Moment Of Truth
Oleh : Kanzia Rahman
Oleh : Kanzia Rahman
Terduduk ku disini..
Hanya berteman dengan sepi. Berbaur dan beradaptasi..
Alangkah kurangajarnya sepi, menghadirkan dingin dalam udara malam ini.
Nebula di ujung semestapun merasakannya.
Kedinginan, pun kesepian ini..
Yakinkan aku, bahwa kalian masih disini.
Orasi perpisahan sudah dibuat, kawan..
Universumku berguncang. Semesta ini goyah.
.
.
Fantasi ini hadir lagi..
Rintik-rintik gerimis itu takkan pernah usai..
Imajiner selalu punya dunia sendiri.
Entah. Sebut aku Imajiner. Sebut aku apapun itu.
Namun dipenghujung hari,
Disaat matahari akan tenggelam, pun rembulan sedang bersiap.
Semua harus selesai, semua harus berakhir.
.
.
.
Aku belum menulis judul untuk puisi diatas. Begitupula untuk beberapa sajak yang kutulis dan kubagikan di media sosial. Jujur, aku sedang bingung.
Oiya. Kali ini aku menulis dibawah sinar bulan yang mencapai 97% atau hampir sepenuhnya terlihat, ditemani segelas coklat panas biasa. Tanpa bintang, dan kondisi langit berawan menyebabkan bulan itu tampak-tak-tampak.
Aku selalu terpesona oleh kemewahan langit malam. Entah itu tentang bintangnya, atau cerahnya sang rembulan diantara mereka. Aku hanya setitik kecil manusia yang dilewati gemerlap dari berbagai warna diatasku saat matahari terbenam.
Dan, aku selalu penasaran. Tentang kecantikan rembulan dan terangnya Ia dimalam hari, atau alasan semesta memberikan sedikit keindahannya pada senyummu, bahkan tentang kelahiran-kematian bintang dan galaksinya. Aku menyukai segala sesuatu yang misterius.
Itulah alasan mengapa Aku suka menulis. Menyelipkan pesan rahasia diantara huruf-huruf itu, menyulap warna hitam-putih menjadi spektrum warna yang colorful didalam pikiran mereka melalui sentuhan magis dari imajinasi masing-masing personal, lalu menghadirkannya dalam bayang-bayang otak mereka.
Aku menulis banyak, menyimpan rahasia didalamnya dengan kadar yang sama banyak. Aku menulis lagi dengan huruf yang lebih sederhana, tapi terlalu banyak pesan yang ingin kutitipkan didalamnya. Bait demi bait tulisanku menjadi tak murni sastra, ia menjadi sebuah kode yang ingin dipecahkan.
Aku suka membuat kalian penasaran. Menebak-nebak jawaban tak pasti itu, menerka-nerka seolah kalian tahu pasti apa yang ada didalamnya, bermain dengan aksara yang berbaris rapih di berbagai tulisanku, melihat wajah-wajah penasaran itu. Aku selalu suka pada rasa ingin tahu.
Dan aku akan jauh lebih suka pada wajah-wajah mereka yang menemukan rahasia yang kuselipkan. Para pencari yang teliti. Raut wajah puas dan kemenangan yang tampak itu tersalur ke raut wajahku juga. Simple.
Logikanya begini. Seluruh hidup itu sebenarnya rahasia, bukan ? Ada 3 instrumen terpenting dalam orkestra permainan ini.
Rahasia yang sangat rahasia seperti tanggal kematian dan jodoh. Dan, rahasia yang disembunyikan seperti rasa, sesulit apapun itu, kita tak akan bisa menyembunyikan rasa yang dikubur dalam hati, malah menambah sulit perjuangan kita. Haha. Dan instrumen terakhir tentu saja sang penyimpan rahasia, bisa jadi itu Tuhan, bisa jadi itu diri kita sendiri, tergantung jenis rahasianya.
Rahasia yang sangat rahasia seperti tanggal kematian dan jodoh. Dan, rahasia yang disembunyikan seperti rasa, sesulit apapun itu, kita tak akan bisa menyembunyikan rasa yang dikubur dalam hati, malah menambah sulit perjuangan kita. Haha. Dan instrumen terakhir tentu saja sang penyimpan rahasia, bisa jadi itu Tuhan, bisa jadi itu diri kita sendiri, tergantung jenis rahasianya.
Seperti ini. Satu buah rahasia umum, tiap pasangan adalah para pengguna topeng. Memilih gaun dan topeng terbaik, lalu menari dengannya. Licik ? Tentu. Tapi kelicikan itu sudah menjadi satu hal yang tak licik lagi. Saat satu orang melakukan kejahatan, maka ia akan dianggap jahat, tetapi ketika kejahatan itu sudah dilakukan banyak orang, maka hal itu bukan kejahatan lagi.
Itulah sebabnya aku tak pernah mau berada ditengah-tengah pengguna topeng. Semuanya adalah sandiwara, dengan skrip dan skenario yang sudah sangat biasa. Maaf.
Bahkan sekarang pun. Hidup masih menjadi rahasia. Pernah tahu kejadian apa yang akan terjadi beberapa jam lagi? Akupun tak tahu. Manusia adalah makhluk paling sempurna di muka bumi ini, tapi tetap dengan batasan-batasannya.
Tulisanku tak pernah kosong. Paragraf demi paragraf yang tertulis akan selalu memiliki pesan. Tak percaya ? Coba baca puisi diatas secara vertikal. Huruf pertama dari tiap baris. Kalian akan menemukan sesuatu.
Banyak dari tulisanku yang mengandung rahasia dan dapat diketahui melalui cara yang sama. Jadi, selamat mencari.
Satu lagi. Post selanjutnya akan tentang nostalgia. Fase rindu yang akan kujalani. Dingin dan sepi saat perpisahan nanti. Stay tune. 👌
--Selesai--
No comments:
Post a Comment