Monday, January 11, 2016

The Pandora Box : Incognito. (Part 3)

The Pandora Box : Incognito. (Part 3)
Tribute to Noveolus Genevus-Octopus Doublius
Oleh : Kanzia Rahman


"Hani kenapa?" tanya Arum kepada Latriaz lalu duduk disebelahnya. Anwar, Bagus, Aldo, dan Stevian sudah terlelap di lantai yang dingin, tersisa para wanita yang masih terjaga.



"Hidupnya udah cukup sulit." jawab Latriaz, ia dan Arum lalu melirik kecil kearah Hani yang sedang beristirahat diatas satu dari dua tempat tidur di ruangan itu. Amel dan Ainun selalu berada didekatnya. "Ayahnya kasar, dia sama ibunya disiksa terus tiap hari. Akhirnya suatu hari, siksaan itu selesai karena ayah mereka pergi tanpa jejak." lanjut Latriaz, "Ya terus akhirnya dia ama ibunya terpaksa hidup buat nyari makan doang, kalo ga salah gue pernah nemu bekas tulang hewan dikamarnya" tutupnya.

"Ih gue mah kalo kayak gitu udah minggat" ucap Salma dengan nada lelah. "Bukan, gue gak nanya masa lalunya. Maksudnya, kenapa dia nangis ?" tanya Arum lagi dengan sedikit menahan tawa. "Yeh bilang dong" sahut Latriaz lalu sedikit tertawa malu.

"Jadi, dia kenapa nangis ?" tanya Arum sekali lagi setelah tertawa kecil. Amel dan Ainun lalu bergabung bersama mereka karena Hani sudah tertidur. "Yaa dia terguncang, selama ini yang dia kerjain berubah jadi virus yang nyebar di gedung kita ini" jawab Ainun, "Emangnya apaan sih yang lu pada kerjain ?" Tanya Salma seraya menguap.

"Gue yang ngelatih ilmuwan macem Hani buat jadi guide tour, sekaligus asisten pribadi Kepala Direktur CERN di gedung ini, Afifat Maulana." Jawab Latriaz, "Bukan profesinya, maksud gue, proyek apa yang lagi dikerjain sampe bisa kayak gini ?" Lanjut Salma, Arum menahan tawa (lagi).

"Gue tanya dulu. Jadi Tuhan itu enak gak sih ?" Tanya Amel, "Emm.. Enak-enak aja, bisa bebas ngatur segalanya, mau bunuh orang kek, idupin orang kek" jawab Salma. "Nah itu yang lagi kita ciptain. Jadi Tuhan" sahut Ainun segera.

"Emang bisa?" Tanya Arum kini sinis karena merasa offended, "Acuan CERN di proyek ini mitos Yunani, Pandora Box. Jadi kita bikin segala memori buruk, virus, dan ngambil emosi jahat manusia untuk dikumpulin ke satu tempat" Potong Amel mencegah debat antara Ainun dan Arum.

"Kayak netralisir gitu deh. Jadi rencananya, kalo bisa, kita bakal bikin obat buat netralisir sisi jahat manusia. Obat itu bakal jadi vaksin ke seluruh umat manusia di planet kita ini. Bumi kan udah kagak bener sekarang polusi sama bencana dimana-mana, satu-satunya cara buat bikin bumi bagus lagi ya dari manusianya." Jelas Latriaz panjang lebar.

"Tapi tadi waktu gue dibawah, gue denger--" KNOCK KNOCK! Sebuah ketukan pintu memutus ucapan Arum, menahan suara kelima perempuan itu, meningkatkan tempo jantung mereka menjadi jauh lebih cepat.

'Siapa?' Pikiran kelima perempuan itu diisi sebuah pertanyaan yang sama. Ditengah segala keburukan yang tengah terjadi disini, sebuah ketukan pintu tiba-tiba terdengar. Bukankah itu aneh ?

Salma lalu menatap Arum, pun sebaliknya. Mereka berlima lalu melakukan eye-contact dengan satu ekspresi yang sama, kebingungan. Detak jantung mereka kini kembali naik setelah ketukan itu terdengar lagi.

