Sunday, August 21, 2016

Guardians Of The Universe : Vision. (Part 5) (End)

Guardians Of The Universe : Vision. (Part 5) (End)
Tribute to Arsenal Fans Community
Oleh : Kanzia Rahman


Matahari tenggelam di ufuk timur. Cahaya senja menyinari kota Montpellier sore ini. Warna gelap kemerahan memenuhi langit dan mendominasi pemandangan. Taksi yang mereka tumpangi meliuk-liuk, melewati jalanan kota di bagian selatan Perancis itu. Dua dari lima orang yang mengisinya sedang tertidur.


GPS taksi mengarahkan mobil itu berbelok, dengan suara perempuan yang otomatis mengikuti jalur perjalanan. Sang supir sibuk menyeimbangkan antara gas dan rem, jalanan ramai. Kevin yang duduk disebelahnya tak banyak bicara, hanya diam sepanjang perjalanan. Pun Sukma yang duduk dibelakangnya, disebelah perempuan itu, Atifah dan Zaki tertidur nyenyak.

"Kau tidak tidur ?" tanya Sukma membuka pembicaraan. Kevin melirik sebentar ke belakang, melambaikan tangan, "Tidak. Aku dengan senang hati melakukannya di tempat tujuan kita nanti."

"Aku belum tahu banyak soal ini." ucap Sukma, "Tifa menjelaskan banyak ketika aku sedang makan, jadi aku tak bisa memperhatikannya." lanjutnya. Sang supir taksi mengendurkan injakannya pada pedal gas, lantas menginjak pedal rem lebih dalam, lalu berbelok. Jalanan kota ramai oleh pusat perbelanjaan dan restoran sepanjang jalan protokol.

"Nanti kujelaskan." jawab Kevin pendek. Sukma menghembuskan nafas panjang, lalu melihat keluar jendelanya. Tak banyak bicara. Taksi kembali berbelok, kali ini sebuah jalan yang hanya cukup untuk satu mobil dengan mobil-mobil lainnya berjejer sepanjang bahu jalan. Mereka hampir sampai. Taksi itu memperlambat lajunya.

"9 Rue Bornier." ucap supir taksi seraya mobil berhenti sepenuhnya. Ia lalu menekan tombol pada display argometer yang berada tepat dibawah GPS mobil. Kevin memberikan kartu debitnya, sang supir lalu menggesekkan kartu tersebut ke alat yang ditancapkan ke mobil, Electronic Data Captures. Kevin lalu menekan beberapa angka PINnya. Selembar kertas catatan pembayaran keluar perlahan, lalu diberikan kepada Kevin oleh sang supir.

Atifah dan Zaki sudah terbangun sejak beberapa menit lalu, mereka semua lalu keluar dari taksi. Menenteng bawaannya masing-masing. Kevin memimpin langkah ketiga orang dibelakangnya memasuki pekarangan hotel.

Setelah berbagai prosedur yang melelahkan. Kevin memegang dua buah kartu kamar, diikuti Zaki, Atifa, dan Sukma. Keempatnya memasuki sebuah lift.

"Aku sudah tak sabar." ucap Zaki menggebu-gebu. Tifa tersenyum tipis. "Akupun haha" sahut Kevin tertawa lepas. "Ini misi keduaku bersama kalian, aku yang lebih tak sabar haha" kata Sukma setuju. "Santai saja, tidak akan ada hal buruk selama kau tidak menginginkannya" Kevin menenangkan.

"Tifa, kau terlihat gugup ?" tanya Zaki, "Tidak." balas Tifa sambil tertawa kecil. Pintu lift membuka, Kevin memimpin jalan keluar. Mereka berbelok kiri, lalu berbelok sekali lagi di persimpangan kedua. Disebelah kiri mereka adalah pintu-pintu kamar, sementara sebelah kanan adalah jendela-jendela. Koridor sebuah hotel di Perancis.

"Hey Zak. Kau mendengar bunyi sesuatu ?" tanya Tifa berbisik kecil ke Zaki, Sukma berjalan didepan mereka, Kevin berada dipaling depan mereka bertiga. Zaki menoleh, "Bunyi apa?" "Semacam bunyi kecil begitu, ketukannya sama, tapi lama-lama semakin cepat."

BOOOOOOMMMMM!!!!

Sebuah ledakan muncul dari dalam kamar, Kevin terpental ke belakang, lantas menghancurkan kaca jendela. Tubuhnya menghantam tanah dengan kepala terlebih dahulu.

