Thursday, January 21, 2016

The Pandora Box : Arbitratus. (Part 5)

The Pandora Box : Arbitratus. (Part 5)
Tribute to Noveolus Genevus-Octopus Doublius
Oleh : Kanzia Rahman


"Gue gak mau!" Teriak seseorang dibelakang. Ainun, Amel, dan Hani segera mengalihkan pandangannya. "Gue capek, harusnya lu pada liat gue tadi udah berjuang segitunya, ogah gue balik lagi" kata Fadhil sambil menghunuskan pedang mencoba menakuti ketiga ilmuwan level satu itu, memberi ancaman dengan tatapan matanya.



Salma dan Arum memilih diam tanpa kata. Mereka tak mungkin melawan seorang laki-laki dengan pedang ditangannya, tapi juga tidak mungkin bertahan disini untuk waktu yang tidak tentu. Ainun, Hani, dan Amel masih mencoba berpikir langkah terbaik yang mereka ambil.

"Tenang dulu Dhil" ucap Hani lalu berjalan sedikit, "Ya gue tau lo capek, tapi kita ga bisa gini terus" Ainun mengikuti sambil memberi aba-aba kepada Arum dan Salma, sementara Amel menatap Fadhil dalam, mencoba mengalihkan perhatian laki-laki itu. Kedua mahasiswi Oxford yang tersisa, segera mengerti maksud ketiga ilmuwan itu.

Latriaz berjalan mengendap-endap kearah Fadhil, Salma dan Arum bersiap untuk menjatuhkannya, dan..

KRAK! Salma dan Arum menendang Fadhil, menghancurkan posisi berdirinya. Tapi kali ini keadaan berbalik, Latriaz tersenggol Fadhil dan tidak mendapat sikap sempurna. Perempuan itu lalu terjatuh, tepat dibawah Fadhil yang segera mengarahkan pedang ke leher Latriaz.

Sementara kelima perempuan yang disana histeris tanpa suara, wajah mereka menggambarkan perasaan kaget. "Sekarang gue yang diatas" kata Fadhil lalu tersenyum sinis pada Latriaz, ia hanya butuh satu dorongan di tangan kanannya untuk menembus kulit-kulit leher perempuan itu, menghancurkan tenggorokannya dan membanjiri ruangan itu dengan darah.

"Apaan si!" Kesal Arum lalu melayangkan tendangan kearah lengan tangan kanan Fadhil. Pedang itupun terjatuh, Salma terpaksa menggeser Latriaz dengan cara menendang badan perempuan itu atau pedang yang tajam akan menembus lehernya.

Latriaz lalu bangkit, ia menumpahkan kekesalannya dengan melakukan beberapa gerakan karate ke kaki Fadhil. "Latriaz nafsu bener giliran nendang Fadhil" gumam Hani sambil tertawa kecil, Ainun dan Amel hanya mengiyakan dengan tawa kecil lainnya.

"Udah sekarang mending lo pilih, mau disini terus apa mau keatas !?" Tanya Latriaz dengan nada tinggi setelah selesai dengan gerakan-gerakannya. "Iya gue sini aja iya!" Jawab Fadhil merasa terhina. "Yaudah! Siap-siap aja kalo mati lu" balas Latriaz dengan suara khasnya, "Tau lu Dhil" ucap Hani ikut-ikutan, "Apaan sih Han ahah" Ainun dan Amel tertawa bersamaan.

"Emang lu pada kalo udah selesai ngunci semua pintu ama jendela mau balik kemana ?" Tanya Fadhil membuat keenam perempuan diruangan itu terdiam. "Yaudah sekarang ambil yang kira-kira kita perluin" kata Arum mengalihkan topik, mereka lalu mempersiapkan diri masing-masing..

12 level diatas mereka, keempat mahasiswa Oxford lainnya sedang bertarung. Bagus dan Aldo baru saja melayangkan combo dan meninggalkan memar di makhluk dengan tinta ditangannya. "Yaaa !!" Teriak Bagus semangat, ia menahan kedua tangan makhluk itu sementara Aldo melayangkan pukulan bertubi-tubi kearah mukanya.

3-0.

"Jangan mau kalah Step !" Anwar lalu memberikan sebuah pisau kepada Stevian, ia berlari dan melakukan terjangan dua kaki ke lawan mereka yang tersisa, makhluk itu tersungkur. Stevian segera menusukkan pisaunya ke bagian jantung makhluk tersebut yang langsung tewas ditempat.

