Thursday, June 9, 2016

Guardian Of The Universe : Bonsoir. (Part 1)

Guardians Of The Universe : Bonsoir. (Part 1)
Tribute to Arsenal Fans Community
Oleh : Kanzia Rahman


"“Selamat untukmu, diriku.”" Manusia dibalik layar laptop 13.3 inch itu tersenyum kecil. Ia lalu berpikir sejenak, melihat sekelilingnya. Beberapa kotak berisi coklat dan kado lainnya dari penggemar tergeletak bersama sebuah tas hitam di salah satu sudut ruangannya. Sebuah kotak kecil justru bertengger diatas mejanya saat ini. Berlabel "Hot wheels special edition" diatasnya, ia memastikan kado itu spesial.

Ia lalu mengarahkan kursor laptopnya kearah kotak berwarna kuning dengan kata 'Publish' berwarna putih didalamnya, lalu mengklik kotak itu. Tampilan layar laptopnya kini berubah, otomatis menampilkan seluruh postingan di blog pribadinya yang mungkin hanya satu, atau dua orang yang tahu.





Windu Sebastien Aji. Seorang penulis yang namanya telah dikenal seantero Perancis. Beberapa buku yang telah ia tulis menaikkan namanya, tapi yang paling terkenal diantara itu adalah trilogi 'Polaris'. Dimana ia berhasil menyatukan genre Thriller, Romance, Drama, dan Crime dalam 3 buku secara logis dan lengkap.

"Qui dit Amour dit les gosses,
dit toujours et dit divorce.
Qui dit proches te dit deuils car les problèmes ne viennent pas seuls.
Qui dit crise te dit monde dit famine dit tiers-monde.
Qui dit fatigue dit réveil encore sourd de la veille,
Alors on sort pour oublier tous les problèmes.

Alors on danse...
Alors on danse... 
Alors on danse..."

Sebuah lagu Stromae yang berjudul Alors on danse menyala dari handphonenya. Seraya laki-laki bertubuh 169 cm itu berjalan keluar ruangan menuju balkon, kulitnya yang kecoklatan diterpa cahaya bulan. Ia sedang berlibur. Kota Notre Dame de Bellecombe yang berada di tenggara Perancis menjadi destinasinya, dari belakang teralis kayu balkon yang diukir di villa yang sedang ia tempati itu, ia dapat melihat gunung Mont Blanc yang gagah.

Tiba-tiba lagunya berhenti mengalun. Layar sebesar 5.1 inch handphonenya itu menampilkan sebuah nama disertai bunyi ringtone panggilan telepon masuk. Nama itu tak asing baginya.

"Bonsoir, Monsieur Windu." Ucap suara di seberang. "Ada apa tengah malam begini ?" Tanya Windu tanpa basa-basi, setelah beberapa kalimat pendek, sang penulis segera menuruni lantai 2 villa itu. Menaiki motor kesayangannya, lalu tancap gas.

Malam itu lengang. Motornya membelah jalanan kota dan menuruni jalanan pegunungan Rhône-Alpes. Jarum merah pada speedometernya menunjukkan angka 120 km/jam. Ada sesuatu yang mendesaknya dari liburan pada hari ulang tahunnya kali ini.

"Woah woah.." ucap seorang polisi yang sedang berada di belakang belasan layar yang menampilkan gambar CCTV dari seluruh penjuru kota. Polisi itu mengenakan seragam lengkap, dengan sebuah nametag bertuliskan 'Frédéric Ruri', berbadan tegap berkulit putih dengan segaris kumis tipis diantara hidung dan mulutnya.

"Piket malam, Rur ?" Seorang polisi lainnya datang dengan membawa segelas kopi. Polisi itu memiliki badan tegap dan kulit berwarna kuning langsat, sebuah nametag di seragamnya bertuliskan 'François Thomas Ridwan', ia lalu ikut melihat ke beberapa layar yang terpampang di hadapan mereka.

"Tidak. Hanya bersantai, masih ada setumpuk laporan yang harus kukirim ke pusat." Jawab Ruri dengan nada rendah, "Kapten kita akan marah jika menemuiku sedang bermalas-malasan seperti ini." Lanjutnya. "Ayolah, jangan terlalu serius." Balas Ridwan, "Pak kepala sedang fokus pada perekrutan agen-agen baru." Tutupnya. Mereka berdua lalu mengobrol kecil menanti pagi.

4 jam kemudian, semburat merah tampak dari ufuk timur. Sebuah motor BMW seri R1200 GS yang mesinnya semalaman menderu kencang kini mereda. Motor itu berhenti didepan sebuah perusahaan farmasi terbaik seantero Paris. Sang pengemudinya membuka kaca helm lalu menunjukkan kartu identitas pada security yang berjaga. "Bienvenue, Monsieur Windu." Ucapnya diikuti sebuah anggukan kecil dari Windu, gerbang pun terbuka, motor itu lalu menuruni jalan menuju basement parkir.

Ia lalu memarkirkan motor, berjalan dengan tempo cepat menuju lantai 13 yang berada di gedung pencakar langit itu. Telepon tadi seolah menjadi alarm darurat baginya.

Gedung ini tampak lengang. Lift tak berhenti sejak Windu memasukinya dari basement tadi, langsung menuju tempat tujuannya. Berjalan kecil menelusuri tiap persimpangan di lantai 13. Otaknya sudah menyiapkan jalur tercepat menuju ruangan yang ia tuju dan menganggap lantai ini layaknya labirin.

"Ah, ini dia tamu kehormatan kita. Monsieur!" Seorang pria bertubuh besar dan berisi segera menyapanya hangat. "Edgar Ludovic Rozi." Ia lalu berjabat tangan dengan Windu, "Ryan William Bhagaskara." Susul seorang laki-laki dengan tinggi jangkung kira-kira 190an cm, bertubuh kurus dan berambut klimis.

Satu lagi lelaki berjabat tangan dengan Windu, ia memiliki tubuh tinggi, bermata agak sipit dan pipi yang berisi. "Recky Maximilien Renold" kenalnya tegas. Dan yang terakhir, satu-satunya perempuan diruangan itu. Wajahnya oriental, dengan mata sipit dan rambut panjang sebahu. "Agnes Victoria Adeartha" ucapnya sambil tersenyum manis tapi tak menjabat tangan sang penulis itu.

"Kudengar kau yang menulis trilogi 'Polaris' ?" lanjut Agnes lalu menawarkan jabatnya, "Kau memang sedang berjabat tangan dengan penulisnya." balas Windu kecil. "Polaris ? Apa itu komik atau semacamnya ?" tanya Recky memecah eyelock yang sedang terjadi antara mereka berdua. "Itu novel, Ky. Kau harus membacanya segera." jawab Agnes lalu melepas jabat tangannya. Rozi tak ingin berlama-lama, ia segera mempersilahkan keempat orang selain dia diruangan itu untuk duduk.

"Nah, saatnya duduk, ladies and gentlemen. Kita mempunyai sesuatu untuk dibahas disini."


-- To Be Continued --

No comments:

Post a Comment