"Buka..aa.. woy.." Suara itu terdengar dari luar dengan terbata-bata. "Orang !" Teriak mereka berlima satu pikiran, "Eh ahahaha" Bukan membuka pintu, mereka berlima justru tertawa-tawa karena kesamaan itu.

"Woy..." Ucap seseorang dari luar dengan suara parau, tidak ada ketukan lain. Sontak, mereka segera membukakan pintu

"Fadhil !" Kaget Latriaz dan Ainun. Tubuh Fadhil terjatuh, Salma yang memiliki badan paling besar diantara yang lain refleks menahan kedua bahu laki-laki itu dan menopangnya. Mereka lalu membawa tubuh Fadhil yang berlumuran darah ke salah satu tempat tidur.

"Ini pedang berat banget lagi" ucap Arum, mencoba mengangkat pedang yang dibawa Fadhil. Ia lalu membawa benda itu ke pojok ruangan dan membasuh darah yang melumuri sepanjang mata pedang itu.

Sementara Fadhil menutup matanya beristirahat. Para mahasiswa Oxford terbangun, dimulai dari Aldo, Bagus, Stevian, dan Anwar. Keempat mahasiswa itu lalu merapihkan diri masing-masing.

"Jadi gimana ?" tanya Aldo membuka topik obrolan belasan menit kemudian. Mereka semua sudah rapih dan siap untuk kembali ke medan perang. "Yang penting itu dulu, cari si kepala perusahaan" jawab Latriaz sambil menunjuk foto Afifat yang dipegang Stevian.

"Terus kalo udah ketemu ?" tanya Stevian, "Lu kira gampang" sahut Ainun sinis yang langsung membuat mahasiswa berkacamata itu diam ditempat. "Jadi yang cowok dulu aja nih yang pergi, yang cewek disini aja" kata Anwar mematahkan aura yang mulai memanas.

"Level 12 bakal penuh sama makhluk segala macem" ucap Amel singkat. "Stevian, Aldo, Bagus, sama gue aja yang pergi. Sisanya nunggu sini" lanjut Anwar sebagai pemimpin, "Loh jangan dong War, nanti kalo misalnya, misalnya doang nih, elu pada mati terus gue sama yang lain gimana ?" tanya Salma dengan nada cemas. "Itumah lu doain orang Ma namanya" jawab Bagus to the point.

"Apaan sih Gus selaw aja dong" balas Salma merasa tersinggung, kedua matanya menunjukkan kelelahan yang luar biasa, sementara Bagus memilih untuk tidak menjawab lagi. "Nanti kita naik lift, bunuh-bunuh, terus nyari orang ini doang kan?" tanya Aldo sambil mengambil foto Afifat dari tangan Stevian.

""Bunuh-bunuh" kayak gampang aja Do, orang tadi aja pas depan lift yang lawan monsternya cuman gua ama Stevian doang hahaha" ucap Anwar sambil tertawa, "Bukan War.. beda, kalo tadi itu gue panik War, kalo sekarang mah 'set set set'" jawab Aldo sambil menirukan beberapa gerakan beladiri yang dia kuasai.

"Gimana Do gimana ?" tanya Bagus setelah tertawa, "'Set set set' gitu" kata Aldo lalu mengulang gerakan yang sudah ia lakukan, "Ahahaha, one more one more" balas Bagus lalu membuat angka satu dengan jari telunjuknya, "Udeh Gus, ntar aja pas lawan monsternya beneran gue tunjukkin" jawab Aldo lalu memainkan alisnya dan memasang muka sombong.

"Terus kalo orang ini ternyata udah berubah jadi monster juga gimana ?" tanya Arum sambil mengembalikan topik ke jalan yang benar, "Cari peta gedung ini, bawa kesini, kita keluar lewat emergency exit" jawab Amel dengan nada yang lelah juga.

"Gaada lift" potong seseorang tiba-tiba, "Lantai 12 penuh sama monster itu semua, liftnya mati, eskalator penuh sama monster gak jelas" Fadhil telah bangun dari istirahatnya, ia lalu duduk di tempat tidur sambil mengompres sendiri luka di lengan kirinya.

