan lalatnya sudah berkerubung." Dasi itu kini terikat sempurna di leher Aristo.
"Jiwo. Nasib seluruh warga dunia bisa jadi ada ditangan lu, salah sedikit aja bisa fatal. Improve." Aldo menunduk sedikit, berusaha memberi nasihat sebelum Jiwo diwawancarai secara spontan oleh Sekar.
"Mereka menerima undanganku, dan lalatnya sudah berkerubung." Dasi itu kini terikat sempurna di leher Aristo.
"Jiwo. Nasib seluruh warga dunia bisa jadi ada ditangan lu, salah sedikit aja bisa fatal. Improve." Aldo menunduk sedikit, berusaha memberi nasihat sebelum Jiwo diwawancarai secara spontan oleh Sekar.
"Halo Do. Ini gue Stevian. Jiwo ga pake walkie-talkienya." jawab Stevian disebrang sana, Aldo mengangkat kepala, melihat kearah layar, telinga temannya itu tidak mengenakan apapun. Ia lalu kembali menggeleng-geleng kecil.
"Oke Jiwo, kenapa anda sendirian disini ?" tanya Sekar memulai wawancara. "Engg.." Jiwo belum menjawab. Semua kamera masih tertuju padanya. Satu dari tiga belas survivor atas tragedi CERN. "Aku terpisah hehe" jawabnya sambil tertawa kecil.
"Terpisah ?" Sekar bingung. "Iyaa kepisah, panjang ceritanya. Pokoknya kepisah aja." jawab Jiwo lagi, sambil tertawa lagi. Kedua belas orang lainnya mulai khawatir, takut Jiwo membeberkan penyamaran mereka tanpa sengaja.
"Kok bisa misah sih Step ?" tanya Tama mengernyitkan dahi, "Gatau Tam bentar ini gua juga lagi nyari Jiwo" jawab Stevian, langkah kakinya gesit melewati kerumunan orang, mencari temannya (yang entah bagaimana) bisa terpisah dari pengawasannya. "Coba Step lu dimana" Arum menyahut, sementara Salma memasukkan sepotong bagian roti baguette kedalam mulutnya besar-besar.
"Gua lagi panik Rum bentar, lu tau kafe yang catnya putih terus ada patung kucingnya itu ga?" jawab Stevian sekaligus bertanya, "Ohh iya Step tau" jawab Arum. "Hah kucing ? Emang kenapa ? Jiwo kepisah ?" Suara Hani terdengar, segera dibalas jawaban iya dari Tama.
"Nahh itu dari sana Step lu ke---" "Yaudah gini gini, urusan Jiwo itu lu pada dah yang urus, masalahnya acaranya udah mau mulai ini." Aldo memotong, "Good luck ye." Tutupnya lalu kembali fokus pada panggung. Seluruh lampu sudah dimatikan, juga layar berita yang terakhir menampilkan Jiwo yang masih belum ditanyai. Gelap total.
JEG!
Lampu pertama menyala dari sayap kiri dan kanan paling belakang, lalu lampu kedua, ketiga, dan seterusnya hingga baris terdepan. Layar panggung kini menampilkan logo CERN, Aristo lalu muncul sambil berjalan dari sebelah kiri panggung, semua yang hadir bertepuk tangan.
"Welcome to the future, ladies and gentlemen." Ballroom hotel itu lalu hening, "Selamat datang, para revolusioner." ucap Aristo membuka pidatonya seraya berjalan menuju mimbar.
"Nyusahin aja" ucap Ival sambil melepaskan jam tangannya, Adi tak menjawab. Mereka akan melewati metal detector lainnya sebelum menuju pintu otomatis besar berwarna putih tempat gudang penyimpanan CERN. Dua headset yang menjadi penghubung antara mereka dan tujuh orang teman mereka diluar sana pun ikut dilepas.
Tidak ada alat komunikasi antar mereka. "Gimana nih Nun" bisik Latriaz cemas, "Udah ikutin aja, santai sih" balas Ainun berbisik juga, "Yang penting 'kertas'nya ada di elu kan ?" Hanifa kini ikut berbisik, "Ada Han" Latriaz mengangguk.
