The Miracle Of True Randomness
Oleh : Kanzia Rahman
Oleh : Kanzia Rahman
Matahari terbenam di ufuk timur. Langit cerah berwarna merah terang kini berubah menjadi keabu-abuan. Angin berhembus kencang menandakan malam akan datang. Aku menghela nafas panjang sambil menutup sebuah buku yang baru saja selesai kubaca, bersamaan dengan dua-tiga tegukan penutup segelas coklat panas, aku memperbaiki posisi setelah duduk berjam-jam. Ah, senja yang indah.
***
Peraturan pertama dalam 'infiltrasi ide' : Jika kalian ingin menarik perhatian seseorang dengan level yang sudah terlalu tinggi dibanding kalian, lakukanlah dengan cara ekstrem.
Peraturan kedua : Dalam situasi frontal, percakapan terbuka, cara terbaik menanamkan ide di kepala orang adalah justru dengan mengambil sisi terbalik. Sesungguhnya kita semua bereaksi sama dalam setiap percakapan, perdebatan, tidak peduli kalian pejabat tinggi negara, eksekutif perusahaan besar, atau sekedar sopir angkutan umum yang mangkal di perempatan atau pengangguran di kedai kopi.
Peraturan ketiga, peraturan paling penting : Jangan pernah peduli dengan latar belakang lawan bicara kalian. Konsep egaliter menemukan tempat sebenar-benarnya.
***
Dari serial yang berbeda, Game Of Thrones :
"The more people you love, the weaker you are. You'll do things for them that you know you shouldn't do. You'll act the fool to make them happy, to keep them safe."
"Love is a poison. A sweet one yes, but it'll kill you all the same."
"Love is the bane of honor and the death of duty."
Satu lagi dari Sherlock ;
"Bitterness is a paralytic, love is a much more vicious motivator."
Mereka, orang-orang yang sedang jatuh cinta. Adalah orang-orang yang mengenakan topeng. Mereka menyembunyikan sifat aslinya. Mereka mengenakan kostum terbaik dan topeng terbaik, lalu berdansa diantara kerumunan orang untuk mencari perhatian orang yang dicintainya. Mereka akan merepotkan diri sendiri, sibuk agar terlihat menjadi yang tersibuk diantara lainnya, dan sibuk melakukan pembenaran atas teori-teori mereka sendiri.
Wanita teranggun dan laki-laki terkuatpun, akan melakukan segalanya demi rasa yang fana itu. Manners dan harga diri akan jatuh tanpa mereka ketahui sekalipun. Ayolah, mereka bahkan terlihat seperti orang bodoh. You'll act the fool.
Tapi, disitulah letak ke-Miracle-nya. Sisi keindahan dari setiap manusia dimuka bumi yang tak-ada-yang-tak-sempurna ini. Menjadi sempurna pun bak mencincang air. Sia-sia. Tidak bisa dilakukan, dan memang tak ada yang sempurna. Mereka, orang-orang tak sempurna, mencintai seseorang yang tak sempurna juga agar mereka menjadi sempurna. Itulah letak Miracle Of True Randomnessnya.
Aku lalu berdiri lagi. Dari kejauhan, sayup-sayup terdengar suara adzan dari Masjid yang terletak diantara dekat-jauh dari rumahku. Kurasa malam nanti, aku akan kembali kesini. Tempat observasiku yang tiap malamnya selalu menyempatkan diri untuk datang kesini, menulis sepatah-duapatah kata ditemani hembusan angin malam dan terangnya bintang-bintang.
Satu kebetulan lagi menggelitikku. Aku teringat quote "Nobody is perfect." Dan tahu refleks ku apa?
"I'm nobody! Haha"
Buku itu berjudul Negeri Di Ujung Tanduk. Judul buku dengan font berwarna putih yang tertera di cover dan nama sang penulis dibawahnya, Tere Liye, yang fontnya berwarna kuning, dan seluruh sampul buku yang sedikit menggelitik. Kera, monyet, atau apalah sebutannya mengenakan jas berdasi sedang tertawa satu sama lain dan bercakap-cakap. :))
Luar biasa. Aku bergumam kecil seraya berpikir apa saja yang baru saja kubaca. Entahlah, mungkin aku baca seperempat sisa buku, atau bahkan setengahnya. Semuanya seakan terekam ke otakku begitu saja, dan terulang begitu saja.