"Kalo mau nih, kita bawa senjata apaan kek yang bisa dipake buat lawan mereka. Tapi tetep aja bakal lama" lanjut Fadhil diikuti hening. "Oiya, gue tadi ketemu subjek 82-96, tangannya dirantai kan ? badannya gede banget kayak sapi, tapi kepalanya kecil" kata Fadhil tapi tak ada yang menanggapi.

"Nyamar aja" kata Arum kecil, lalu segera menjadi pusat perhatian, "Eh, kok jadi pada liatin gue gini" lanjut Arum salah tingkah lalu tertawa kecil. "Nyamar apaan maksud lu Rum ?" tanya Stevian mewakili pertanyaan yang lain, "Yaa lo nyamarlah jadi kayak mereka, lumurin badan pake darah, kayak subjek percobaan juga" jawab Arum membuat Stevian, Bagus dan Anwar merinding. "Nah iya tuh nice Arum" Respon Aldo beda sendiri.

"Ayo sini ikutin gue" kata Latriaz lalu beranjak, Amel dan Ainun berjalan ke tempat tidur Hani, sementara Fadhil hanya duduk lemas ditempat tidurnya. Keenam mahasiswa Oxford mengikuti Latriaz keluar ruangan dan menuju ke ruangan yang tak jauh dari tempat awal.

Latriaz lalu mengeluarkan sebuah kunci yang digantung bersama beberapa kunci lainnya. Membuka pintu ruangan dengan tulisan "Trash" yang terdapat diatas ruangan itu, mereka berenam dipersilahkan masuk terlebih dahulu.

"WAAAA!" Teriak Aldo seketika saat Latriaz menyalakan lampu ruangan. Dihadapan mereka, ada enam buah tempat tidur yang terisi penuh oleh mayat yang ditutupi selimut. Keenam tempat tidur itu berhadap-hadapan dengan jarak sekitar 2 meter antara satu sama lain. Diujung ruangan, terdapat semacam mesin penghancur dengan baling-baling besar yang berada didalamnya, sementara dibawah baling-baling itu terdapat laci yang gagangnya sangat bersih.

"Arum, Salma ? Kedokteran kan ? Bantu gue sini" kata Latriaz lalu membuka salah satu selimut penutup mayat, begitupula Salma dan Arum. Mereka bertiga lalu berbisik-bisik kecil, sementara keempat mahasiswa laki-laki hanya menunggu dan penasaran.

KRIEET! Salma dan Arum lalu menyusun empat tempat tidur berurutan. Mayat-mayat yang mengisinya lalu didudukkan disekitar mesin penggiling. Keempat mahasiswa laki-laki Oxford itu lalu disuruh berbaring di masing-masing tempat tidur.

Arum, Salma dan Latriaz lalu menggunakan masker dan sarung tangan. Masing-masing dari ketiga perempuan itu memegang sebuah jarum suntik yang telah diisi obat bius. Stevian, Anwar, dan Bagus segera terlelap setelah disuntik.

"Ini gue gak diapa-apain kan?" tanya Aldo dengan muka memelas saat Salma berjalan kearahnya, "Kagak elah Do, lu tenang aja" jawab Salma menenangkan lalu memegang lengan tangan kanan Aldo. "Et apaan nih Ma lu main asal pegang" ucap mahasiswa jurusan Bisnis itu lalu menarik tangannya.

"Ahelah lu Do, Latriaz ama Arum sini dong" kata Salma lalu menunjukkan gesture 'sini' dengan tangannya kepada Latriaz dan Arum, mereka bertiga lalu mengelilingi Aldo. "Weits apaan nih, cewek kok agresif bener" ucap Aldo bingung.

GRAP! Salma dan Latriaz lalu mengenggam tangan Aldo erat. Menahan kedua tangan itu untuk tetap di tempat tidur, sementara Arum mencari titik suntik di lengan Aldo.

"Waaa !, Ahahaha, Salma ini gua mau diapain, Ma gua belom kawin Ma, Salma ! Wahahaha" panik Aldo sambil tertawa sendiri, mukanya panik dan keringat mulai bercucuran sekujur tubuhnya. Bajunya telah basah oleh keringat, sementara Salma menahan tawa.