Indira dan Evri sudah mendahului mereka, lalu disusul oleh Hanifa, Latriaz dan Ainun, Adi dan Ival terakhir. Mereka lalu menggunakan sabun cair yang disediakan. "CERN rupanya serius dan steril sekali ya" Adi melirik kearah Ival yang membalas dengan anggukan kecil, "CERN tidak ingin melakukan kesalahan seperti enam bulan lalu." jawab Evri bernada serius yang agak dipaksakan, "Ah masaa" sahut Latriaz, diikuti tawa kecil Ainun dah Hani.
"Jadi ini ruangannya ?" Adi berbasa-basi melihat sekeliling. Ia dan keempat orang temannya dan dua orang ilmuwan CERN itu kini sudah berada di gudang penyimpanan CERN yang terbilang luas, lantai dan dinding berwarna putih, hanya ada beberapa buah sprinkler system atau penyemprot air otomatis di langit-langit, tanpa cctv. Terdapat pula puluhan box hitam berisi perangkat-perangkat virtual reality yang belum dibagikan.
"Ada apa dibelakang sana ?" Hanifa melihat kearah pintu lainnya yang berjarak sekitar dua puluh meter dari tempat mereka berdiri. "Itu tempat penyimpanan untuk cairan kimia" jawab Indira sambil melihatnya juga, "Ih kayaknya keren, mau kesana" ujar Latriaz, Evri dan Indira lalu saling melirik beberapa saat.
"Mereka dulunya ilmuwan CERN ini Vri, sekoy apa" kata Indira, "Ayo sini, tapi yang cowok tunggu disini aja ya, cowok kan gitu ceroboh" lanjutnya. Ainun, Latriaz dan Hanifa mengikuti langkah kedua ilmuwan CERN itu menuju tempat penyimpanan untuk cairan kimia.
Evri menempelkan kartu pengenalnya, layar kecil berukuran 30x30 cm disebelah pintu itu lalu menunjukkan foto dan namanya dengan sebuah tanda centang hijau. Pintu putih itu terbuka, kelima orang itu lantas masuk, pintu kembali tertutup.
Puluhan, bahkan ratusan rak-rak dengan dus yang mengisi tiap lapisnya memenuhi ruangan penyimpanan cairan kimia. Mula-mulanya tiap rak digolongkan berdasarkan golongan dalam tabel periodik kimia, lalu berdasarkan alfabetnya. "Silahkan berkeliling." Kata Evri, ketiga orang itu lalu berpencar.
Adi dan Ival menyeringai, tinggal mereka berdua di ruangan penyimpanan perangkat virtual reality itu. Keduanya melirik kecil, mengangguk. Lantas berpencar menuju puluhan box hitam, merogoh kantung-kantung yang menggantung di pakaian mereka, mengeluarkan kertas-kertas dari sana, menyelipkan dan menyebarkannya di tiap box.
Kertas-kertas ajaib itu.
PRAAANG!!
Ival dan Adi melirik kearah gudang penyimpanan cairan kimia, mendengar suara sesuatu yang pecah. "Yah maaf" ucap Hani. Salah satu dus terjatuh, begitupula dengan gelas labu yang didalamnya, cairan bertumpahan di lantai putih, Evri dan Indira berlari kecil menuju Hanifa.
"Elu sih Han ceroboh haha" ledek Ainun sambil tertawa, "Yahh nyusahin lu Han" Latriaz mengikuti, keduanya lalu datang ke tempat dus itu terjatuh, cairan kimia dimana-mana. "Ya maaf ih kan udah minta maaf" jawab Hanifa, Indira dan Evri tak membalas, tangan-tangan mereka sedang mencoba segala usaha untuk menghentikan laju air, bahkan mengeringkannya.
"Dasar ceroboh." kata Ainun lalu menyeringai kecil, Hanifa dan Latriaz ikut tersenyum kecil, penuh arti.