1 down, 3 to go.

"KEVIN!!" Teriak Sukma lantas melihat kebawah melalui jendela yang sudah pecah. Tifa dan Zaki terpaku ditempat.

DORRR!!!

Sebuah peluru tiba-tiba ditembakkan dari dalam kamar, tepat menembus kepala perempuan berkacamata itu. Tubuhnya segera terjatuh dari jendela yang kacanya sudah pecah itu.

Dua orang laki-laki lalu keluar dari sana. Yang satu memegang pistol dan menodongkannya kearah Zaki, yang satu lagi berada dibelakangnya. Menggunakan setelan jas rapih layaknya direktur.

"Rapih. Aku suka." Seorang pria lainnya telah berada dibelakang Zaki dan Tifa. Disebelahnya seorang pria juga berdiri. Menggunakan kacamata.

"Kau sudah mendapat bahan untuk tulisanmu selanjutnya, Windu ?" "Sudah, Recky. Aku sudah menyaksikan semuanya. Sangat bagus untuk menjadi cerita utama novelku." Mereka berdua bercakap. Yang menjawab adalah yang menggunakan kacamata.

"Rupanya kau tak salah menjadi pembunuh perusahaanku, Ryan." Kini giliran pria berdasi yang angkat bicara sambil menepuk pria didepannya. "Terima kasih. Monsieur Rozi." jawab orang itu, tangannya masih mengarahkan senjata pada Zaki.

Zaki tak bergeming tapi menunjukkan ekspresi kemarahan pada Ryan. Matanya melotot tajam. Atifa pun sama. Bedanya, dia tak berani memandang kearah Ryan maupun Rozi. Dia hanya menunduk..

DORRR!!!

Zaki tumbang. Jasadnya tergeletak di samping Atifa. Perempuan itu tak bisa berkata apa-apa, juga beraksi apa-apa. Dia akan mati disini. Dia akan dibunuh disini. "Tunggu apa lagi ? Ayo cepat!" Bentak Recky. "Aku tak pernah tega untuk menembak perempuan." jawab Ryan lalu mengokang pistolnya.

"Hahaha. Kalau begitu biar aku saja." Rozi lalu mengeluarkan pistolnya. Mengarahkan moncongnya kearah Tifa, dan..

DORRR!!!!

Semua gelap.
...
..
.
.
.

-----//////-----

"9 Rue Bornier." ucap supir taksi seraya mobil berhenti sepenuhnya. Ia lalu menekan tombol pada display argometer yang berada tepat dibawah GPS mobil. Kevin memberikan kartu debitnya, sang supir lalu menggesekkan kartu tersebut ke alat yang ditancapkan ke mobil, Electronic Data Captures. Kevin lalu menekan beberapa angka PINnya. Selembar kertas catatan pembayaran keluar perlahan, lalu diberikan kepada Kevin oleh sang supir.

Atifah dan Zaki sudah terbangun sejak beberapa menit lalu, mereka semua lalu keluar dari taksi. Menenteng bawaannya masing-masing. Kevin memimpin langkah ketiga orang dibelakangnya memasuki pekarangan hotel.

Setelah berbagai prosedur yang melelahkan. Kevin memegang dua buah kartu kamar, diikuti Zaki, Atifa, dan Sukma. Keempatnya memasuki sebuah lift.

"Aku sudah tak sabar." ucap Zaki menggebu-gebu. Tifa tersenyum tipis. "Akupun haha" sahut Kevin tertawa lepas. "Ini misi keduaku bersama kalian, aku yang lebih tak sabar haha" kata Sukma setuju. "Santai saja, tidak akan ada hal buruk selama kau tidak menginginkannya" Kevin menenangkan.

'Tidak ada apa-apa yang terjadi. Itu semua hanya mimpi..' pikir Tifa, keringat mulai membanjiri tubuhnya..

"Tifa, kau terlihat gugup ?" tanya Zaki, "Tidak." balas Tifa sambil tertawa kecil. Pintu lift membuka, Kevin memimpin jalan keluar. Mereka berbelok kiri, lalu berbelok sekali lagi di persimpangan kedua. Disebelah kiri mereka adalah pintu-pintu kamar, sementara sebelah kanan adalah jendela-jendela. Koridor sebuah hotel di Perancis.

NIT NIT NIT...
...
.
.

"KEVIN! JANGAN!!" Teriak Tifa.
...
.
.

BOOOOOOMMMMM!!!!


--The End--

No comments:

Post a Comment