Friday, January 15, 2016

The Pandora Box : Les Gladiateurs. (Part 4)

The Pandora Box : Les Gladiateurs. (Part 4)
Tribute to Octopus Doublius - Noveolus Genevus
Oleh : Kanzia Rahman


"Siap semua siap yak" ucap Anwar sekali lagi, memastikan kesiapan terakhir mereka. Keempat orang itu kini menuju level 10 dari 12 gedung CERN yang sedang mereka 'kunjungi'. Mereka semua lalu menundukkan kepala masing-masing, berdoa atas apapun yang akan mereka hadapi.




TING!

Pintu lift terbuka. Dihadapan mereka sebuah tulisan "Level 10" tertempel di dinding dengan jelas, sedikit bekas darah membasahi bingkai yang mengkotaki tulisan Level 10 itu. Keempat mahasiswa dengan keahlian berbeda-beda itu lalu mengikuti jalan yang gelap, hanya sedikit cahaya remang-remang yang menemani mereka.

Hening. Tanpa ada satu hurufpun yang keluar dari mulut mereka. Dinginnya udara melengkapi situasi yang menegangkan ini, sedikit udara keluar tiap kali mereka menghembuskan nafas. Keempat orang itu lalu memasuki pintu tangga darurat.

TAP TAP TAP

Bunyi langkah kaki mereka menaiki tiap anak tangga yang membawa mereka mendekat dan lebih dekat ke level 12. "Lapangan yang ada di level 12. Subjeknya gak cuman manusia, tapi banyak juga persilangan antara manusia-hewan yang dijahit seenaknya", kalimat sakral itu melekat di pikiran mereka, mempercepat tempo detak jantung mereka.

CKLEK! Anwar lalu membuka pintu emergency di level 12. Mereka segera dihadapkan dengan sebuah lorong dengan tirai yang menutupi sepanjang lorong di sebelah kanan mereka dan dinding berwarna putih disebelah kiri.

"Buka nih ?" Tanya Stevian, menjadi kalimat pertama yang diucapkan dari keempat orang itu semenjak mereka melangkahkan kaki dari Basement, Aldo dan Bagus hanya mengangguk kecil.

BET! Stevian lalu menyibak tirai itu dalam satu gerakan, lalu menahan agar kainnya tidak menutup lagi. Bagus, Aldo dan Anwar segera melihat kebaliknya.

"WAAAA!" Teriak Aldo kaget lalu meloncat mundur, sebuah tubuh muncul persis di depan mata mereka. "Ih ?" Anwar tak bergeming, rupanya ada kaca yang membatasi mereka dan tubuh itu. Mereka berempat dapat melihat organ tubuh yang sudah dikosongi dan daging yang mulai membusuk didalamnya.

Jendela, tirai itu rupanya menutupi jendela di sepanjang lorong mereka. Stevian dan Bagus lalu bergeser sedikit dan speechless sepersekian detik kemudian.

"Lapangan ini yang tadi dibilang ?" tanya Bagus kaget, Stevian diam tanda mengiyakan. Didalam sana, berbagai makhluk yang tidak bisa dijelaskan sedang bertarung satu sama lain, yang kalah lalu dijadikan makanan oleh makhluk lainnya. Darah menjadi genangan yang tampak lumrah disana, begitupula robekan-robekan daging dan potongan tulang yang berserakan.

Tak jauh dari sana, mereka melihat sebuah lapangan dibalik jendela. Lapangan itu letaknya dibawah mereka, tidak satu dataran namun agak sedikit dibawah mereka. Seperempat dari kawat-kawat besi yang mengelilingi lapangan itu telah bolong. Nampaknya cukup banyak makhluk yang berhasil melarikan diri.

Pemandangan itu sontak membuat mereka semua merinding. Bagus lalu menyadari satu makhluk yang menatap matanya..

