Thursday, January 7, 2016

The Pandora Box : Icarus. (Part 2)

The Pandora Box : Icarus. (Part 2)
Tribute to Octopus Doublius-Noveolus Genevus
Oleh : Kanzia Rahman


"Itu apaan?" Tanya Salma lalu menengok kearah Stevian, mahasiswa berkacamata dengan wajah oriental dan badan gemuk tersebut, "Notebook gue" jawabnya cuek lalu membuka halaman demi halaman buku kecil yang sedari tadi tersimpan di kantung celananya.

TING!


Lantai itu berhenti naik, dihadapan mereka sebuah pintu berwarna perak berdiri tegak, 'Rupanya lantai itu berfungsi sebagai lift' pikir Geraldo sambil mengernyitkan dahinya sedikit. Mahasiswa dengan tubuh proporsional yang mengambil jurusan Bisnis dan Manajemen di Oxford itu lalu menunggu pintu didepan mereka terbuka.

Pintu perak itu lalu terbuka, sebuah koridor panjang yang terlampau gelap berada di hadapan mereka. Bahkan, tidak ada yang tahu dimana ujung koridor itu mungkin berada.

"Yang cowok duluan sana" kata Salma lalu mempersilahkan para laki-laki untuk memimpin jalan, keluar terlebih dahulu dari lift itu. Tidak ada senter atau sumber cahaya apapun, hanya sedikit lampu kecil yang menempel di bagian atas pintu lift, menjadi sumber penerangan didalam kotak lift berisi 6 orang itu.

"Ah masa takut. Liat nih orang ganteng" ucap Bagus, mahasiswa berkacamata yang berdarah Sunda dan memiliki badan yang agak berisi. Ia lalu berjalan dengan gagahnya keluar dari lift menuju kegelapan.

KREK!

"Hih itu apaan!" Kagetnya spontan kala kaki kanannya menginjak sesuatu, atau bahkan menghancurkannya. Sepersekian detik kemudian ia telah kembali kedalam lift.

"Mending disini dulu aja" ucap Arum, mahasiswi dengan hijab dan badan yang ramping itu memberi saran. "Jangan, lu mau mati disini sambil nunggu ?" Sahut Anwar, sahabat mereka yang memiliki badan atletis dan salah satu atlet Universitas Oxford.

Setelah debat beberapa saat. Sebuah cahaya muncul dari sebelah kiri koridor. Jaraknya cukup jauh, tapi menunjukkan ujung koridor itu dan memberi sedikit penerangan.

TAP TAP TAP.. Suara langkah kaki menyusul dari asal cahaya tersebut, mendekat kearah mereka. Sebuah bayangan juga tampak melewati sinar di ujung kiri koridor itu.

Tiba-tiba sebuah senter disorotkan kearah mereka. Cahayanya cukup untuk membuat keenam orang mahasiswa itu silau dan tidak melihat siapa yang menembakkan senternya. "Syukurlah kalian selamat" ucap seseorang dari kejauhan, lampu senter itu lalu ditembakkan ke lantai. Orang itu lalu sedikit berlari ke arah lift.

"Hani !" Sadar Salma lalu sedikit berteriak. Ia tak berani keluar karena bunyi KREK yang timbul saat Bagus melangkahkan kakinya keluar tadi, "Jangan keluar !" Teriak Hani kecil, lalu menyorotkan senter kearah lantai depan lift mereka.

"Tengkorak.." kaget Arum lalu sedikit mundur dari posisi awalnya. Di lantai sekitar lift mereka, terdapat cukup banyak tengkorak yang tak diketahui namanya dan dalam berbagai posisi, kebanyakan dari mereka dalam keadaan berbaring. Salah satu dari tengkorak itu tak memiliki jari-jari kaki. Bagus lalu mengingat bunyi yang tadi timbul saat dia melangkahkan kaki keluar lift.

KRAK KRAK! Hani menendang kecil tulang-tulang yang berserakan. Membuka jalan kepada keenam orang itu untuk mengikutinya. "Ayo keluar dari sini" lanjut sang Ilmuwan level 1 itu lalu berjalan lagi kearah dia masuk,

Mereka berenam mengikuti Hani, sampai diujung koridor yang gelap dan berbelok kiri, sebuah pintu terbuka dengan seorang perempuan berjas laboratorium lainnya menunggu Hani. "Ainun. Ilmuwan level 1 dalam bidang sel manusia." kenalnya sedikit judes kepada keenam orang mahasiswa itu. Rambutnya juga diikat seperti Hani, mereka berkenalan satu sama lain sementara Hani menutup pintu dari koridor gelap itu.

