Monday, June 13, 2016

Guardian Of The Universe : Four Season. (Part 2)

Guardian Of The Universe : Four Season. (Part 2)
Tribute to Arsenal Fans Community
Oleh : Kanzia Rahman


"Huh.." Recky menghembuskan nafas, kedua jari tangan kanannya menjepit sebuah puntung rokok yang entah keberapa pada hari ini. Ia lalu menyapu mulut puntung itu ke asbak kaca, kedua kakinya disilangkan dengan kaki kanan diatas. "Bagus sekali." Katanya pendek.

Seorang pelayan lalu masuk. Membawa 5 gelas wine yang sudah disiapkan Rozi, lalu menghidangkannya kepada mereka. Dari balik dinding kaca perusahaan farmasi itu, terlihat seluruh kota Paris yang baru saja bangun, jalanan masih sepi, tak banyak orang berkeliaran.





Pelayan itupun lalu berlenggak-lenggok keluar ruangan, membiarkan Windu dan Ryan mengamatinya sejenak. "Tentu saja, dengan ini kita akan---" "Bukan kau, nona muda. Maaf." Ucapan Agnes dipotong Recky, "Tapi asbak kaca ini." Lanjutnya lalu mengangkat asbak kaca itu dari meja. "Ups, hati-hati bung. Kau takkan berani memecahkannya jika aku bilang aku mendapatkan hal itu dari lelang di Beijing." Kata Rozi.

PRAAANGG!!!

"Ma, maaf.." Seorang perempuan dengan hijab yang menutupi rambutnya dan berkacamata baru saja menjatuhkan sebuah gelas dari genggamannya. "Dia masih kaku, astaga" celetuk seorang perempuan berambut sepunggung dari seberang, "Hei Kevin, kau yakin dengannya?" tanya seorang laki-laki berkacamata lainnya.

"Dia akan melengkapi tim kita." Seorang laki-laki lainnya datang dari dapur dan membawa segelas air, tubuhnya proporsional layaknya atlet, diikuti sorot mata yang seakan mengintimidasi dan rambut curly yang rapih. "Santai saja, Sukma Angelina Impian." Lanjut orang itu menenangkan.

"Terima kasih." Balas Sukma pada laki-laki yang bernama Emmanuel Kevin Pratama itu. Didalam sebuah ruangan berukuran sedang, terdapat 4 orang yang sedang fokus masing-masing pada pekerjaannya, mereka semua terpaku pada layar laptop 15.6 inch atau layar komputer beresolusi tinggi masing-masing.

Sementara dibawah, dua orang kakak-beradik sedang membereskan dan merapihkan usaha printing & fotocopy service milik mereka semua.

"Aku sudah melihat kemampuan berbicaramu tadi." Ucap sang perempuan berambut panjang, "Kenapa kau tak memilih pulang dan justru ikut dengan Kevin naik ke lantai atas?" tanyanya. "Um, maaf, aku lupa namamu." Jawab Sukma kecil lalu mendapat senyum kecut dari perempuan itu.

"Alexandra Atifah. Mungkin kau pernah melihatku di saluran chat dengan nama samaran Benedicted." jawabnya, "Ah! Aku selalu menganggap orang itu adalah seorang laki-laki" balas Sukma sambil tertawa kecil. "Maklum, saluran chat internet milik kita tidak biasa, bukan?" Ucap Tifa ikut tertawa.

"Orang-orang di forum selalu menganggap begitu." celetuk laki-laki dengan kacamata yang masih berkutat pada layar komputernya. "Dengan sedikit kelihaian seperti IP Transmitter dan rekayasa sosial. Channel chat itu menjadi mainan bagi para master." lanjutnya.

"Namanya Zaki Damien Imanuddin, otot senyumnya sudah dicabut sejak kecil. Biarkan saja" kata Kevin tak menghiraukan, "Bref, Sukma." Nada suara Kevin kini menjadi tegas dan dalam, "Apa kau tahu kenapa kau kuajak keatas ?" tanyanya lagi. Sukma menggeleng kecil.

"Apa kau tahu mitologi empat musim ?" tanya Kevin lagi, Sukma menggeleng lagi. "Dahulu kala, jauh sebelum bangsa Roma menguasai Eropa, atau bahkan jauh sebelum Mesir percaya akan adanya dewa-dewa, hidup empat orang dewa di bumi. Mereka adalah anak, dan mereka empat bersaudara. Setiap dari mereka memiliki penampilan yang berbeda dan nama yang berbeda pula."

