Wednesday, March 23, 2016

Renaissance : Earlier. (Part 2)

Renaissance : Earlier. (Part 2)
Tribute to Polaritiè31
Oleh : OccultaLunaePars & StylesForLyf.


"Ah apesi Kar" keluh Yessiè saat Sekar meletakkan potongan daging sapi kornet ketiga di piring kakaknya itu. "Ayo dong Ye dagingnya tiga potong, tanggung banget cuman dua potong.." rayu sang adik lucu melihat Kakaknya yang sedang melahap potongan daging sapi kornet keduanya malam ini. Sementara Ibu dan Ayah mereka hanya tertawa pasif.





Dari arah dapur, Indira datang membawa dua buah cup besar dan meletakannya masing-masing didepan Aldo dan Caldha. "Irish Coffee ?" Tanya sang raja kebingungan melirik cup berisi kopi hitam ala Irlandia tersebut. Istrinya hanya tersenyum kecil lalu berbisik, "Aku ingin kamu melupakan semua masalah itu. Walaupun hanya sebentar, aku hanya ingin kau rileks sepanjang waktu." Aldo hanya tersipu kecil. Ah, keluarga kecil kerajaan Empire memang selalu hangat.

Tapi, kehangatan itu tak sampai ke kerajaan Demonia.

KRAK KRAK KRAK

Bunyi bebatuan yang disusun sedemikiran rupa untuk sampai di sebuah bilik kecil di puncak tertinggi Obelisk Tower. Amel baru saja sampai di bilik itu, tempat dimana hanya para penjaga terpilihlah yang boleh berjaga disana, termasuk pemanah perempuan kerajaan Demonia.

"Huh.. dasar Arum, mentang-mentang aku temannya. Seharian ini aku harus menjaga kerajaan. Iseng kok segitunya ya" Keluh Amel sambil menghembuskan nafas panjang, teringat lagi ucapan Arum ketika memintanya menjaga kastil seharian karena ini hari bersejarah untuk Arum, yang kini sudah resmi menjadi ratu.

"Ia bilang, "Tak ada lagi yang dapat kupercaya selain kamu." Baiklah, baiklah.." Amel lalu meletakkan satu set busur dan anak panahnya. Ia terduduk sebentar, mengeluarkan sehelai bulu angsa, cup berukuran kecil berisi tinta, dan beberapa lembar kertas yang ia simpan dalam tas kulitnya. Pemanah itu lalu berdiri, teralis bilik kecil itu hanya seperutnya.

Dingin. Malam ini jauh lebih dingin daripada malam-malam sebelumnya. Entah imunitas tubuhnya yang melemah atau memang suhu kali ini sedikit lebih rendah, udara malampun berhembus kencang menerpa wajahnya, tak butuh waktu lama untuknya mendekap kecil tubuhnya sendiri..

Entahlah. Mungkin, bukan hanya suhu penyebab utama kedinginannya malam ini, tapi sepi. Tanpa seorangpun yang ada di sekitarnya, apalagi di bilik kecil tersebut. Ia lalu merunduk kecil, melihat kearah pepohonan dan memperhatikan seekor tupai yang sedang berusaha mengambil makanannya, paling tidak Ia mendapatkan sedikit hiburan untuk sesi 'jaga malam'nya.

Sebuah bunyi tiba-tiba menyadarkannya dari lamunan.

BRAK!!

Ia segera melirik kearah timur dekatnya. Tak jauh dari menaranya berjaga, Obelisk Tower, seseorang sedang mengendap-endap berjalan di sebuah kayu setapak yang mengelilingi kastil itu, bahkan, orang itu mesti merayap dengan menempelkan kedua tangannya ke dinding di belakangnya, sementara badannya terus-terusan diterpa angin malam yang semakin liar.

"Mangsa." Gumam Amel kecil lalu segera meraih busur dan anak panahnya. Ia lalu menutup salah satu matanya untuk mempertajam penglihatannya, dan..

JLEB!