Keempat orang itu lalu segera mencari jalan keluar. "Dimana dimana dimana" Pikir Geraldo sambil melayangkan pandangan terjauhnya, kawat-kawat pagar yang mengelilingi itu ditutupi oleh makhluk dengan berbagai jenis. Keempat orang itu lalu mendekat, lalu membentuk persegi dengan saling bertolak belakang, persis seperti arah mata angin.

"Kalo seinget gue nih, kawat yang udah dijebol searah ama Aldo" ucap Stevian mencoba mengingat, "Engga Step, kayaknya yang searah ama gue" balas Bagus, ia berlawanan arah dengan Aldo. Keempat orang itu makin tersudut saat makhluk-makhluk itu berjalan mendekat. "GRRH!!" Geram salah satu makhluk dengan tubuh manusia tapi berkepala keledai.

Anwar mencoba tetap tenang, ia memerhatikan tiap ujung kawat yang menyentuh langit-langit.. "Didepan gue" bisiknya, ketiga temannya lalu melirik kecil ke arah kawat yang berada didepan Anwar, tubuh makhluk-makhluk itu sedikit menghalangi, tapi tetap ada celah kecil yang terselip.

"Siap ga siap ?" Aldo melihat ke sekelilingnya, "Ya mau ga mau mesti siap Do" jawab Stevian ketus, keringat mulai bercucuran di badannya. "Itung War itung" kata Bagus, Anwar mengerti, ia pun melakukan hitungan mundur dari 3, "3.. 2.."

"1 !!" Teriak Anwar, mereka berempat segera berlari, menembus kerumunan makhluk itu. Aldo berhasil melewati yang paling besar diantara para lawan mereka dengan cara melakukan roll depan, Anwar yang gesit juga tak mendapat halangan berarti.

BUAK! Stevian dihantam dibagian perutnya, ia lalu terpental dan tidak bisa bergerak untuk beberapa saat. Begitupula Bagus yang mendapat serangan cairan tinta dari sang makhluk dengan tinta yang berada ditangannya itu, jalannya pun kacau.

"Stepian !" "Gus !" Teriak Anwar dan Aldo bersamaan. Dua dari empat mahasiswa itu gagal melewati kawat yang telah berlubang. "GRAUGH!" Saat Anwar dan Aldo melihat dua teman mereka, tiga makhluk dengan tubuh manusia tapi berkepala anjing berlari dari arah kanan mereka, spontan, keduanya terpaksa berlari menjauh..

"Sorry War" ucap Aldo, mereka berdua kini berada di sebuah ruangan yang sepertinya adalah kamar berukuran kecil. "Ada juga gue yang minta maap Do" kata Anwar, keduanya berlari cukup lama hingga tak tahu sedang berada dimana..

"Terus sekarang gimana nih War ? Mau balik lagi apa lanjut terus ?" Tanya Aldo lalu terduduk, Anwar belum memberi jawaban, mereka berdua kelelahan.

Tak jauh berbeda. Jiwo, Ival, dan kedua anggota GIGN yang bersama mereka juga sedang kelelahan. Keempat pria itu mencari jalan terdekat untuk ke level 1, keluar dari gedung itu lewat pintu utama.

"Itu apaan sih tadi" ucap Ival mencairkan suasana, "Jadi ini tuh sebenernya banyak percobaan, tapi gagal kayaknya" jawab Tama, "Percobaan apaan kapten ?" Tanya Adi hormat, "Kayak di film-film gimana sih, buat tentara tapi gagal, tapi gue gatau juga." jawabnya. "Film-film zombie gitu ?" tanya Jiwo, "Iya gitu dah" jawab Tama singkat.

"Terus gue juga pernah baca di reddit, katanya Kepala Direktur CERN itu sebenernya punya mega-proyek. Bikin semacem mesin waktu gitu" kata Adi, "Reddit apaan ?" tanya Jiwo lagi, "Forum internet. Jadi ada karyawan CERN yang jadi whistleblower, dia beberin semua cerita si direktur itu. Mereka punya proyek buat bikin mesin waktu, peraturannya cuman satu, sekali mereka masuk kesana, gaada jalan keluar" jelas Adi.

"Yang lebih gila lagi, ada rumor yang nyebar, kalo sebenernya, direktur itu punya anak disini.." "Jangan nyebar rumor atau isu gajelas gitu ngapa" potong Tama mengakhiri penjelasan panjang bawahannya itu, Adi lalu terdiam.