"Tutup Step !" Teriaknya panik, keempat orang itu lalu segera menutup tirai, mengembalikannya ke keadaan semula. "Yah ketauan dong" ucap Bagus lemas, "Pilihannya cuman dua, lanjut atau mau mati disini pelan-pelan" sahut Anwar cepat, "Gue sih milih lawan mereka War, paling gak kan kita berjuang dulu" jawab Stevian bijak, sementara Aldo diam tanpa kata.

"Gue belom kawin War.." kata Aldo dengan muka memelas, tubuhnya seakan menciut dan keberaniannya hilang. "Elah Do tanggung" balas Stevian. "Do coba lu pikir Do, diluar sana banyak yang butuh pertolongan kita Do" Bagus khidmat mendengarkan ceramah singkat Anwar kepada Aldo yang langsung membuat mahasiswa jurusan Bisnis itu setuju. Mereka berempat akan melanjutkan perjalanan.

"Coba, mana fotonya" Stevian lalu mengeluarkan sebuah foto dan memberikannya kepada Anwar. Mereka menyimpan wajah itu baik-baik di memori mereka, lalu benar-benar mempersiapkan persiapan terakhir sebelum penyamaran dimulai.

"Tadi War di lapangan itu, gue liat kawatnya ada yang bolong, coba kita kesana War siapa tau ada jalan, soalnya dibalik kawat-kawat itunya ada celah" ucap Bagus memulai penyusunan rencana. "Kita jalannya merangkak aja, gitu, biar kagak ketauan banget" lanjut Aldo lalu merangkak, "Terus pake suara-suara yang jijik gitu gimana sih, kayak "Uaargh" atau "Aaargh"" tutup Stevian.

Mereka berempat lalu mulai merangkak dan mengeluarkan suara-suara yang 'bukan suara manusia' sepanjang koridor. Geraldo dan Bagus berduet didepan, sementara Stevian ditengah dan Anwar menjadi orang terakhir dibelakang. Beberapa menit berjalan, langkah mereka berhenti.

"Kok berhenti ?" Tanya Anwar bingung, "Ada pintu War" jawab Aldo cepat, "Ya dibukalah Do" sahut Stevian judes, "Tapi kan, kita ini lagi nyamar Step" balas Aldo sambil menunjukkan muka bingung kepada Stevian, "Kan belom mulai Do" Bagus bangkit, membuka pintu, lalu merangkak lagi.

Mereka keluar dari koridor itu, lalu berbelok kanan dengan sebuah tangga turun. Di bawah tangga sana, sebuah belokan ke arah kanan lagi menunggu mereka. Pintu dibawah sana terbuka, akses menuju lapangan yang kejam itu.

Beberapa anak tangga mereka lewati, sampailah keempat mahasiswa itu di depan pintu lapangan yang sudah melekat dengan stigma negatif di pikiran mereka. Sedikit obrolan terakhir dan..

"Welcome in Hell."

Geraldo dan Bagus mempercepat gerakannya, menembus kerumunan makhluk yang haus darah dan lapar, Stevian menutup matanya sambil diam setelah mengucapkan kalimat diatas, Anwar bergerak gesit mengikuti pergerakan ketiga teman didepannya.

"Suaranya Gus" bisik Aldo pelan, Bagus mengangguk kecil, Stevian dan Anwar pun mengerti apa maksudnya. Dan.. "Uaaagh..." "Aaaaarghhh.." "Weeergh.." "Waaargh..." Mereka berempat berteriak dengan suara masing-masing, tapi, ada satu hal yang diluar dugaan.

Lapangan itu justru hening. Tenang dan tanpa suara, minim pencahayaan. Suara teriakan sekaligus menggelikan dari mereka berempat ternyata menarik perhatian lebih dari perkiraan. Kini, keempat 'makhluk jadi-jadian' itu menjadi pusat perhatian seluruh makhluk berwujud tak tentu yang memenuhi lapangan itu.