"Yang termuda diantara mereka bernama Semi, penampilannya begitu sejuk, hidupnya penuh warna dan tiap sentuhannya memberikan kebahagiaan. Lalu, ada sang Panas. Hidupnya ganas, ia merepresentasikan api dan suhu tinggi, apapun yang ia lewati akan terbakar. Lalu ada Reda, yang kini lebih dikenal sebagai gugur. Ia adalah sang penenang akan api kemarahan Panas, warnanya coklat, warna kedamaian. Dan yang terakhir adalah Dingin. Ia berwarna abu-abu dan kelam, simbol akan kematian dan akan membekukan apapun yang dilewatinya." Kevin lalu berhenti sejenak.

"Masalahnya, keempat dewa itu ingin menguasai satu planet yang sama. Maka dimulailah cuaca tahunan yang melelahkan. Dimulai dari Panas, segera setelah ia melangkahkan kakinya, seluruh bumi berubah menjadi bola api raksasa. Lalu datanglah Gugur, satu tahun berikutnya adalah waktu dimana bumi kembali menjadi planet seutuhnya, relancer."

"Tetapi tak lama setelah bumi seperti semula, datanglah Dingin. Dan bumi lalu menjadi layaknya bola es raksasa, diikuti dengan rasa ketakutan yang mencekam tiap-tiap kehidupan di bumi. Kemanapun ia melangkah, tumbuhan dan mata air membeku. Lalu pada akhirnya ketika musim Dingin berakhir, datanglah Semi, ia mengembalikan bumi seperti semula, memberi kehidupan pada yang beku."

"Tapi itu tak berlangsung lama. Keempat dewa musim itu tidak bisa menunggu lagi, karena 3 tahun sudah terlalu lama bagi mereka. Lalu sang pencipta mereka turun tangan dan memberi solusi. 12 bulan dalam setahun dibagi 4, dan mereka semua setuju. Jadi menurutmu, siapa diantara kami yang cocok mendapat predikat Panas ?" tanya Kevin sambil bertanya pada Sukma.

"Entahlah.." Jawab Sukma kecil, "Kami membutuhkan satu orang lagi dan kami percaya, kaulah orangnya." ucap Tifa menggantikan Kevin yang sedang menenggak segelas air penuh. "Aku ?" tanya sang perempuan berkacamata itu yang tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya. "Sebelum terlalu jauh." Zaki tiba-tiba menyela mereka berdua, "Apa kau ingin bergabung dengan kami ?"

"Apa ada imbalan uang atau semacamnya ?" tanya Sukma balik, "Nenekku didiagnosis menderita Alzheimer 4 tahun lalu, sejak itu ingatannya terus memburuk. Kerap kali aku menangis setiap aku melihat kondisinya yang tak kunjung membaik. Aku membutuhkan uang, untuk pendidikanku dan untuk pengobatannya." lanjutnya.

"Kami adalah Robin Hood di jalanan-jalanan Nice yang sempit, di gang-gang kumuh tak terurus, memberi makan si miskin menggunakan uang si kaya" kata Kevin, "Kalian mencuri atau semacamnya ?" tanya Sukma, nadanya meninggi. "Tidak, kami hanya mengambil apa yang milik kami didalam rekening gendut mereka." jawab Tifa. Bola matanya kini menatap perempuan itu tajam.

"Tapi, kenapa aku?" tanyanya lagi. "Karena kemampuanmu semalam." Tiba-tiba datang dua orang laki-laki dari tangga yang menghubungkan satu lantai dibawah mereka, "Mereset ulang mesin fotocopy melalui laptop dengan sistem operasi windows XP ? Mengesankan. Kau bisa dan paham tentang bahasa mesin." Ucap satu laki-laki dengan suara berat berperawakan berkulit putih, hidung agak pesek. "Olivier Danu Prasetyo." Ia lalu memperkenalkan diri. Semua disana tahu benar Danu adalah orang terbaik di tim yang bisa berbahasa mesin.

"Dan ini adekku, Jean-Claude Amir." katanya lalu menepuk bahu kanan laki-laki disebelahnya yang berkulit putih, berambut klimis lalu tersenyum lebar kepada Sukma. "Tunggu. Bagaimana jika begini saja. Aku keluar dari sini dan menganggap kita tak pernah bertemu sama sekali ?" Sukma bangkit dari kursinya, Tifa, Kevin dan Zaki berjalan mendekat.