Anak panah itu sukses menghantam dinding kastil karena target yang dituju sadar akan keberadaan Amel dan berhasil menghindar dari panah yang ditembakkan. "Heh." Pemanah itupun tersenyum tipis, sangat tipis, Ia senang karena akhirnya seseorang akan menemaninya malam ini. Apalagi, orang itu secara logika adalah lawannya.

Sang penyusup itu kini berada tepat disebelah salah satu bingkai jendela kamar kerajaan, entahlah, Amel tak tahu persis denah kastil besar kerajaan itu. Sang pemanah kerajaan itu lengah saat berpikir. Lawannya telah selangkah didepan, Ia berhasil memecahkan kaca jendela itu dengan siku dan masuk kedalamnya.

Terpaksa. Ia keluar dari bilik itu, memanjat teralis kayunya yang bahkan tak ada setinggi dadanya. Merayap ke atap kastil dan mengikuti langkah maupun gerak-gerak si penyusup, menyusuri kayu setapak yang kini menjadi jalan tersempit yang pernah ia lewati sepanjang hidupnya.

Amel lalu segera meloncat masuk kedalam, ruangan itu sangat gelap. Kedua tangannya sudah siap dalam posisi menembakkan panah, Ia lalu memperkirakan gerakan musuh dalam gelap..

"There." Ucap Amel lalu siap menembakkan panahnya, anak panahpun ditarik, dan..

"Eleanor Amelie." Ucap seseorang di ruangan itu. 'Sang penyusup.' Pikir Amel kaget, sinar bulan yang menerangi ruangan itu pun membuat suasana makin mencekam.

Kendati gelap, Amel dan sang penyusup sempat bertatap mata.

Tatapan itu. Entah tatapan seperti apa, tapi bagi sang pemanah kerajaan Demonia. Bertatap mata hingga Ia menurunkan senjatanya bukanlah hal yang mudah. Ada gengsi, serta harga diri yang dipertaruhkan disana.

JLEB!

Ia terpental kala sebuah pisau menghujam ubun-ubun rambutnya lalu membuat Amel terpaku di dinding dibelakangnya. Ia tahu benar itu bukanlah lemparan pisau asal-asalan, penyusup tadi hanya ingin mematikan gerak-geriknya, bukan melukai, apalagi membunuhnya.

Tapi, siapa?
....
...
..
.
.
.

Pagi yang cerah menyambut hangatnya kerajaan Alliance. Kerajaan yang sudah berabad - abad berdiri kokoh di tengah keramaian Kota Glasgow dengan penuh ketentraman dan kedamaian.

"Stevian, saya perlu bantuanmu." Ucap Raja Anwarius pada salah seorang penasihat kerajaan pribadinya yang memiliki badan berisi dan memiliki wajah oriental, Steviano Exsupereus. Ia segera melangkahkan kedua kakinya lalu berdiri di hadapan sang raja.

"Ya, Yang mulia. Apa yang harus saya bantu?" Stevian pun sedikit membungkukkan badannya ke bawah lalu tersenyum simpul. Anwar hanya menatapnya tanpa berbicara.

"Apakah aku mendapatkan surat pagi ini? Kurasa, akhir - akhir ini aku belum mendapatkan surat penting. Benar begitu?" Tanya sang raja kerajaan Alliance memastikan dengan sangat baik kepada penasihatnya. "Sepertinya belum, Tuan." Jawab Stevian dengan sangat lantang namun pasti. Sang raja hanya memberi anggukan yang berarti 'mengerti'

"Namun, aku tak begitu yakin dengan jawaban itu. Apa yang bisa membuat diriku yakin akan jawaban milikmu itu, Stevian?" Jelas Anwarius dengan sangat hati - hati. Ia sangat detail, dan cerdik. Dan satu hal, Ia tak suka di bohongi.

"Baiklah Tuan, Saya akan menyuruh Ms. O'Donnell untuk memastikan jika ada surat yang datang minggu ini atau tidak. Maaf telah membuat yang mulia sedikit tak yakin" Ucap Stevian dengan sangat tulus dari dalam hatinya, Ia tak mau mengecewakan sang raja. Anwar hanya membalasnya dengan senyuman

Ainun O'Donnell adalah sepupu terdekat sang raja. ia juga menjabat sebagai asisten pribadi atau bisa dibilang sebagai pemilik tahta terbesar kedua setelah sang saja. Pipi yang tirus, postur tubuh ideal dan ciri khas yang ia miliki adalah rambut kemerahan sebahu yang amat sangat indah.

