Sunday, February 7, 2016

The Pandora Box : Science & Faith. (Part 9)

The Pandora Box : Science & Faith. (Part 9)
Tribute to Noveolus Genevus- Octopus Doublius
Oleh : Kanzia Rahman


"Afifat Maulana. Direktur CERN." Ucapnya membuat Jiwo, Ival, Salma, Arum, Hani dan Latriaz terbelalak.




"Benar. Afifat Maulana, direktur besar CERN." jawab sang direktur dihadapan Aldo, Stevian, Anwar dan Bagus. Keempat mahasiswa itu tak terkejut, sementara Afifat masih menjelaskan mesin waktunya tanpa ada yang memperhatikan.

"Apa anda tahu apa yang sedang terjadi di gedung ini?" tanya Aldo, "Memangnya, apa ?" Sang direktur itu terdiam, lalu menatap mahasiswa itu dalam. "Gedung ini lagi darurat, bahaya banget, dih masa direkturnya kagak tau sih" sahut Bagus tiba-tiba, "Sst Gus! Lu malah" potong Stevian, "Monster monster berkeliaran di seluruh gedung, wabah virusnya nyebar, apa anda gak tau sama sekali?" Jelas Anwar dengan bahasa yang setengah baku.

"Aku tahu. Maksudnya, apa yang kira-kira akan kita lakukan ?" Afifat lalu bertanya balik. "Dengan segala kekacauan dan mess yang sudah terjadi disini. Bukankah tinggal menunggu waktu untuk mati ?" lanjut sang direktur itu, "Tidak ada yang bisa kulakukan. Aku sedang menunggu kematian datang. Pertanyaannya adalah, dengan cara apa aku mati." tutup direktur CERN itu.

"Tapi kalian tak perlu bertanya-tanya bagaimana cara kalian mati.." gumam sang direktur.

DOR DOR DOR !!
Afifat tiba-tiba menembakkan pistolnya beberapa kali kearah keempat mahasiswa itu. Beruntung, mereka segera mengelak dan menghindar dari peluru anti-material yang keluar dari moncong pistol itu.

"Bergabunglah bersama elektron dan proton dibawah sana!" Teriak direktur itu lalu mengincar Aldo, tiga buah tembakkan dilancarkan dan berhasil dielak oleh mahasiswa Oxford itu..

"Kau adalah psikopat gila!" Teriak Bagus sambil bersembunyi dibalik salah satu box, "Yes i am!" balas Afifat lalu menembakkan pistolnya ke sumber suara. Beruntung, box itu menjadi objek penghalang antara sang mahasiswa dengan peluru anti-material.

Stevian bersembunyi di tumpukan box lainnya, begitupula Anwar dan Aldo. Posisi mereka bersembunyi seakan membentuk huruf X dengan Afifat sebagai titik tengahnya.

"Pernah dengar pepatah 'Sometimes you attract the lifestyle you live' ? Begitupula aku. Seorang psikopat kejam yang membaur di masyarakat, lalu menikah dengan seorang wanita yang ternyata adalah seorang dengan kecendrungan kanibal, lalu memiliki anak perempuan cantik yang menuruni sifat kami, seorang anak perempuan dengan sifat kejam meski diam-diam, seekor serigala dalam bulu domba yang hangat" ucap Afifat.

'Hangat, baik, kalem, tapi diam-diam sadis.. ooh !' "Semua yang kutahu adalah kau orang gila!" Sesi menebak-nebak dari Anwar terputus kala Aldo menyerang sang direktur dari belakang dengan sebuah tendangan yang mengarah ke tengkuk orang itu. mencoba menjatuhkan dan membalikkan keadaan.

Sayangnya, Afifat mempunyai refleks luar biasa yang membuatnya spontan menundukkan kepala dan setengah badannya, ia lalu berbalik badan, dan..

DOR!!

"Ini dia Mel! Blueprint-nya !" Seru Ainun saat menemukan beberapa lembar kertas berukuran A3 berwarna dasar biru dan terdapat gambar-gambar berupa berbagai potongan alat mesin waktu yang telah dibuat.

"Yaudah ayo kita balik Nun" ucap Amel lalu mengambil beberapa lembar yang tergeletak di lantai, sedikit melihat kearah rumus-rumus yang tertera di lembar biru itu dan mengangguk kecil. Mereka berdua lalu menggulung tiap lembarnya, lalu membawa tiap gulungan dengan sangat hati-hati.

"Kiri lo Tam!" Teriak Adi tanpa melirik, ia pun sedang fokus membunuh monster-monster kecil yang sedang memanjat tiap inchi kaki member GIGN itu, berusaha merobohkan dan memakani daging manusia yang penuh.

Tama tersentak, ia segera melihat kearah kirinya dan menyadari monster itu kini berusaha menyerangnya lewat dinding. Sang kapten itu lalu menembakkan peluru kesekitarnya, membabat habis monster-monster kecil yang berusaha mendekat.