"Stevian ?" Stevian menabrak seorang gadis Paris, "Stevian! 13 survivor!" Gadis itu berteriak, mereka langsung jadi pusat perhatian, "Stev, jangan bilang lo ikutan ketauan" bisik Salma. Mahasiswa berkacamata dengan wajah oriental itu menggeleng, "Salah orang" ucapnya pada gadis itu, ia menunduk dan mempercepat jalannya.
"Itu Stevian aaaa" teriak gadis lainnya, mengerubungi. Stevian tak bisa kemana-mana, langkahnya kini diikuti orang-orang yang ingin tahu, "Salma! Gimana dong?" bisik Stevian panik, "Ah Stevian juga ketauan alig" Arum menggeleng kecil. Hanya butuh waktu sebelum televisi lokal ikut menayangkannya di layar-layar televisi.
Handphone Aristo bergetar, ia meletakkannya di mimbar. Sebuah notification masuk, Caldha memberi tanda melalui sebuah koordinat yang dikirimkan ke hape Aristo, kemunculan mereka yang selamat dari tragedi CERN enam bulan lalu. Sudah ada dua tanda, satu untuk Jiwo, satu untuk Stevian.
"Baiklah para hadirin" Aristo melangkah dari mimbarnya, "Aku bisa melihatnya, aku bisa melihat bahwa diluar sana, revolusi besar-besaran sedang terjadi." Ia memotong sejenak, "Atau setidaknya, usaha untuk melakukan revolusi."
"Diluar sana, ada orang-orang yang tengah berjuang untuk melakukan perubahan besar pada dunia ini." Ballroom itu hening. Tanpa sepengetahuan Aristo, sebuah notification lainnya masuk ke hapenya, kini Caldha mengirim koordinat lokasi Arum yang juga terbongkar penyamarannya.
Arum sedang berjuang untuk kembali menjadi warga biasa, ia menundukkan kepala seraya menjauh dari kerumunan orang yang mengikutinya. Entah bagaimana tiba-tiba mereka mengenalinya sebagai Arum, ia sudah mencoba untuk tidak menarik perhatian sebisa mungkin, tapi gagal. Sementara Stevian akhirnya mengaku, kini ia sedang berfoto dengan masyarakat yang mengenalinya.
Hashtag #13Survivor pun menyeruak di dunia maya, dimulai dari kemunculan Jiwo, Stevian, lalu Arum. Ribuan tweet, status, post, memenuhi lini masa internet di awal malam hari itu. Tugas mereka semakin sulit karena kini semua orang akan mencari sepuluh orang lainnya yang selamat dari tragedi CERN enam bulan yang lalu itu.
Bagus dan Anwar memacu motornya lebih cepat, kini mereka berada tepat dibelakang kedua mobil polisi yang berada di belakang van trailer CERN. Keduanya lalu mengeluarkan mini crossbow, mengarahkan moncongnya kearah ban-ban mobil itu, dan..
JLEB!
Panah yang ditembakkan dari mini crossbow mereka menancap tepat di ban-ban mobil polisi, mereka lalu melempar senjata itu sembarang sementara kedua mobil polisi itu lumpuh, ban mereka bocor dengan cepat. Anwar dan Bagus segera memangkas jarak dengan van trailer milik CERN.
Anwar mengeluarkan sebuah bom sambil merogoh tasnya, sementara Bagus menembakkan pistolnya yang telah dilengkapi peredam kearah dua mobil polisi yang bannya bocor, empat peluru, empat polisi terluka. Akurat.
Anwar memperlambat motornya, mengatur timer pada bom waktu di tangannya, mereka sudah memasuki jalan menuju hotel dimana sepanjang jalan penuh oleh masyarakat yang berkumpul, menunggu pembagian perangkat virtual reality dari CERN.
Anwar melempar bom waktu itu, magnet kuat yang telah direkatkan di bom itu membantunya. Bom itu menempel sempurna di pintu belakang van trailer CERN. 1 menit lagi. Jika semua berjalan sesuai rencana, harusnya bom meledak dan menghancurkan kargo truk itu dan isinya.