"Lari udeh lari !" Teriak Anwar menyadari keheningan itu. Aldo dan Bagus sempat menghentikan gerakannya selama sepersekian detik sebelum kembali merangkak. Mereka lalu mencoba menjauh dari kerumunan dan menuju lubang yang menganga diantara kawat-kawat besi.

"Pintu keluarnya udah deket woy" sahut Bagus optimis, mereka berempat sudah tak perduli lagi atas apapun disekitarnya. Keluar dari sini sudah merupakan anugerah luar biasa bagi mereka..

Tapi, semua tidak akan semudah itu.

GRAP! "Waaaa!" Stevian tertangkap, sesosok makhluk dengan gerakan seperti macan menerkamnya, mengeluarkan tubuh gemuknya dari barisan keempat mahasiswa Oxford itu.

"Elu lagi setan" ucap Stevian saat melihat makhluk itu lalu berdiri. Mulut makhluk itu penuh dengan gigi-gigi tajam, sementara salah satu bola matanya hilang, satu lagi tetap ditempatnya, menambah kesan ngeri yang ditampilkan oleh sang makhluk.

"Beda Step, kalo yang waktu itu dilawan kan udah mati kejepit pintu lift, ini mungkin temen-temennya yang waktu itu" kata Aldo lalu bangkit berdiri, membongkar penyamarannya secara tak sadar.

"Ah udah terlanjur dah" gumam Anwar kecil, ia lalu bangkit dan menendang makhluk itu yang sudah menduduki perut Stevian. Bagus juga segera bangkit dan membangunkan temannya yang tadi diterkam.

Makhluk tadi lalu bangun, memasang kuda-kudanya. Sementara dibelakangnya, tiga makhluk lainnya menyusul, salah satu dari mereka bermuka rata tapi mempunyai kuku yang tajam, salah satunya lagi bertubuh jangkung dan mempunyai kaki-tangan yang panjang, sementara yang terakhir mempunyai rongga di telapak tangannya yang mengeluarkan tinta seperti gurita.

4 vs 4. Round 1, fight.

Makhluk yang berkuku tajam langsung meloncat kearah Anwar, ia lalu mengarahkan pukulan kearah muka sang mahasiswa. Beruntung, Anwar berhasil mengelak dan melakukan gerakan balasan, ia menendang kaki makhluk itu, menghancurkan kuda-kudanya dan merobohkannya.

1-0.

Makhluk yang tadi mengincar Stevian tak mau kalah, ia meloncat dan mendarat tepat di kepala Stevian. Sang mahasiswa itu lalu merasakan kuku-kuku tajam yang mencoba memasuki kulitnya dan merobek dagingnya. Stevian lalu menjatuhkan bagian kepala sampai pinggangnya, kini tubuhnya membentuk sudut 90 derajat sekaligus menjatuhkan sang makhluk.

"Aldo Aldo !" Anwar lalu menangkap sang makhluk dan meletakkan tangan makhluk itu di punggung makhluk itu sendiri. Bagus pun segera meraih dan memeluk kedua kaki makhluk mengerikan itu agar tidak bisa kemana-mana, Aldo berjalan dengan gaya jagoan kearah mereka.

"Nih Gus gua tunjukkin.." bisik Aldo sombong. SET SET!! Ia lalu melayangkan dua buah pukulan kearah badan makhluk itu, membuat musuhnya berteriak kesakitan dengan suara yang melengking. "One more Do one more !!" sahut Bagus antusias. Aldo pun bersiap melayangkan dua buah pukulan lainnya..

BUAK!! Sayang, sebuah pukulan melayang lebih cepat ke dadanya, cairan tinta juga tepat mengenai mukanya dan membuat mahasiswa itu mendapat efek blur untuk beberapa saat. Rupanya makhluk bertubuh jangkung dan bertangan gurita melakukan kombinasi untuk mengacaukan Aldo, Stevian dengan sigap menangkap badan Aldo yang sempat melayang beberapa saat itu.