"Hah hah hah" seru Latriaz, ia tak mengeluarkan semua jurus karatenya. Ia hanya menggerakan kakinya ala permainan dance yang ada di game center, menginjak-injak tiap monster yang berani mendekat, mengubah mereka menjadi gumpalan daging berlumuran darah.

"Ga abis-abis gila!" Keluh Adi setelah beberapa menit berada di posisi yang konstan. Matanya fokus terhadap tiap monster yang melompat maupun yang berlari menghinggapi sepatunya.

"AAAARGH!!" Teriak Tama lalu melempar senjatanya sembarang, ia segera mengambil pistol di saku belakangnya lalu menembaki monster itu lagi, "Senjata gue panas sialan!" Lanjut sang kapten sambil mengepalkan tangannya sesekali.

"Banyak banget, mundur mundur!" Adi sadar ia dan dua orang lainnya tak akan bisa bertahan, dengan senjata yang mulai overheat dan peluru yang terus berkurang drastis, mereka kalah dalam segala aspek.

"Awas lu pada!" Teriak Tama lalu melemparkan sebuah Molotov cocktail yang ia punya ke lantai dibawah mereka. Adi dan Latriaz spontan mundur beberapa langkah.

PRAANGG! FRYUUH.
Api menjalar ke seluruh koridor kala Molotov yang dilempar Tama menghantam lantai. Si jago merah membentuk setengah lingkaran dengan ketiga orang itu dibelakangnya, membentuk barikade yang lebih baik dari apapun, menjadi pertahanan ter-efektif yang pernah ada.

"Mundur dulu mundur !" Perintah Tama lalu membuka pintu dibelakangnya, ia lalu menarik Latriaz menjauh. "Tapi itu yang dua gimana !?" Tanya Adi dengan nada tinggi dan tetap berada diposisinya, "Mereka bisa keluar dengan cara mereka sendiri!" Bentak Tama, "Sekarang mundur!. Ini adalah perintah, Private !" lanjut sang kapten itu.

"Pukul berapa sekarang ?" tanya Afifat, "Entahlah. Mungkin rabu malam ?" jawab Hani sambil mengira-ngira, "Ah, aku harus pergi. Diriku yang satu lagi sedang menggila dan akan membunuh teman-teman kalian" Sang direktur itu lalu beranjak, "Good luck, have fun." tutupnya lalu memisahkan diri dari keenam orang itu.

Hani lalu menatap Fadhil tajam. "Apa ?" Tanya Fadhil sadar mendapat sebuah deathglare. "Kemana kita sekarang ?" jawab Hani sambil bertanya balik namun tak mendapat jawaban apapun.

"Anwar Aldo Bagus Stevian emang kemana sih ?" tanya Salma, "Gatau kayaknya ke level 12 kalo gini mah" jawab Hani berpikir, "Yaudah ke level 12 aja daripada ga jelas gini" ketus Arum. Tak ada balasan dari siapapun, keenam orang itupun menuju level diatas mereka.

"Adi, lo ama dia duluan ke rooftop, mumpung udah malem" ucap Tama sambil menunjuk Latriaz. Ia lalu memberikan sebuah flare gun kepada bawahannya itu, Adi lalu bergegas bersama Latriaz. Sementara sang kapten kembali masuk ke koridor yang sudah terbakar..

"The Last Man Standing." ucapnya. Ia lalu memungut senjatanya yang sudah menghabiskan waktu cooldown-nya. Sementara api membakar seluruh koridor, sang kapten GIGN itu melepaskan helm full facenya, dan berdiri sendiri dengan seragam yang sudah robek-robek dan luka yang memenuhi sekujur tubuh.

'Ya Allah..' Ia lalu menjatuhkan kedua senjatanya seiring kesadaran dan kekuatannya melemah. Panas bara api disekitar tubuhnya menjatuhkan badan tegak Tama, pandangannya kosong. Ia lalu berlutut, menundukkan kepalanya..

'Oh God, i'm on my knees.." Gumam Tama. Ia sedang berada dalam waktu sakralnya. Berdoa pada suatu hal yang ia percayai, bercerita dengan untaian-untaian kata yang terucap dalam sucinya air mata, khusyuk dalam setiap permintaan dan permohonan maaf yang ia curahkan saat itu..

Tak lama, mulutnya tak berkata-kata lagi, air matanya pun berhenti mengalir. Matanya terpejam khidmat, lututnya tak lagi kuat menopang berat badannya..

BRAK!
Tubuh Tama runtuh, kesadarannya habis, ia terjatuh dengan nafas tipis. Api masih berkobar disekitarnya, lalu membentuk sebuah lingkaran dengan sang kapten itu sebagai titik tengahnya, bara api mengelilingi Tama seiring matanya menutup.

"Itu si kapten Nun !" teriak Amel saat membuka pintu. "Tapi kebakaran gini Mel kita ga mungkin bisa nyelametin" sahut Ainun pesimis, "Bisa ayo" bantah Amel. Kedua ilmuwan itu lalu menembus kobaran api yang menyala, menarik tubuh Tama dari sana sekaligus menyelamatkan beberapa lembaran blueprint dari Project 'Tuhan' milik CERN.