"Aku suka cara kerjamu. Kau sangat hati - hati, Tak salah jika aku mengangkatmu menjadi penasihat kerajaan." Puji sang raja dengan senyuman terukir di bibir merah muda miliknya. Stevian lalu memberi hormat yang mengartikan sebuah kehormatan dan Ucapan terima kasih pada Sang mulia raja

"Terima kasih banyak, Yang mulia. Apa tugas saya sudah selesai?" Tanyanya memastikan

"Pastikan jika prajurit berlatih setiap harinya. Aku Ingin jika mereka semua selalu terlatih. Aku akan memastikannya lain waktu, Kau paham?" jelas sang raja, Stevian pun mengangguk.

"Kau boleh kembali, dan terima kasih." Balas raja itu dengan sopan. Stevian pun memberi penghormatan terakhir dan segera pergi

Anwarius Franciscus Peterzon adalah pemimpin kerajaan Alliance semenjak raja terdahulu meninggal dunia. sepuluh tahun lalu tepat di kejadian tersebut, semua rakyat bahkan di seluruh belahan dunia merasa amat kehilangan akan Sosok Sang raja pada masa itu

Sang raja meninggal diakibatkan gugur dalam peperangan melawan kerajaan Demonia, kerajaan yang mendapat julukan kerajaan iblis terbesar di dunia. Anwarius pun semakin terpukul atas kepergian sosok ayah dalam hidupnya

Dan sampailah di puncak ini, ia tak lagi dalam keterpurukan. Ia kembali bangkit dan bersumpah jika kerajaan yang Ayahnya bangun, Alliance, tak akan pernah menjalani hubungan baik dengan kerajaan iblis itu.

"Hanié! Mengapa kau memakan roti isi milikku?!" Tanya sang pelayan kerajaan dengan tampang terkejutnya, Hanié hanya menatapnya lalu memberi kekehan pelan. "Aku lapar, dan aku tak sempat sarapan tadi pagi. Kau tahu kan aku baru selesai latihan militer? Masa dirimu tak merelakan sepotong roti ini padaku?" Cetus sang prajurit wanita berpostur berisi tersebut pada sang juru masak

"Yah, Oke. Baiklah aku merelakannya, Aku baik kan?" Tanya Latríaz, Sang juru masak terhandal di Alliance. Hani hanya mengangguk pelan, Sang prajurit wanita itu pun masih sibuk memakan Roti isi dengan lahapnya

"Padahal aku telah memakan lebih dari satu potong." Batin Hani

"Kali ini dirimu sangat baik hati ya. Tak seperti biasanya" Jawab Hani datar lalu memberinya senyuman. "Oh jadi, selama ini dirimu selalu berfikir aku sebaliknya? Hmm, baiklah Nona. Kau menyebalkan" sahut Latríaz menggelengkan kepalanya

"Ups, Maaf. Aku tak bermaksud begitu. Tapi itu benar" Jawab sang prajurit wanita yang sudah cukup lama mengabdikan dirinya untuk menjadi prajurit Alliance. Latríaz hanya memutar kedua bola matanya malas, "Kembalikan Roti isi milikku. Se-ka-rang" Saut Latríaz dengan nada yang tak seperti biasanya pada wanita yang ada di hadapannya itu

"Baru saja kubilang, dirimu telah kembali ke wujud asli." Ucap Hani yang segera menjauhkan nampan berwarna merah maroon dari hadapannya. Sang pelayan pun hanya menatapnya dengan penuh kekesalan

"Kau harus tahu ya, Mukamu jelek kalau sedang jahat seperti itu." Ejek Hani lalu segera meninggalkan Latríaz yang masih terpaku pada nampan roti. "Hanié! Kau menyebalkan!" Saut sang pelayan dengan suara melengking miliknya

Haniè Ellison. Seorang senior prajurit militer yang bertugas sebagai petugas medis di medan perang. Rambut hitam yang selalu diikat dan tatapan innocent sudah menjadi sebuah trademark yang melekat padanya.