"Eeaa!" Teriak Bagus semangat lalu melakukan uppercut kepada makhluk dengan tinta di tangannya. Pukulan itu diarahkan dari dagu makhluk itu, beberapa pasang gigi lepas akibatnya. Sang tangan gurita itu lalu seakan stun ditempat beberapa saat lalu terjatuh dan roboh ditanah. Satu pukulan yang luar biasa bagus dari Bagus.

2-0.

Anwar pun lengah, makhluk yang tadi digenggamannya kini lepas. Aldo dan Stevian segera menarik kedua tangan Anwar untuk segera bangkit dari sana. Kini, tersisa 2 makhluk aneh lagi yang harus mereka lawan, Bagus lalu membersihkan keringat dari jidatnya dan menatap tajam kepada salah satu lawannya. Keempat mahasiswa itu diatas angin dengan kondisi 4 vs 2.

Sementara satu level dibawah mereka..

"Uargh !!" Teriak Adi kesakitan, ia baru saja dilempar oleh orang berbadan besar dan kepala kecil yang menjadi musuh bersama antara ia, Tama, Ipal, dan juga Jiwo.

Tama spontan melakukan roll belakang. Ia berusaha menjaga jarak antara tubuhnya dan sang monster. Dengan sigap, ia lalu tiarap dan meneropong lewat scope kecil yang terdapat pada senjata apinya, mencoba menembak mata sang monster..

DOR! Leher Ipal yang sudah dicekik oleh monster itu terlepas lagi. Peluru Tama berhasil menghancurkan salah satu bola mata monster itu, Ipal lalu mundur beberapa langkah bersama Jiwo. Kini, Tama menjadi sasaran.

"Itunya !" Tunjuk Adi ke kaki kiri sang monster kepada Ipal dan Jiwo. Kedua orang itu segera mengerti maksud Adi. Tama lalu mencoba menembakkan peluru lainnya kearah sang monster, tapi konsentrasinya pecah akibat pergerakan sang monster yang semakin lama mendekat ke dia.

"You FIRST!!!" Teriak monster itu marah sambil mengangkat tubuh Tama keatas dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya sudah memegangi kaki kanan Tama, mencoba mencabut organ tubuh itu dari tempatnya.

"Aaaa!!" Teriak Tama kesakitan. Pahanya mengalami nyeri luar biasa, ia pun merasakan sendi-sendi yang mulai renggang..

"PTAS!" Darahpun keluar, Tama dilempar dari genggaman monster itu, kedua kakinya masih utuh. 

Justru Adi, Ipal, dan Jiwo yang berhasil melakukan combo kearah betis kiri sang monster, 
mengakibatkan musuh mereka itu kehilangan keseimbangannya dan sedikit goyah. Peluru Adi tepat mengenai betis kirinya, Jiwo dan Ipal melancarkan tendangan ke satu titik yang sama. Perfect timing antara tembakan peluru dan tendangan kedua orang itu berhasil.

"GRHHH!!!" Monster itu kini terlihat marah, ia menggeram ke Ipal dan Jiwo yang terdekat dengannya. Ipal refleks melayangkan tamparan kearah wajah monster itu, telak mengenai pipi kanannya. Jiwo hanya bergeming dengan keberanian temannya itu, "Gila lo Pal" kagetnya dengan kedua bola mata yang dibulatkan dan ekspresi kagetnya.

"RAAAA!!" Tamparan tadi membuat monster itu semakin agresif. Ia lalu mengarahkan sebuah tackle kearah kedua kaki Ipal, membuat mahasiswa itu tersungkur jatuh. Jiwo segera menarik tangan temannya, mencoba menjauhkan Ipal dari sang monster.

Monster itu juga melayangkan pukulan dengan tangan kiri kearah Jiwo yang membuat mahasiswa Oxford itu melayang beberapa detik sebelum menghantam lantai. Ia kini siap memakan Ipal kapanpun ia mau.