"Kau tidak dalam kondisi untuk berunding. Dan kita tidak sedang bernegoiasi, nona." Zaki menunjukkan sebilah pisau mengkilat dari kantong bagian dalam jaketnya. Kevin kini menatapnya tajam, kedua bola mata itu menghipnotis Sukma, membuatnya mematung di tempatnya berdiri.

"Kalian melakukan pencucian---" "TRIIING!!" Ucapan Sukma terhenti ketika sebuah suara dering berbunyi keras. Kevin, Tifa dan Zaki segera duduk di kursi masing-masing dan berkutat dengan layar komputer masing-masing, Sukma terduduk, Danu 'menghidangkan' sebuah telepon rumah dihadapannya, sementara Amir menutup pintu akses untuk turun ke lantai bawah.

"Channel QTYZ301, nomor rekening dan passwordnya disana." ucap Tifa, Zaki mengangguk kecil tak bergeming sementara Kevin mengetik dengan kode biner 0 dan 1 dihadapannya. "Juragan pertama, Britania, direktur perusahaan teknologi yang menguasai pasar London. Maaf sekali, pak." ucap Tifa sambil terkekeh.

"Tapi perusahaan anda mempekerjakan karyawan dibawah umur selama bertahun-tahun." ucapnya, Zaki kini tak setegang tadi, Kevin pun sedikit meregangkan tangannya. Sebuah loading bar sedang berjalan dilayar komputer laki-laki berkacamata itu. Background layarnya menunjukkan digit uang yang terus-menerus berkurang, sementara layar Kevin menunjukkan jumlah uang yang terus bertambah.

"LOADING COMPLETE" tulisan di layar Zaki. Tifa kini mengetik sebuah email yang ditujukan kepada pemimpin perusahaan tersebut. "Akun Paypal anda telah melakukan transaksi atas pembelian aplikasi lewat Google Play Service. Silahkan kunjungi link dibawah ini untuk mengetahui informasi transaksi lebih lanjut." Tifa lalu mengetik sebuah link yang sedang dibuat halamannya oleh Kevin. Mereka melakukannya secara cepat dan efektif.

"Kau sudah melakukan apa yang disebut dengan watch and learn?" tanya Danu pada Sukma yang sedang memerhatikan ketiga orang itu, "Itu disebut dengan rekayasa sosial." Amir melanjutkan ucapan Kakaknya.

"Kerentanan terbesar tidak terletak pada program atau server." ucap Kevin, "Kerentanan terbesar terletak pada manusianya." lanjut pria itu tanpa menengok sedikitpun. "Kalian meretas manusia ?" tanya Sukma. "Tentu saja, nona." jawab Tifa cepat. "Metode meretas yang paling efektif adalah seni menipu yang hebat. Yaitu rekayasa sosial." lanjut perempuan berambut panjang itu.

"Manusia, pada dasarnya akan mudah percaya dan menghindari konflik, dan rekayasa sosial memanfaatkan keduanya sehingga kau bisa mendapatkan apapun yang kau inginkan. Password, informasi rahasia, data login tiap orang, dan yang kau butuhkan hanyalah sebuah keberanian." jelas Zaki.

"Kita mendapat masalah." ucap Tifa, Zaki dan Kevin segera dalam mode siaga, "Juragan kedua kita mempunyai pengamanan ganda, transaksi yang masuk akan tercatat dan terkirim lewat SMS ke handphonenya." lanjut perempuan itu, "Kau mendapatkan nomor handphonenya ?" tanya Kevin cepat, Tifa terdiam sebentar, jemarinya tak berhenti di keyboard dengan tombol-tombol hitam itu.

"Dapat." Ucap Tifa lalu menyebutkan angka yang segera dicatat oleh Danu, "Salurannya sudah terbuka, waktu kita hanya 15 menit sebelum verifikasi ganda mencapai emailnya." ucap Zaki, "Aku bisa matikan verifikasi ganda di email, tapi untuk login kedalam rekeningnya, kita membutuhkan kode verifikasi di handphone bos itu." kata Kevin, mereka bertiga segera melihat kearah yang sama.

"Sukma. Tunjukkan bahwa kau pantas mendapatkan uang pendidikan dan pengobatan nenekmu." kata Kevin tegas. Amir lalu menekan nomor telepon sang bos, ia menyerahkan gagangnya pada Sukma yang tertunduk lesu.