JLEB! Arum segera menyuntikkan obat bius ke Aldo. Tak lama, tak terdengar lagi suara tawa dan teriak histeris dari mahasiswa itu. Ketiga orang itu lalu mulai bekerja dengan mayat yang tersedia.

Latriaz lalu mencolokkan kabel mesin itu, bersyukur listrik di basement tak mati. Mesin penghancur itu lalu menyala, baling-baling yang berada didalamnya berputar cepat. Arum dan Salma lalu menutup mata salah satu mayat yang masih terbuka, mengangkatnya ke bagian atas baling-baling mesin pengghancur itu, lalu..

CRATT!!

"Ini cukup ?" Tanya Salma lalu membuka laci yang berada dibagian bawah mesin itu, Arum mencabut kabelnya. Salma mengambil 'bekas' tubuh manusia yang sudah dihancurkan baling-baling, memisahkan daging dan organ lalu membuangnya.

"Sini Ma" Arum lalu mengambil darah yang bermuncratan disekitar mesin, memasukannya ke dalam sebuah kantong plastik bersama Latriaz. Salma lalu mengambil semacam kuas yang berada didekat mereka.

"Pelan-pelan aja, jangan sampe kebangun" "Iya itumah gue tau" sahut Salma membalas ucapan Latriaz. Mereka bertiga lalu menggunakan kuas itu, mencelupkannya ke kantung plastik yang tadi dipegang Arum, lalu melumurinya ke bagian-bagian tubuh Stevian, Aldo, dan Anwar..

Sementara itu..

"Hah hah hah.." Nafas Jiwo memburu, ia sedang bersembunyi dibelakang pintu sebuah ruangan yang didobrak oleh seseorang dengan badan besar dan kepala kecil. Orang itu lalu memerhatikan badan Ipal yang masih tergeletak pingsan..

"Fresh meat.." Ucapnya lalu berlutut mendekat ke Ipal. "Pal maafin gue kalo ada salah sama lo ya Pal" Pikir Jiwo dalam hati sambil sedikit mengintip.

DOR DOR!! Sebuah bunyi terdengar dari luar, seperti bunyi pistol yang ditembakkan. Orang tadi lalu melepas tubuh Ipal, dan menengok sedikit ke luar ruangan.

"Grrhh.." Geramnya setelah sedikit menengok ke luar ruangan. Orang itu lalu melihat ke Ipal lagi, "You're mine!!" Teriaknya, lalu berlari keluar ruangan sambil menutup pintu. Meninggalkan tubuh Ipal dan Jiwo yang bersembunyi dibalik pintu.

"Pal woy Pal bangun Pal" Jiwo segera beranjak dari tempat persembunyiannya, membangunkan Ipal yang masih pingsan akibat efek obat bius tadi.

"Hah" bangunnya, Jiwo lalu menjelaskan tentang orang aneh yang hampir memakan Ipal tadi kepadanya.

"Terus sekarang dia kemana ?" Tanya Ipal, "Mana tau gua juga, pokoknya ada suara rantai dah kayak rantai besi gitu digeret lu pasti taulah" jawab Jiwo dengan tempo cepat, ia masih panik dan hampir tak percaya dengan apa yang dia lihat.

DRAP DRAP DRAP! Keheningan panjang terhenti oleh suara orang berlarian yang semakin dekat kearah ruangan mereka berdua.

CKLEK..

Pintu ruangan itu terbuka, dua orang berpakaian lengkap ala special force seperti SWAT ataupun SAS masuk kedalam ruangan itu dan menghembuskan nafas panjang..

"Huh.." Ucap salah satu dari mereka lalu membuka helmnya, meletakkan benda itu dan senjata laras panjangnya yang sudah memanas di lantai.

"Gila Tam, coba kalo lu nembakkin terus, senjata panas, dianye kagak mati-mati" ucap yang salah satu lagi sambil membuka kaca helm full-facenya.

"Iye Di, untung milih lari noh kita, kalo kagak ya udeh mati" jawab seseorang yang dipanggi "Tam", ia pun duduk dan bersandar di dinding, begitupula temannya.

"Lo siapa ?" Tanya Jiwo mendadak, ia dan Ipal hanya diam saja daritadi.