Mereka berempat lalu menuruni tangga darurat dengan langkah yang gontai, dan akan melanjutkan perjalanan ke lantai 1..

TING!

Amel, Hani, Ainun, Salma, Latriaz, dan Arum sampai di level 2. Seluruh keberanian dan optimisme menciut begitu pintu lift terbuka, lorong panjang dengan ujung yang berbentuk persimpangan antara ke kiri dan ke kanan tampil di hadapan mereka, tanpa lampu sama sekali, kelima wanita itu mulai merinding.

Hani dan Salma menyalakan senter yang dibawa mereka. Langkah kaki mereka seakan menjadi satu-satunya suara yang memecahkan keheningan di sepanjang lorong itu. Tidak ada yang berani berbicara sedikitpun, semuanya diam tanpa kata..

"Gimana nih?" Tanya Arum. Terdapat persimpangan di ujung lorong. "Mencar aja" ucap Hani singkat, "Jangan, justru yang ada bakal kepisah gitu, mending bareng-bareng aja" kata Salma tak setuju, "Namanya mencar ya misah kocak" balas Ainun, "Iyasih tapi bukannya mendingan kita gabung terus aja kayak gini" ucap Arum membela Salma. "Yaudah ntar kita ngumpul lagi disini, 15 menit dah" tutup Ainun

"Gue sama Ainun Hani" kata Amel lalu menggandeng kedua sahabatnya itu, "Kok gitu ?" Tanya Salma kaget, "Soalnya kita kan Ilmuwannya, itu Latriaz kan yang suka guide juga, anggep aja lu berdua tur eksklusif" jawab Hani diikuti anggukan Salma dan Arum. Ketiga ilmuwan itu lalu berbelok ke kiri.

Latriaz, Arum, dan Salma menuju arah yang berlawanan. Diatas kepala ketiga ilmuwan level 1, terdapat tulisan "Security Room" yang menggantung di langit-langitnya, sementara diatas kepala ketiga wanita lainnya, ada tulisan "Laboratory" yang juga menggantung di langit-langit.

Hani, Ainun, dan Amel berjalan untuk beberapa saat. Mereka bertiga sampai didepan sebuah ruangan dengan tulisan "Security Room" terpampang didepannya. Amel menempelkan kartu identitasnya, pintu itupun melakukan sedikit scan dan pintu pun terbuka secara otomatis.

Ketiga ilmuwan itu lalu memasuki ruangan. Fokus mereka langsung tertuju pada layar-layar monitor yang menunjukkan rekaman CCTV yang sedang terjadi. Namun, setiap kamera dari level 10 keatas mendapat kendala, entah itu tampilan yang hanya berwarna hitam di layar ataupun tampilan semut-semut yang menandakan tidak adanya sinyal.

Sebuah pintu lainnya terdapat di dalam ruangan security. Ainun mencoba membukanya, tapi terkunci. Hani dan Amel segera duduk di salah dua kursi dari empat kursi yang tersedia disana, mereka lalu memasukkan kode-kode untuk mengunci pintu dan jendela di seluruh gedung.

Tapi, semua tidak akan semudah itu.

Seluruh layar CCTV tiba-tiba mati, ruangan itu gelap total. Mereka mendengar suara langkah kaki, Hani sigap menyalakan senter dan menembakkan cahayanya ke sembarang tempat. "BUAK!" Ia lalu mendengar sebuah suara pukulan, tubuhnya segera merinding saat itu juga, tak lama pintu pun tertutup, dan tiba-tiba, sekelebat bayangan lewat didepannya.

"Uh.." Ia pingsan. Dari belakang, seseorang membekapnya lalu menyemprotkan gas bius. Senter yang ia pegang pun terjatuh, cahayanya ditembak tak tentu arah, kedua temannya juga mendapat perlakuan yang sama persis.

"Hnnh.." Stevian terbangun, ia lalu segera 'mengumpulkan nyawa' dan melihat keadaan sekitar. Ia sedang didudukkan dan diikat di sebuah kursi, tangan kanannya memegang sebuah pistol, sementara disebrangnya, Bagus dilekatkan di dinding dengan sebuah lakban hitam, rambut mahasiswa itu ditusukkan ke dinding dengan sebuah paku agar posisi kepalanya tidak jatuh atau merunduk.

'Apaan nih' pikirnya sambil melihat kearah Bagus yang masih belum bangun juga. "Gus, woy Gus !" Teriaknya, Bagus bangun tak lama kemudian..