Sementara yang satu lagi bernama Latríaz Mercurialis. Pelayan termuda tapi yang terbaik di Alliance, bahkan mungkin di seantero Glasgow. Tubuhnya yang gesit membantunya sedikit banyak dalam tiap pekerjaannya.

Seseorang lainnya bergabung bersama mereka.

"Apa makan pagi sudah siap ?" Tanya Ainun yang hanya mendapat balasan tatapan sinis dari Latríaz.
...
..
.
.

"Kabar menyebar dengan cepat ya." Ucap Arum sambil melihat tamu-tamunya. Puluhan raja kerajaan seluruh Irlandia yang datang untuk berbelasungkawa. Tadi pagi, ditemukan mayat keenam tetua yang kemarin melantik secara resmi ratu baru Demonia itu.

"Kita lebih baik bergegas" ujar Ival. Ia dan Tama lalu segera mendiamkan semua orang didalam ruangan itu setelah Arum mengangguk memberi tanda setuju. Mereka, para elit dan eksekutif kerajaan-kerajaan Irlandia, sedang berkumpul di salah satu ruangan khusus (semacam private room) di kastil Demonia. Membicarakan sesuatu yang amat rahasia.

"Seperti yang kita tahu, kolega." Arum pun menampilkan dirinya, "Para tetua kita, leluhur kita, orang-orang yang selama ini kita hormati, telah meninggalkan kita selama-lamanya." Lanjutnya dalam balutan kain sutra berwarna hitam, cocok dengan keadaan yang sedang bersedih itu.

"Tapi, ada yang lebih penting dibanding menangisi kepergian mereka." Ucap sang ratu menggantung, membiarkan mereka bertanya-tanya. "Ada sumber yang menyebutkan, bahwa pelaku yang menyusupi kastil ini tadi malam berasal dari Empire!" Lanjutnya sambil menaikkan suaranya, membuat semua orang disana bertanya-tanya.

"Maka dari itu.." Arum kembali angkat bicara setelah beberapa saat terdiam, menunggu para tamunya selesai berbisik-bisik kecil. "Aku, ratu dari Kerajaan Demonia dan penguasa seluruh Irlandia. Mengusulkan Ide perang melawan Empire dari Irlandia Utara!" Teriaknya bersemangat (dan lagi, meninggalkan para tamunya berbisik-bisik).

"Tunggu. Bukankah---"

CRATT !!

Ucapan seorang penasihat kerajaan yang mewakili daerah Limerick itu terputus kala sebuah pisau belati menanap di lehernya.

Sontak, hal itu menimbulkan kepanikan Massa.

Sebagian berteriak panik, ketakutan akan menjadi korban selanjutnya. Sebagian lagi segera berlari menuju pintu keluar yang sudah dijaga dua orang tentara Demonia, saling sikut untuk meraih jalan keluar dari ruangan itu. Sementara sebagian lainnya menjauh dan memilih pojok ruangan sebagai tempat persembunyiannya.

Tama yang sudah memperkirakan hal ini segera mengangkat pedangnya, mengarahkan mata senjata itu pada mereka yang ingin keluar dan memprotes tentara Demonia yang tidak memberikan akses keluar ruangan.

Diantara kerumunan yang tak tahu arah. Seseorang menyeringai licik.

"Kalian terlalu naif jika menganggap aku merencanakannya karena kejadian tadi malam." Ucap Arum bangga, "Tentu saja. Aku sudah masuk kedalam sistem terdalam Empire. Menyusupi mereka, mengetahui mekanisme pertahanan kerajaan Irlandia Utara itu. Hahahaha!" Tawa Arum menggelegar.

"Siapkan pasukan terbaik kalian, Irish Blood! Kita akan berpesta di neraka tak lama lagi!"




K. K.

--To Be Continued--

No comments:

Post a Comment