Lalu, aku berpikir sejenak. terlepas dari kehebatan Tere Liye menulis novel yang selalu menarik bagi penggemarnya, ada satu hal yang patut aku apresiasi (lagi), tebak apa? Keisenganku.
Saat itu tepat tengah hari. Matahari bersinar seterang yang Ia bisa, angin tak kunjung berhembus, dan ruangan kelas berisi 30-40 orang yang dilengkapi sebuah kipas angin dilangit-langitnya sedang sibuk dengan urusan masing-masing.
Iseng, pikirku saat menemukan sebuah novel berjudul "Daun yang jatuh tak pernah membenci angin" di salah satu kolong meja dan memutuskan untuk membuka-buka halamannya, membacanya sedikit, dan tertarik pada jalan ceritanya.
Aku pernah sekali-dua membaca quote-quote yang terdapat di buku itu dari media sosial, tapi entahlah, aku belum pernah membaca novel itu sepenuhnya. Sampai aku membacanya, dan tenggelam dalam bagaimana Tere Liye merangkai kata demi kata yang membawa pembaca pada level imajinasi yang lebih tinggi.
3 buku buatannya telah aku baca habis. Entah bagaimana, kurasa akupun lupa. Siapa yang peduli, lagipula?
Kembali ke sore hari dirumahku. Aku hanya bisa tersenyum simpul kala melihat kearah tumpukan buku novel yang akan kubaca. Kebanyakan berjenis Thriller milik Ayah, mungkin satu-dua romance. Aku tidak bisa menebaknya sampai aku baca keseluruhannya.
Aku kembali tertawa kecil. Berandai-andai jika aku memutuskan untuk tidak peduli terhadap novel yang aku temukan secara tidak sengaja di kelas. Berandai-andai jika aku memutuskan untuk menutup kembali halamannya pada detik krusial yang menentukan apakah aku akan membacanya atau tidak. Berandai-andai jika aku tidak melakukannya. Semuanya hanya terlihat lucu, karena semua itu terjadi secara kebetulan.
Kebetulan sedang tidak ada guru. Kebetulan suasana gerah dan tak menyenangkan. Kebetulan semua orang sedang fokus pada urusan masing-masing. Kebetulan mendapat waktu sendiri. Kebetulan menemukan novel itu, dan kebetulan tertarik akannya. Lucu, bukan ? Semua itu terjadi secara kebetulan yang berurutan. Seolah menuntunku untuk memang menuju kesana.
Itulah yang kumaksud dengan 'Miracle of True Randomess', judul post ini. Keajaiban yang terjadi karena sesuatu secara acak. Kebetulan yang membawa pada sesuatu yang jauh lebih baik. Randomess yang menguntungkan, bukan disadvantage yang disusun sedemikian rupa.
Ah, tapi sebenarnya. Tidak perlu berandai-andai tentang kebetulan itu. Diluar sana, masih banyak 'kebetulan' yang jauh lebih menarik. Kejadian-kejadian yang jauh lebih menggelitik dibanding keisenganku membaca novel.
Aku bangkit lalu meletakkan buku yang sedang kupegang di meja dihadapanku. Berdiri, meregangkan tangan dan kaki sedikit. Lalu melirik kearah kanan, awan hitam kini menggumpal. Matahari telah hilang sejauh mata memandang. Benar-benar pemandangan yang sama seperti latar pembuatan post The Ballad Of November Rain. Kebetulan lagi, bukan?
Diluar sana. Jauh dari sorotan kamera dan kehebohan media. Seseorang sedang memperjuangkan hidupnya. Mempertahankan apa yang selamat dari reruntuhan rumah. Menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa yang Ia bisa. Bertahan hidup diantara hujan bom yang menghantam tanahnya.
Aku berjalan kearah balkon tak beratap. Mataku menatap jelas kearah langit yang memasuki malam. Aku lalu menjatuhkan badan ke lantai. berbaring dibawah formasi awan gelap yang kini menguasai seluruh langit diatasku. Handphoneku memutarkan lagu dengan tempo lambat secara acak, seolah mengajakku hikmat disini. Tidak seperti tadi saat aku membaca halaman-halaman terakhir dari novel. Lagu dengan tempo cepat berputar, layaknya menyuruhku cepat-cepat enyah dari halaman yang sedang kubaca agar aku menyelesaikan novel itu.