"Woy woy woy siapa lo !" Kaget orang itu lalu menodongkan senjatanya ke Ipal dan Jiwo, "Buset buset buset ah tanggung jawab lu Wo" kata Ipal lalu mundur, "Ampun bang ampun bang" Jiwo lalu mengangkat kedua tangannya lalu berlutut.

"Oh lo tawanan yeh. Yak sorry kan gua kaga tau" Orang itu lalu membangunkan Jiwo dari lututnya, "Fatah Aryatama. Kapten GIGN divisi anti-teror dan penyanderaan" kenalnya ramah sambil bersalaman dengan Jiwo, "Adi Andhika. Private GIGN divisi anti-teror dan penyanderaan, bawahannya Tama" kenal yang lainnya sambil bersalaman dengan Jiwo.

Mereka berempat lalu duduk setelah berkenalan satu sama lain. "Sebenernya ada apaan si?" Tanya Jiwo dengan wajah serius, "Lah mana gua tau itu ngapa ada orang jalannya kayak kuda" balas Tama, ia dan Adi telah melihat banyak kengerian daritadi.

"Gua tadi ama tim diturunin dari helikopter. Pas masuk, level 12 apa yak kalo ga salah, gile isinya bukan orang semua" ucap Tama. Adi, Ipal, dan Jiwo hanya terdiam memerhatikan. "Ada yang palanya gak ada, ada yang lidahnya kagak ada, ada yang tubuhnya jahitan semua, beuh" lanjutnya panjang lebar

KRIET KRIET..

Suara Tama terputus, sebuah suara muncul.. Suara rantai yang diseret-seret..

"Orang itu balik lagi Tam !" Kaget Adi, mereka berempat paham betul siapa yang disebut dengan 'orang itu'...

BRAK !!!

Di lain tempat, Anwar, Aldo, Stevian, dan Bagus terbangun dari obat bius jangka pendek yang disuntikkan ke mereka.

"Apa-apaan ini ?" Tanya Aldo lalu melihat make-up darah asli yang ada di tangan dan wajahnya, reaksi yang sama juga terlihat dari Anwar, Bagus, dan Stevian. "Penyamaran, tadi katanya "nice" kan?" Jawab Arum meledek. Ia, Salma, dan Latriaz hanya tertawa kecil kepada mereka berempat.

"Pokoknya jangan kena air, itu udah gue 'racik' segitunya biar ga luntur kena keringet" ucap Salma lalu menunjukkan beberapa botol berisi cairan kimia yang tak mereka mengerti. Keempat mahasiswa itu hanya mengangguk-ngangguk kecil.

Amel, Ainun, Hani dan Fadhil menyusul ke ruangan itu tak lama kemudian. Mereka semua menyusun rencana panjang untuk keempat mahasiswa yang menentukan nasib mereka semua.

"Incognito." Ucap Arum tak lama, "Dari bahasa Italia, artinya penyamaran. Bisa juga artinya "gak diketahui" sih, tapi buat keadaan sekarang lebih cocok penyamaran" lanjutnya sambil melihat keempat temannya itu yang sudah penuh darah.

TAP TAP TAP

Langkah mereka semua mengantarkan Anwar, Aldo, Stevian dan Bagus ke lift. Keempat mahasiswa itu lalu memasuki lift. Melakukan high five satu sama lain. "Dhil jagain tuh ye temen-temen gua" kata Anwar sambil tos dengan Fadhil, "Tenang aja War" jawabnya pasti.

"Ma, itu, apa tuh, gue kalo ada salah ke elu maapin yak" kata Bagus ke Salma, "Iya Ma, lu kan udah sahabat gue dari kemaren, kalo ada yang mau lu omongin, bilang aja, ya siapa tau lu sebenernya naksir gara-gara kegantengan gua" ucap Aldo pede ke Salma yang mulai mengeluarkan air mata.

"Kok lu nangis Ma?" Tanya Arum, Salma hanya menggeleng kecil, ia tahu pasti resiko besar yang dihadapi keempat sahabatnya itu. Sedikit suasanya haru mewarnai keadaan itu. Tak lama, Stevian lalu menekan tombol lift berlambang segitiga keatas.

"Good luck guys !"



--To Be Continued--

No comments:

Post a Comment