Tama dan Adi rupanya tak tinggal diam. Sang kapten pasukan berlari ke punggung monster itu, lalu menancapkan pisau kecilnya, tapi..

PTAK!! "Jiaah, pisonya malah patah Di" ucap Tama dengan suara memelas. Ia sudah berpikir bahwa pisau itu akan 'merusak' bagian belakang sang monster, namun dugaan ia salah.

"Yaudah lu apain kek Tam" balas Adi santai. Tama langsung menempelkan senjatanya ke punggung sang monster itu..

DRRRR!!! Ia menembakkan senjatanya tepat di punggung monster. Sarung tangan yang ia kenakan mulai robek akibat panasnya senjata api itu, darah pun bermuncratan dimana-mana. "Good Tam" kata Adi dengan memberikan gesture jempol kearah Tama, sementara ia masih duduk dengan kedua kaki selonjoran(?).

"Argh!!" Monster itupun kesakitan. Jiwo segera melakukan balas dendam atas apa yang telah dilakukan kepadanya..

"BUAK!!" Jiwo melakukan tendangan satu kaki kearah kepala kecil monster itu, membuat lawannya muntah darah dan terdiam di tempat untuk beberapa saat, "Minggir woy!" Teriak Adi kepada Ipal yang langsung menjauh.

Lebih jauh lagi, di Basement. Kelima perempuan + satu laki-laki yang berada di satu ruangan yang sama juga tak istirahat.

"Dhil lo apa sih daritadi" kata Salma dengan nada mengantuk, Fadhil melayangkan beberapa candaan yang tak ditanggapi oleh Salma maupun Arum, kedua mahasiswa itu mungkin terlalu lelah sehingga tak bisa tertawa lagi. Lagipula, pikiran mereka sedang sesak dipenuhi kecemasan atas kondisi keempat teman yang sedang bertarung diatas sana.

"Terus kita ngapain nih?" Tanya Latriaz, ia lalu meraih sebuah rubik 3x3 didekatnya dan mulai mengacak-acak susunan warna kotak itu. Amel, Ainun, dan Hani pun tak banyak bicara akibat kelelahan.

"Sebenernya dalem kotak ini ada kotak lagi gak sih ?" Tanya Latriaz sambil memperhatikan kotak berwarna yang sedang berada di genggamannya itu.

"Maksudnya apaan Yas?" Tanya Ainun belum mengerti, "Yaa kan siapa tau dalem kotak ini ada kotak yang lebih kecil lagi gitu, yang kekurung atau sengaja dikurung gitu kan biar jadi kayak gini" jawab Latriaz, Ainun hanya tertawa kecil.

"Mel ! Status gedung apaan?" Tanya Hani tiba-tiba menyadarkan temannya itu dari lamunannya, "Single Han ! Eh salah, siaga Han" jawab Amel kaget lalu tertawa kecil. Hani yang sempat membawa aura serius kini hilang lagi akibat jawaban yang salah itu.

"Gini aja, sebelom itu virus nyebar ke dunia, mending kita kurung gedung ini" lanjut Hani sambil merapihkan jasnya yang sudah kusut. "Isolasi gitu?" Tanya Ainun kebingungan, "Eh iyakan isolasi ?" Tanyanya lagi sambil menengok kearah Latriaz. "Isolasi setau gue yang buat nempel-nempelin gitu" sahut Latriaz, "Itu solasii" balas Hani dengan nadanya yang agak melengking. "Ahahaha" tawa mereka berempat

"Jadi nih yaa, gedung ini kita bikin situasinya Darurat. Terus, kita ke ruangan Security tuh yang di level 2, kita tutup semua pintu sama jendela akses keluar-masuk gedung biar virusnya ga nyebar" jelas Hani dibalas anggukan kecil dari Amel, Ainun, dan Latriaz.

Namun mereka lengah, salah seorang dari belakang mereka tiba-tiba menghunuskan pedangnya sambil berteriak,

"Gue gak mau!"




--To Be Continued--

No comments:

Post a Comment