Bagus dan Anwar kini mendekat, menuju bagian sayap truk, keduanya menembakkan pistol kearah kedua mobil polisi yang mengawal didepan truk, mengenai jok-jok mobil. "Salma Stevian Arum Jiwo mana nih kita udah deket!" Teriak Anwar. Stevian melihat kearah jalanan, truk itu sudah terlihat dari kejauhan, Ia pun menyuruh kerumunan orang yang berada disekitarnya untuk menjauh dari jalanan, Arum melakukan hal yang sama.
"Daritadi kita hanya berbicara tentang hal-hal yang tak terbatas diluar sana, tapi lebih baik kita keluar dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Bukan begitu, Tama dan Aldo ?" Ucap Aristo, lampu-lampu sorot mengarahkan cahayanya ke tempat duduk Tama dan Aldo. Keduanya menutupi muka dengan satu tangan.
"Fatah Aryatama dan Geraldo Alvito! Para hadirin, sambutlah dua dari tiga belas survivor, pahlawan kita !" Lanjut Aristo, semua orang yang hadir bertepuk tangan, kaget, kagum, diantara mereka rupanya ada dua dari tiga belas orang yang selamat dari tragedi CERN enam bulan lalu itu. Sementara Aristo berjalan menuju mimbar, total sudah ada lima tanda, Jiwo, Stevian, Arum, Tama dan Aldo.
"Tama dan Aldo ?" tanya Hanifa dari seberang, ia menghapus keringat di wajahnya dengan tissue, dalam perjalanan dari gedung CERN. "Sialan. Kita dijebak. Kalian berhasil ?" Tama menjawab, masih menunduk mencoba menghindari perhatian. "Baiklah, lebih baik kita semua ke halaman hotel, ada sesuatu yang telah menunggu diluar." Tama belum sempat mendengar jawaban Hani, sebentar lagi truck itu akan datang. Semua orang berdiri dari kursinya, melangkah menuju halaman hotel.
Salma dan Jiwo berusaha menjauhkan warga dari jalanan, menyuruh mereka untuk menjauh sementara masyarakat sekitar justru bertindak sebaliknya, berjalan mendekat kearah jalanan. Stevian dan Arum mendapat masalah yang sama, semua orang justru berjalan mendekati jalan raya.
Tiba-tiba sebuah goncangan terjadi. Tanah bergetar hebat, angin kencang berhembus. Motor yang dikendarai Bagus oleng. 5 detik menuju peledakan.
4.
"Bagus!" Teriak Anwar, ia pun kehilangan keseimbangan. Motornya terjatuh, ia melepaskan diri sementara motornya masih meluncur sejauh 10 meter. Lalu kembali berdiri di trotoar jalan.
3.
Tanah masih bergetar hebat. Angin makin kencang berhembus. Gemuruh petir terdengar di langit. "GEMPA BUMI!" Teriak seseorang dikerumunan masyarakat, panik.
2.
Bagus terjatuh dari motor, kendaraan roda dua berwarna hitam dengan strip kuning itu meluncur ke trotoar sejauh 5 meter. Bagus terpental dan masuk diantara ban-ban truck.
1.
"BAGUS!" Teriak Anwar semakin kencang, gempa belum berhenti, tanah bergoncang hebat, angin kencang kini diikuti suhu dingin, awan gelap berkumpul di langit.
...
..
.
.
BOOOOOOOMMMMM!!
JEG!
Lampu pertama menyala dari sayap kiri dan kanan paling belakang, lalu lampu kedua, ketiga, dan seterusnya hingga baris terdepan. Layar panggung kini menampilkan logo CERN, Aristo lalu muncul sambil berjalan dari sebelah kiri panggung, semua yang hadir bertepuk tangan.
"Welcome to the future, ladies and gentlemen." Ballroom hotel itu lalu hening, "Selamat datang, para revolusioner." ucap Aristo membuka pidatonya seraya berjalan menuju mimbar.