BUAK!!
Sebuah tendangan tepat mengenai Afifat, tendangan itu dilakukan oleh Afifat yang datang dari masa depan. Kedua direktur CERN yang sama itu kini sedang bertarung, sementara Anwar, Bagus, Stevian, dan Aldo keluar ruangan, menuruni tangga untuk kembali ke basement.

"Berhentilah !" DOR!
Teriak Afifat lalu melakukan roll depan menghindari sebuah tembakan anti-material yang ditembakkan oleh dirinya sendiri. Ia lalu menjatuhkan sang lawan, jubah hitamnya tersingkap dan topengnya terlepas.

'Ternyata gue jago juga berantem' pikir Afifat sejenak lalu melihat dirinya yang sedang ia injak. "Sejarah harus dirubah" lanjutnya lalu mengambil pistol anti-material, menembakkannya ke cerminan dirinya sendiri dan mengubahnya menjadi sebuah partikel.

"Sekarang, cuman ada satu Afifat." Ucapnya bangga lalu membuang pistol itu sembarang. Ia keluar ruangan, pergi lagi dari sana.

"Jiwo Ipal ya!?" Teriak Anwar dari tangga darurat di level 12. Keempat mahasiswa itu bertemu dengan enam orang teman mereka yang sedang menaiki tangga menuju level 12, "Gila gua kira ga bakal ketemu lagi gua" kata Bagus sambil tersenyum kecil, mereka lalu melakukan high-five satu sama lain.

"Gue kira ga bakal ketemu lagi gila" keluh Bagus sekali lagi, keringat memenuhi seluruh tubuhnya. "Step lo kenapa?" tanya Arum sambil melihat lengan kiri Stevian yang berdarah dan dibalut sedikit potongan kain baju Anwar. Mahasiswa dengan kacamata itu hanya sedikit menggeleng.

"Gue seneng banget parah liat lu pada lagi" kata Salma dengan nada bahagia. Mereka semua sedang dalam kondisi yang senang, diberi satu kesempatan lagi untuk bertemu dan berinteraksi satu sama lain.

"Tama Adi Ainun Amel Latriaz ke rooftop buat manggil helikopter, mending kita kesana" ucap Arum tak lama, ia tak ingin mengulur waktu lebih lama. Diikuti anggukan dari Salma dan Jiwo, mereka semua melanjutkan perjalanan ke rooftop.

BRAK!!
Gerak mereka semua terhenti kala sebuah pintu yang terletak satu level dibawah mereka terbuka, sebuah suara langkah kaki yang berat lalu mengikuti..

"Amel Ainun Tama !" Teriak Hani lalu berlari turun. Bukan monster yang keluar dari pintu itu, melainkan tiga orang yang mereka kenal cukup baik. Tama sedang dibopong oleh Amel dan Ainun, kapten GIGN itu lemas, bahkan senjata dan perlengkapannya pun dibawakan oleh kedua ilmuwan itu.

Jiwo dan Fadhil segera menggantikan posisi Amel dan Ainun. Mereka lalu meraih kedua lengan Tama dan meletakkannya di masing-masing pundak kanan maupun kiri mereka, sementara Ival membawa senjata laras panjang milik kapten itu dan membawa helmnya.

"Itu gue tadi ketemu Afifat" ucap Anwar, "Afifat.. siapa?" tanya Tama penasaran tapi tak sekuat tadi, "Direktur gedung ini" jawab Hani pelan. Sang kapten itu lalu melepaskan lengannya dari bopongan Fadhil dan Jiwo, ia berdiri sendiri.

Ia lalu meraih saku celananya, mengambil beberapa pil berwarna putih dari sebuah botol kaca dengan tulisan "Painkiller" yang tertempel disana, menenggaknya lalu sedikit melakukan peregangan otot kepalanya.

"Bagi tim. Kita cari dulu itu orang, masukin penjara, siksa, suruh tanggung jawab atas ini semua." Perintah Tama tiba-tiba dengan suara tegas, "Gue paling gak suka liat pria gak tanggung jawab. Makanya gue pengen cari dulu, selesaiin masalahnya." lanjut kapten itu tanpa balasan dari sekitarnya.

"Gue Fadhil Amel Hani, Anwar Stevian Aldo Ainun, sisanya." Ucap Tama membagi tim sambil menunjuk satu persatu kru timnya yang terdiri atas 4 orang itu. "Gue ama Jiwo, Ipal, Salma, Arum ?" tanya Bagus memastikan diikuti anggukan kecil Tama.

"Ini jadi misi terakhir kita. Telusurin tiap ruangan, cek satu-satu. Kalo ga ketemu juga, lari keatas, tunggu helikopter. Ada anak buah gue disana." tutup Tama lalu mengisi ulang senjatanya, "Good luck, have fun." Sang kapten itu lalu memasuki pintu darurat kembali ke level 12, diikuti oleh Fadhil, Hani, dan Amel di paling belakang.

"Go go go!"




-- To Be Continued--

No comments:

Post a Comment