"Step ini kita diapain Step" kagetnya saat terbangun, ia mencoba bergerak tapi seluruh tubuhnya melekat di dinding. "Kok gue tebe-tebe bangun diiket gini si" keluh Bagus dengan gaya bicaranya.

"Ma ?" Sadar Arum saat ia menengok ke belakang, Latriaz dan Salma sudah tak lagi bersamanya. Ia berjalan sendirian untuk beberapa langkah yang baru saja ia ambil, "Ma gak lucu buat bercanda tau gak !" Bentak Arum, ia berpikir bahwa kedua orang yang tadi bersamanya itu sedang bersembunyi atau bermain petak umpet.

"Untuk apa bercanda ?" Tanya seseorang dengan suara berat, suaranya memantul ke seluruh lorong, Arum lalu merasa sedikit ketakutan, ia tidak menjawab..

"Untuk apa ?" Dari kejauhan, Arum melihat seseorang muncul dengan jubah hitam disekujur tubuhnya, wajah orang itu ditutupi sebuah topeng muka dengan warna keemasan, kedua mata dan bibir topeng itu menggambarkan sebuah topeng yang tersenyum. Tapi entahlah, Arum tidak tahu siapa yang dibaliknya.

"Lo.. Siapa.. ?" Tanya Arum mencoba tak gentar, tapi nada suaranya tidak bisa berbohong. Tubuhnya kaku ditempat kala orang itu berjalan semakin dekat..

"DOR!!"

Arum mendapat sebuah tembakan, seluruh tubuhnya kaku, ia pun terjatuh, kesadarannya berkurang..

TAP TAP TAP.. Orang itu berjalan mendekati Arum, lalu berlutut sambil mengelus kepala mahasiswi itu, "Tenang, sayang.. Pelurunya sudah diganti dengan peluru bius. Sekarang, tidurlah.." Ucapnya lirih, Arum tak bisa berkata apa-apa lalu pingsan tak lama kemudian..

Fadhil melirik jamnya, sudah lebih dari 45 menit keenam perempuan itu pergi ke level dua dan belum kembali. Padahal, hanya butuh 5 menit untuk ke level 2, bagaimanapun, ini sudah terlalu lama. Ia yang sudah cukup pulih pun mengambil tindakan dengan menyusul mereka.

TING!

Langkahnya terhenti di depan lift, seseorang turun dari lift dengan jubah hitam diseluruh tubuhnya, orang itu lalu mengeluarkan pistol dan mengarahkan moncong pistolnya ke kepala Fadhil..

"TRING!" Fadhil berusaha membalas dengan sebuah sabetan pedang, namun orang itu berhasil membacanya dan menendang pedang Fadhil tanpa bahkan meliri dan bergeming sedikitpun. Kini, ia terdesak.

"Aku tidak akan membunuhmu. Aku hanya ingin menyelamatkan anakku." Ucapnya tiba-tiba menghentikan detak jantung Fadhil sejenak, "Ayo, duduk dan nikmati segelas teh hangat bersamaku." Lanjutnya sambil mendorong Fadhil ke ruangan awal..

Satu jam kemudian..

Amel terbangun kaget, ia diikat di kursi dan memegang sebuah pistol. Ruangan itu gelap total, ia lalu menyimpulkan bahwa ia sekarang bukan di Security Room lagi, tapi di ruangan didalam security room yang tadi terkunci.

Kedua tangannya diikat ke kedua pegangan kursi, ia berusaha menggerakan tangan dan kakinya sekuat mungkin tapi selalu gagal. Menembakkan pistol untuk menghancurkan ikatan yang mengikat kakinya juga terlalu berbahaya..

Disaat dia sedang sibuk, tiba-tiba lampu dinyalakan..

"Hani !" "Ainun !" "Amel !" "Salma ?" "Arum !" Amel, Hani, Ainun, sedang berada di ruangan yang sama. Mereka bertiga duduk sejajar dan menghadap ke arah yang sama, di seberang mereka, ada Arum, Salma, dan Latriaz yang juga didudukkan dengan sebuah pistol ditangan masing-masing..

Keenam perempuan itu dibatasi sebuah dinding kaca yang transparan, dan masing-masing mereka diikat dan memegang sebuah pistol..

"Apa-apaan nih woy !" Teriak Latriaz berontak, Arum juga berusaha bergerak tapi tak leluasa, apalagi Salma. Keenam wanita itu berhadap-hadapan dengan dibatasi dinding kaca, tiga di sebelah kiri dan tiga disebelah kanan..