"Nyusahin aja" ucap Ival sambil melepaskan jam tangannya, Adi tak menjawab. Mereka akan melewati metal detector lainnya sebelum menuju pintu otomatis besar berwarna putih tempat gudang penyimpanan CERN. Dua headset yang menjadi penghubung antara mereka dan tujuh orang teman mereka diluar sana pun ikut dilepas.
Tidak ada alat komunikasi antar mereka. "Gimana nih Nun" bisik Latriaz cemas, "Udah ikutin aja, santai sih" balas Ainun berbisik juga, "Yang penting 'kertas'nya ada di elu kan ?" Hanifa kini ikut berbisik, "Ada Han" Latriaz mengangguk.
Indira dan Evri sudah mendahului mereka, lalu disusul oleh Hanifa, Latriaz dan Ainun, Adi dan Ival terakhir. Mereka lalu menggunakan sabun cair yang disediakan. "CERN rupanya serius dan steril sekali ya" Adi melirik kearah Ival yang membalas dengan anggukan kecil, "CERN tidak ingin melakukan kesalahan seperti enam bulan lalu." jawab Evri bernada serius yang agak dipaksakan, "Ah masaa" sahut Latriaz, diikuti tawa kecil Ainun dah Hani.
"Jadi ini ruangannya ?" Adi berbasa-basi melihat sekeliling. Ia dan keempat orang temannya dan dua orang ilmuwan CERN itu kini sudah berada di gudang penyimpanan CERN yang terbilang luas, lantai dan dinding berwarna putih, hanya ada beberapa buah sprinkler system atau penyemprot air otomatis di langit-langit, tanpa cctv. Terdapat pula puluhan box hitam berisi perangkat-perangkat virtual reality yang belum dibagikan.
"Ada apa dibelakang sana ?" Hanifa melihat kearah pintu lainnya yang berjarak sekitar dua puluh meter dari tempat mereka berdiri. "Itu tempat penyimpanan untuk cairan kimia" jawab Indira sambil melihatnya juga, "Ih kayaknya keren, mau kesana" ujar Latriaz, Evri dan Indira lalu saling melirik beberapa saat.
"Mereka dulunya ilmuwan CERN ini Vri, sekoy apa" kata Indira, "Ayo sini, tapi yang cowok tunggu disini aja ya, cowok kan gitu ceroboh" lanjutnya. Ainun, Latriaz dan Hanifa mengikuti langkah kedua ilmuwan CERN itu menuju tempat penyimpanan untuk cairan kimia.
Evri menempelkan kartu pengenalnya, layar kecil berukuran 30x30 cm disebelah pintu itu lalu menunjukkan foto dan namanya dengan sebuah tanda centang hijau. Pintu putih itu terbuka, kelima orang itu lantas masuk, pintu kembali tertutup.
Puluhan, bahkan ratusan rak-rak dengan dus yang mengisi tiap lapisnya memenuhi ruangan penyimpanan cairan kimia. Mula-mulanya tiap rak digolongkan berdasarkan golongan dalam tabel periodik kimia, lalu berdasarkan alfabetnya. "Silahkan berkeliling." Kata Evri, ketiga orang itu lalu berpencar.
Adi dan Ival menyeringai, tinggal mereka berdua di ruangan penyimpanan perangkat virtual reality itu. Keduanya melirik kecil, mengangguk. Lantas berpencar menuju puluhan box hitam, merogoh kantung-kantung yang menggantung di pakaian mereka, mengeluarkan kertas-kertas dari sana, menyelipkan dan menyebarkannya di tiap box.
Kertas-kertas ajaib itu.
PRAAANG!!
Ival dan Adi melirik kearah gudang penyimpanan cairan kimia, mendengar suara sesuatu yang pecah. "Yah maaf" ucap Hani. Salah satu dus terjatuh, begitupula dengan gelas labu yang didalamnya, cairan bertumpahan di lantai putih, Evri dan Indira berlari kecil menuju Hanifa.
