Friday, June 3, 2016

Sing Me To Sleep.

Sing Me To Sleep.
Oleh : Kanzia Rahman


Angin berhembus kencang. Menerpa pepohonan dan menggugurkan dedaunan di batangnya. Senja baru saja dimulai. Dengan kilatan cahaya matahari terhangat yang pernah kurasakan, udara melintasi tatapan tiap mata yang sedang berkendara, hewan-hewan kecil seolah terbang diterjang oleh kendaraan kita, kawan.




Nama jalanan yang sedang kita lalui itu bernama waktu. Di punggung waktu, kita adalah sekumpulan anak-anak yang ugal-ugalan dan melupakan kondisi sekitar. Kita adalah kerumunan kaki-kaki kecil manusia yang terus bergerak, melangkahi kerikil kecil tanpa masalah. Kita melayang melampaui fantasi karena imajinasi. Kita adalah raja dengan istana pikiran masing-masing.

Sudut-sudut jalanan itu bernama kenangan. Kita telah meninggalkan jejak terbaik yang tanpa sengaja kita buat. Memori tak selalu tentang masa remaja yang labil dan penuh dramatisir. Tapi kukira, cerita ini adalah cerita yang tak akan pantas untuk dibuat dengan predikat 'biasa saja'.


Kita terbuai, jalanan yang disebut waktu itu terlalu mulus. Langkah kita terlalu cepat, roda-roda kendaraan kita terlampau kencang. Dimana akhirnya kita menghempas pembatas jalan, bertebaran di sudut-sudut dan terpisah satu sama lain. Waktunya telah datang, kita sampai di garis akhir dan tak bisa kemana-mana selain tercerai-berai.


Ayolah. Siapa yang akan menerima kenyataan tentang perpisahan ? Hantaman itu terlalu keras. Aku terhempas, terpental dan menabrak dinding-dinding dingin waktu. Ah, ini sakit.

Beberapa penulis memang hakikatnya mendapat imajinasi dan sastra lewat segala jenis sakit. Beberapa lagi menulis dengan segelas kopi ataupun teh hangat. Semesta meletakkanku pada kategori pertama.

Tidak, aku belum mati. Bukan pingsan juga, ini sesak. Perihal kita, dan mimpi-mimpi kecil belum terwujud itu. Perihal kisah yang belum kita selesaikan, tentang jalanan-jalanan yang belum kita lewati, tentang perjuangan yang telah kita lewati, dan tentang lainnya.

Tunggu sebentar, biarkan aku bernafas kecil. Ingatkan aku tentang suara bisikan, persuasi, dan tawa kalian. Mulut-mulut itu bergerak tapi aku tak dapat mendengar apa-apa, tidak ada pilihan. Sebuah melodi mengalir di otakku. Mengalun dalam tiap langkahku.

Persetan dengan kode, ataupun rahasia yang biasanya kutitipkan melalui huruf pertama tiap paragraf tulisanku. Tidak akan ada apa-apa disini. Persimpangan terakhir dimana akhirnya kita akan memunggungi satu sama lain.

Tidak tidak. Tidak ada perpisahan diantara kita, bukan begitu? Tidak ada yang saling melupakan, tidak ada yang pergi meninggalkan pun diam ditinggalkan. Bukan begitu ?

Langit gelap dan kelabu. Sepertiga senja yang kental dengan suasana religius itu telah lewat. Udara kali ini dingin, sangat. Tidak ada nyanyian burung, bisik-bisik sepi, ataupun bunyi telapak kaki kita yang terdengar tak asing di telinga ini.

Waktu terus berjalan, kendati aku telah terhempas diantaranya. Mungkin ini adalah dimana saat-saat aku mengutuk sang 'waktu'. Membunuhnya, menghentikan geraknya untuk mengucapkan semua yang belum pernah kuucapkan dan berkecamuk didalam hati, bisuku akan menganggu. Atau mungkin juga ini saat dimana aku berandai akan adanya geseran tektonik. Dimana jalan waktu ini akan berlanjut, membelok ke dimensi paralel yang tak pernah ada.

Andai, ya. Pengandaian akan selalu menjadi alternatif, dimana dunia berubah menjadi milikmu dan imajinasimu sendiri. Tanpa batasan dan tanpa akhir, kurasa fantasiku sekarang sedang terbang, mengutuk waktu, mengulang-ulang beberapa peristiwa dan memori penting yang tak akan terulang. Ini jauh lebih sulit dibanding berfantasi tentang cerita-ceritaku.

Tapi itu semua hanya eksis dalam imajinasiku.

Ketahuilah, Berbicara tentang cerita dan imajinasi. Aku akan selalu mengingat kalian. Dalam runtutan doa penuh makna di tiap waktu. Kalian akan tetap menjadi tulisan terindah dan paling puitis yang pernah kubuat sekalipun, the most poetic poem. Masterpiece yang takkan pernah kulupakan..

Perihal kekonyolan kita..
Perihal kekonyolan kita yang takkan pernah gagal membuatku tertawa lepas. Tanpa beban, tanpa masalah, kita semua benar-benar lupa akan setiap rintangan yang bisa saja mendera. Tapi siapa peduli ? Lagipula komedi kita adalah hal terhangat yang akan selalu terekam di memori otak ini.




Atau tentang kebersamaan dan kekompakan kita. Dimana kita berubah menjadi rantai yang erat satu sama lain, diantara partikel-partikel yang menyerap kedalam rongga. Berbagi oksigen dan udara dibawah payung hujan deras yang turun kala itu. Berbagi, bekerjasama, dan tentu saja, membantu sama lain.

Aku akan rindu akan itu semua.



Bahkan tentang keisengan, bercanda di suasana genting, mengambil sebuah handphone dan mengabadikannya dalam bentuk digital. Percayalah, aku akan rindu akan itu semua.




Kita akan bertemu lagi, kawan, segera, disuatu tempat entah kapan nanti. Percayalah, aku takkan pernah selesai mengucapkan terima kasih atas semua yang telah kalian berikan.



Diatas sana suatu hari nanti, saat kita telah mencapai puncak kesuksesan. Dimana kita akan berjumpa dan berbagi cerita, lalu tertawa dengan wajah yang menua. Berbicara perihal segala sesuatu tanpa jarak, seakan kita takkan pernah bertemu lagi, I'll see you in the future when we're older, and we are full of story to be told.


Dan esok, esok takkan pernah datang. Tidak ada acara 'perpisahan' seperti dituliskan. Besok adalah hari berterima kasih, dan hari perjanjian untuk tidak saling melupakan dan menunjukkan punggung. Percayalah. Tidak akan ada "good bye" maupun "Au revoir". Tidak ada. Kita akan berkata, "See you again."

Maka nyanyikan aku sebuah lagu untuk tidur. Bawa aku terlelap. Biarkan aku tenggelam dalam mimpi penuh imajinasi yang lebih tinggi daripada fantasi. Bangunkan aku jika nanti kita kelak berjumpa lagi..

Sing me a lullaby, sing me to sleep.




My deepest thanks goes to :
72 Zegevierend
82 Octopus Doublius
96 Noveolus Genevus
Polaritiè31
SMP Yaspen Tugu Ibu 1 Depok
.
.
.

---Thank You---

No comments:

Post a Comment