KRESEK KRESEK.. Sebuah speaker yang diletakkan di tiap ruangan berbunyi, fokus mereka segera berubah..

"Let's play a game. Let's play murder." Ucap seseorang lewat speaker itu yang sontak membuat keenam wanita yang diikat memberi reaksi kaget.

"Peraturannya simple. Pintu disebelah kanan kalian tidak akan terbuka jika belum ada yang mati." Lanjutnya. Amel segera melihat ke sebelah kanannya, ada sebuah pintu dengan warna merah di gagangnya yang menandakan pintu itu dikunci, disebelah kirinya ada Hani, lalu Ainun yang duduk di paling kiri.

Arum yang berhadapan dengan Amel lalu melirik ke sebelah kirinya, pintu itu menunjukkan warna merah juga. Yang duduk terjauh darinya adalah Latriaz, sementara diantara ia dan Latriaz, ada Salma.

"Setiap pistol hanya diisi satu peluru.. Jadi, gunakan pistol itu untuk menembak diri kalian sendiri, atau menembak teman kalian. Good luck, have fun." Tutup suara itu, speaker itu tak lagi berbunyi..

"Stevian lo temen gue kan Stepp!!" Teriak Bagus sambil menangis. Didalam ruangannya, ada sebuah speaker juga. Stevian dan Bagus mendengar jelas apa yang sudah dikatakan lewat sana..

"Guss tapi gue belom mau matii" Stevian tak kuasa mengangkat pistolnya, ia perlahan mengarahkan moncong pistol itu kearah Bagus, air mata memenuhi seluruh wajahnya..

Dari level 2, suara tangis keenam wanita itu memenuhi ruangan.

"Ihh gue belom mau matii" Teriak Hani sambil menangis, mereka semua sedang mendapat kondisi yang emosional. "Ainun lo aja ya" Kata Hani lalu mengarahkan pistolnya ke arah Ainun, tangisnya semakin kencang.

"Apa sih Han gue juga belom mau matiii !" Kaget Ainun, air matanya bercucuran, ia terpaksa mengarahkan pistolnya kearah Hani, kedua sahabat itu dalam posisi siap menembak satu sama lain..

Arum, Salma, dan Latriaz tak dapat mendengar semua omongan Ainun, Hani, dan Amel. Tapi mereka bertiga dapat melihat ekspresi yang ditampilkan oleh ketiga ilmuwan itu. Sayangnya, mereka pun harus memilih siapa yang akan mati..

"Ogah gue mati !" Kesal Latriaz sambil menangis, tangannya lalu mengarahkan pistol ke Salma. "Ahhh kok guee !, Arum lo temen gue kan Rum, gue sayang sama lo Rum, gue minta maaf udah banyak bikin kesalahan sama lo Rummm" Salma balas menodongkan pistol ke arah Latriaz, "Sorry Latriaz, sorry banget sorry" kata Arum menangis, ia ikut mengarahkan pistol ke arah Latriaz, hati nuraninya terguncang..

"Amel gimanaa Amel" tanya Ainun masih menangis, "Sorry Han.." Amel menangis sesenggukan sambil ikut mengarahkan pistolnya kearah Hani. Kini, kondisinya dua berbanding satu..

"Iihhh apaan sih Mel Nun kok jadi guaa !!" Tangis Hani semakin meronta-ronta, ia terdesak. Matanya kini menjadi kemerahan akibat air mata yang sudah dikeluarkan..

"Tangan gue.. Tangan gue.. Tangan gue gak nyampe buat nembak Ainun Han..nn." Amel menjawab dengan tangisan juga, mereka semua sedang menangis satu sama lain..

"Lu bohong Mel !! Lu boong ! Orang mereka yang diseberang aja bisa nembak yang paling kiri, lo sebenernya jahat sama gue kan Mel !!" Tangisan Hani semakin kencang, ia lu mengarahkan pistolnya kearah Amel..

"Engga Han gue gak jahat ! Tapi emang ada yang harus berkorban Han !" Jawab Amel, tangisnya semakin kencang, Ainun dan Hani juga dalam situasi yang sama..

"Korbanin aja diri lo sendiri !!" Bentak Hani tak kuat, Amel tak menjawab tapi menangis semakin kencang..

...
..
.
.
.
.
DOR !!



-- To Be Continued --

No comments:

Post a Comment