"Elu sih Han ceroboh haha" ledek Ainun sambil tertawa, "Yahh nyusahin lu Han" Latriaz mengikuti, keduanya lalu datang ke tempat dus itu terjatuh, cairan kimia dimana-mana. "Ya maaf ih kan udah minta maaf" jawab Hanifa, Indira dan Evri tak membalas, tangan-tangan mereka sedang mencoba segala usaha untuk menghentikan laju air, bahkan mengeringkannya.
"Dasar ceroboh." kata Ainun lalu menyeringai kecil, Hanifa dan Latriaz ikut tersenyum kecil, penuh arti.
"Stevian ?" Stevian menabrak seorang gadis Paris, "Stevian! 13 survivor!" Gadis itu berteriak, mereka langsung jadi pusat perhatian, "Stev, jangan bilang lo ikutan ketauan" bisik Salma. Mahasiswa berkacamata dengan wajah oriental itu menggeleng, "Salah orang" ucapnya pada gadis itu, ia menunduk dan mempercepat jalannya.
"Itu Stevian aaaa" teriak gadis lainnya, mengerubungi. Stevian tak bisa kemana-mana, langkahnya kini diikuti orang-orang yang ingin tahu, "Salma! Gimana dong?" bisik Stevian panik, "Ah Stevian juga ketauan alig" Arum menggeleng kecil. Hanya butuh waktu sebelum televisi lokal ikut menayangkannya di layar-layar televisi.
Handphone Aristo bergetar, ia meletakkannya di mimbar. Sebuah notification masuk, Caldha memberi tanda melalui sebuah koordinat yang dikirimkan ke hape Aristo, kemunculan mereka yang selamat dari tragedi CERN enam bulan lalu. Sudah ada dua tanda, satu untuk Jiwo, satu untuk Stevian.
"Baiklah para hadirin" Aristo melangkah dari mimbarnya, "Aku bisa melihatnya, aku bisa melihat bahwa diluar sana, revolusi besar-besaran sedang terjadi." Ia memotong sejenak, "Atau setidaknya, usaha untuk melakukan revolusi."
"Diluar sana, ada orang-orang yang tengah berjuang untuk melakukan perubahan besar pada dunia ini." Ballroom itu hening. Tanpa sepengetahuan Aristo, sebuah notification lainnya masuk ke hapenya, kini Caldha mengirim koordinat lokasi Arum yang juga terbongkar penyamarannya.
Arum sedang berjuang untuk kembali menjadi warga biasa, ia menundukkan kepala seraya menjauh dari kerumunan orang yang mengikutinya. Entah bagaimana tiba-tiba mereka mengenalinya sebagai Arum, ia sudah mencoba untuk tidak menarik perhatian sebisa mungkin, tapi gagal. Sementara Stevian akhirnya mengaku, kini ia sedang berfoto dengan masyarakat yang mengenalinya.
Hashtag #13Survivor pun menyeruak di dunia maya, dimulai dari kemunculan Jiwo, Stevian, lalu Arum. Ribuan tweet, status, post, memenuhi lini masa internet di awal malam hari itu. Tugas mereka semakin sulit karena kini semua orang akan mencari sepuluh orang lainnya yang selamat dari tragedi CERN enam bulan yang lalu itu.
Bagus dan Anwar memacu motornya lebih cepat, kini mereka berada tepat dibelakang kedua mobil polisi yang berada di belakang van trailer CERN. Keduanya lalu mengeluarkan mini crossbow, mengarahkan moncongnya kearah ban-ban mobil itu, dan..
JLEB!
Panah yang ditembakkan dari mini crossbow mereka menancap tepat di ban-ban mobil polisi, mereka lalu melempar senjata itu sembarang sementara kedua mobil polisi itu lumpuh, ban mereka bocor dengan cepat. Anwar dan Bagus segera memangkas jarak dengan van trailer milik CERN.
Anwar mengeluarkan sebuah bom sambil merogoh tasnya, sementara Bagus menembakkan pistolnya yang telah dilengkapi peredam kearah dua mobil polisi yang bannya bocor, empat peluru, empat polisi terluka. Akurat.