"Juragan kita menguasai pasar obat-obatan di Paris. Perusahan farmasi terbaik seantero Ibukota." ucap Tifa, "Tapi mereka telah mempekerjakan ratusan karyawannya dalam waktu yang tak wajar selama beberapa minggu kebelakang." kata perempuan itu. Hening sejenak, mereka menunggu telepon diseberang mengangkatnya.

"Ah, tunggu sebentar." Rozi bangkit, lalu mengangkat sebuah telepon masuk ke handphonenya. "Terhubung." ucap Kevin, layarnya kini menampilkan spektrum gelombang suara, tiap telepon yang melewati telepon rumah yang sedang digenggam Sukma itu akan otomatis tersadap dan terhubung ke komputer sang pemimpin itu.

Rozi pun menempelkan handphone itu ke telinganya. "Bonsoir, Monsieur Rozi." ucap suara perempuan diseberang. Sukma lalu berpikir sejenak, "Dengan berat hati kami katakan bahwa akun bank anda berada dalam kondisi rentan, kami baru saja mendapat kabar bahwa cabang kami di Swiss mendapat serangan para hacker dan jutaan akun banknya mendapat kerugian luar biasa besar, untuk itu, kami ingin memastikan bahwa tiap rekening dalam tanggung jawab kami berada dalam pengawasan ketat 24 jam." ucap Sukma meyakinkan. Kevin tersenyum tipis.

"Maka dari itu, kami membutuhkan kode verifikasi yang masuk ke handphone anda untuk masuk kedalam akun anda dan melakukan sweeping, sekaligus mencatat data login dan memasang pengaman apabila akun anda mengalami data login yang tak biasa." Sukma lalu menghembuskan nafas panjang, menunggu jawaban diseberang.

Rozi terdiam sejenak, "Boleh aku tahu aku sedang berbicara dengan siapa ?" tanyanya dengan suara berat. "Claire de Lune. Anda bisa bertanya pada manajer kami, Monsieur Arsene jika tak percaya. Tapi kami sangat membutuhkan kode verifikasi anda sekarang." jawab Sukma mencoba mempertahankan nada suara.

"Baiklah, BXCT7Y." jawab Rozi mengucapkan kodenya, Zaki segera melakukan transfer dari akun Rozi ke berbagai akun yang dimiliki Kevin maupun Tifa. "Baiklah, kami akan--" "Tunggu!" Tiba-tiba Rozi menyela ucapan Sukma.

"Bisakah aku berbicara dengan manajermu ?" tanya Rozi dengan nada tegas. "Mohon maaf pak, kami mengerti tentang--" "Aku ingin berbicara dengan--" "Tapi kami tidak bisa menghubungkan anda--" "Aku ingin berbicara sekara--" "Bahwa manajer kami juga sedang menjawab komplain dari banyak pihak mengenai kejadian ini. Terima kasih. Selamat malam." Suara Sukma bergetar, tubuhnya pun tak sekuat tadi.

Senyum Tifa terlipat, Zaki hanya bisa terdiam. "Hal seperti itu kadang terjadi, Sukma" ucap Kevin, "Tapi kamu sudah melakukannya dengan baik." lanjutnya mencoba mengembangkan senyum di bibir perempuan itu,

"Good job." ucap Amir lalu menepuk bahu Sukma, ia dan Danu lalu melangkah ke lantai bawah, kembali menyiapkan toko untuk dibuka pagi nanti. "Kau bisa beristirahat disini." tawar Tifa. Sukma menggeleng kecil, "Aku.. takut." ucapnya lalu mengusap matanya dengan pergelangan tangan kanannya. "Selamat datang di tim." ucap Kevin bangga, Zaki kini melihat Sukma dengan mata yang tak setajam tadi, situasi sudah mereda.

"Biar aku antar dia pulang. Kalian beristirahatlah." Kevin lalu bangkit dan merapihkan diri, ia dan Sukma menuruni tangga dan melewati beberapa mesin fotocopy dan printer di lantai bawah, mereka lalu menaiki motor milik Kevin.

"BRUUUM" Motor Kevin beranjak pergi dari sana. Udara sejuk menghiasi cuaca, matahari tak kunjung naik dan menampakkan dirinya. Sukma pun tertidur dipunggung pemimpin tim hacker itu..


--To Be Continued--

No comments:

Post a Comment