Itulah yang kumaksud dengan 'Miracle of True Randomess', judul post ini. Keajaiban yang terjadi karena sesuatu secara acak. Kebetulan yang membawa pada sesuatu yang jauh lebih baik. Randomess yang menguntungkan, bukan disadvantage yang disusun sedemikian rupa.
Ah, tapi sebenarnya. Tidak perlu berandai-andai tentang kebetulan itu. Diluar sana, masih banyak 'kebetulan' yang jauh lebih menarik. Kejadian-kejadian yang jauh lebih menggelitik dibanding keisenganku membaca novel.
Aku bangkit lalu meletakkan buku yang sedang kupegang di meja dihadapanku. Berdiri, meregangkan tangan dan kaki sedikit. Lalu melirik kearah kanan, awan hitam kini menggumpal. Matahari telah hilang sejauh mata memandang. Benar-benar pemandangan yang sama seperti latar pembuatan post The Ballad Of November Rain. Kebetulan lagi, bukan?
Diluar sana. Jauh dari sorotan kamera dan kehebohan media. Seseorang sedang memperjuangkan hidupnya. Mempertahankan apa yang selamat dari reruntuhan rumah. Menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa yang Ia bisa. Bertahan hidup diantara hujan bom yang menghantam tanahnya.
Sementara di belahan dunia lain. Seseorang sedang protes. Tidak puas akan sesuatu yang telah diberikan. Berwajah muram saat mendapat apa yang tak diinginkannya, seolah lupa bahwa Ia telah memiliki segalanya. Benar-benar kebetulan.
Hei!-- |
Dari belahan dunia lainnya. Mungkin, dari seluruh bagian dunia. Ada hal yang jauh lebih menggelitik.
Pernah dengar kalimat Love is a dangerous disadvantage ?. Kalimat itu pertama kali kudengar dari TV Series. Sherlock.
"The more people you love, the weaker you are. You'll do things for them that you know you shouldn't do. You'll act the fool to make them happy, to keep them safe."
"Love is a poison. A sweet one yes, but it'll kill you all the same."
"Love is the bane of honor and the death of duty."
Satu lagi dari Sherlock ;
"Bitterness is a paralytic, love is a much more vicious motivator."
Mereka, orang-orang yang sedang jatuh cinta. Adalah orang-orang yang mengenakan topeng. Mereka menyembunyikan sifat aslinya. Mereka mengenakan kostum terbaik dan topeng terbaik, lalu berdansa diantara kerumunan orang untuk mencari perhatian orang yang dicintainya. Mereka akan merepotkan diri sendiri, sibuk agar terlihat menjadi yang tersibuk diantara lainnya, dan sibuk melakukan pembenaran atas teori-teori mereka sendiri.
Wanita teranggun dan laki-laki terkuatpun, akan melakukan segalanya demi rasa yang fana itu. Manners dan harga diri akan jatuh tanpa mereka ketahui sekalipun. Ayolah, mereka bahkan terlihat seperti orang bodoh. You'll act the fool.
Tapi, disitulah letak ke-Miracle-nya. Sisi keindahan dari setiap manusia dimuka bumi yang tak-ada-yang-tak-sempurna ini. Menjadi sempurna pun bak mencincang air. Sia-sia. Tidak bisa dilakukan, dan memang tak ada yang sempurna. Mereka, orang-orang tak sempurna, mencintai seseorang yang tak sempurna juga agar mereka menjadi sempurna. Itulah letak Miracle Of True Randomnessnya.
Aku lalu berdiri lagi. Dari kejauhan, sayup-sayup terdengar suara adzan dari Masjid yang terletak diantara dekat-jauh dari rumahku. Kurasa malam nanti, aku akan kembali kesini. Tempat observasiku yang tiap malamnya selalu menyempatkan diri untuk datang kesini, menulis sepatah-duapatah kata ditemani hembusan angin malam dan terangnya bintang-bintang.
Satu kebetulan lagi menggelitikku. Aku teringat quote "Nobody is perfect." Dan tahu refleks ku apa?
"I'm nobody! Haha"
:)
No comments:
Post a Comment