Anwar memperlambat motornya, mengatur timer pada bom waktu di tangannya, mereka sudah memasuki jalan menuju hotel dimana sepanjang jalan penuh oleh masyarakat yang berkumpul, menunggu pembagian perangkat virtual reality dari CERN.
Anwar melempar bom waktu itu, magnet kuat yang telah direkatkan di bom itu membantunya. Bom itu menempel sempurna di pintu belakang van trailer CERN. 1 menit lagi. Jika semua berjalan sesuai rencana, harusnya bom meledak dan menghancurkan kargo truk itu dan isinya.
Bagus dan Anwar kini mendekat, menuju bagian sayap truk, keduanya menembakkan pistol kearah kedua mobil polisi yang mengawal didepan truk, mengenai jok-jok mobil. "Salma Stevian Arum Jiwo mana nih kita udah deket!" Teriak Anwar. Stevian melihat kearah jalanan, truk itu sudah terlihat dari kejauhan, Ia pun menyuruh kerumunan orang yang berada disekitarnya untuk menjauh dari jalanan, Arum melakukan hal yang sama.
"Daritadi kita hanya berbicara tentang hal-hal yang tak terbatas diluar sana, tapi lebih baik kita keluar dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Bukan begitu, Tama dan Aldo ?" Ucap Aristo, lampu-lampu sorot mengarahkan cahayanya ke tempat duduk Tama dan Aldo. Keduanya menutupi muka dengan satu tangan.
"Fatah Aryatama dan Geraldo Alvito! Para hadirin, sambutlah dua dari tiga belas survivor, pahlawan kita !" Lanjut Aristo, semua orang yang hadir bertepuk tangan, kaget, kagum, diantara mereka rupanya ada dua dari tiga belas orang yang selamat dari tragedi CERN enam bulan lalu itu. Sementara Aristo berjalan menuju mimbar, total sudah ada lima tanda, Jiwo, Stevian, Arum, Tama dan Aldo.
"Tama dan Aldo ?" tanya Hanifa dari seberang, ia menghapus keringat di wajahnya dengan tissue, dalam perjalanan dari gedung CERN. "Sialan. Kita dijebak. Kalian berhasil ?" Tama menjawab, masih menunduk mencoba menghindari perhatian. "Baiklah, lebih baik kita semua ke halaman hotel, ada sesuatu yang telah menunggu diluar." Tama belum sempat mendengar jawaban Hani, sebentar lagi truck itu akan datang. Semua orang berdiri dari kursinya, melangkah menuju halaman hotel.
Salma dan Jiwo berusaha menjauhkan warga dari jalanan, menyuruh mereka untuk menjauh sementara masyarakat sekitar justru bertindak sebaliknya, berjalan mendekat kearah jalanan. Stevian dan Arum mendapat masalah yang sama, semua orang justru berjalan mendekati jalan raya.
Tiba-tiba sebuah goncangan terjadi. Tanah bergetar hebat, angin kencang berhembus. Motor yang dikendarai Bagus oleng. 5 detik menuju peledakan.
4.
"Bagus!" Teriak Anwar, ia pun kehilangan keseimbangan. Motornya terjatuh, ia melepaskan diri sementara motornya masih meluncur sejauh 10 meter. Lalu kembali berdiri di trotoar jalan.
3.
Tanah masih bergetar hebat. Angin makin kencang berhembus. Gemuruh petir terdengar di langit. "GEMPA BUMI!" Teriak seseorang dikerumunan masyarakat, panik.
2.
Bagus terjatuh dari motor, kendaraan roda dua berwarna hitam dengan strip kuning itu meluncur ke trotoar sejauh 5 meter. Bagus terpental dan masuk diantara ban-ban truck.
1.
"BAGUS!" Teriak Anwar semakin kencang, gempa belum berhenti, tanah bergoncang hebat, angin kencang kini diikuti suhu dingin, awan gelap berkumpul di langit.
...
..
.
.
BOOOOOOOMMMMM!!
-To Be Continued-
No comments:
Post a Comment