Hani lalu meraba-raba jasnya, dan mengeluarkan dua buah pisau dapur. "Ini, pegang dulu" ucapnya sambil memberikan kedua pisau itu kepada Anwar dan Geraldo. Semua pertanyaan mereka tertunda, bunyi sirine yang bergema sepanjang lorong dan lampu merah yang berkelap-kelip lebih dari cukup untuk memberikan penjelasan bahwa situasi darurat sedang terjadi.

"Sekarang, ikutin gue sama Ainun dulu. Kita ke basement, disitu baru dijelasin deh tuh semua pertanyaan." lanjut Hani. "Intinya kalo belum nyampe sana, jangan nanya dulu." Tutup Ainun singkat.

Mereka berdelapan lalu berjalan sepanjang lorong, mencari lift terdekat untuk turun ke basement. "Emm.. kalo ga salah ke sini ya Nun ?" Tanya Hani sambil menunjuk kearah kiri mereka. Mereka telah sampai di sebuah persimpangan berbentuk huruf T. "Kayaknya kesana dah Han" jawab Ainun ragu sambil menunjuk kearah kanan mereka. Sementara keenam orang mahasiswa Oxford hanya bisa terdiam dan menahan tawa.

"Ihh apaan sih ini kan kita di Level 6." kata Hani membuka debat, "Emang kalo level 6 liftnya dimana?" Balas Ainun pintar. Kedua ilmuwan level 1 itu lalu berdebat kecil.

Sementara Arum berbisik pada Salma. "Ma" bisik Arum kecil kepada sahabat disebelahnya itu, "Tadi pas keluar lift, lo liat jasad yang masih baru ga?" Tanya mahasiswi berhijab itu kepada Salma, "Engga. Ada emang?" Jawab Salma, "Adaa Ma. Jasadnya masih ba--" "Yak kita kekiri !" Perkataan Arum terpotong oleh suara Hani, Arum dan Salma pun terdiam. Mereka berdelapan lalu mengikuti Hani

"Nah disini baru belok kanan Nuun" kata Hani mengejek, Setelah berjalan cukup lama, mereka sampai di sebuah belokan berbentuk huruf L. Keenam mahasiswa itu hanya mengangguk kecil dan berjaga-jaga.

Ainun menekan tombol lift dengan gambar segitiga kebawah. Kedelapan orang itu lalu menunggu lift dan..

"GROAA !"

Saat pintu lift terbuka, seseorang tanpa pakaian dan luka jahitan disekujur tubuh dengan gaya seperti laba-laba langsung meloncat kearah Stevian, menerkam dan merobek-robek pakaian mahasiswa itu, "Waaaa ! Apaan nih !!" kaget Stevian dengan mulut terbuka, Anwar dengan sigap menusuk orang itu tepat di perut sebelah kanannya.

"SSTT..." Orang itu lalu mendesis, ia mengambil sikap seperti seorang macan yang siap memakan mangsanya dan menatap Stevian yang sedang mengatur posisi kacamatanya. Salma dan Arum bergerak cepat dengan masuk kedalam lift sambil menarik Aldo Bagus, begitupula Hani dan Ainun yang lari kedalam lift.

"Apa lu !" ucap Stevian tak terima. Sementara orang tadi hanya terdiam, kedua matanya yang tanpa bola mata menatap kacamata sang mahasiswa itu, mulutnya pun terbuka dan memamerkan gigi-gigi tajam yang tak rata kepada Anwar dan Stevian.

DRAP DRAP DRAP !

Dari jauh, terlihat 3 orang makhluk yang sama sedang berlari dengan gaya seperti singa dan wajah yang sama persis dengan apa yang mereka sedang lihat.

Spontan Stevian pun merinding, Anwar segera sadar dan menarik tubuh gemuk Stevian bersamanya masuk kedalam lift. Mereka berdelapan telah masuk kedalam lift. Aldo menekan-nekan tombol berlambang segitiga terbalik dengan tempo tercepat yang tangannya punya, keringatpun mulai bercucuran disekujur tubuhnya.

"Loh ? Liftnya bocor ?" tanya Hani setelah beberapa tetes air mengenai rambutnya. Ainun tak bergeming sama sekali.

KRASH! Tiba-tiba sesosok makhluk berhasil menyelinap masuk kedalam lift. Sayang, pintu tak mengizinkannya. Pintu itu lalu membatasi bagian pinggang hingga kaki makhluk itu tak berhasil masuk.

"WAAAAAA!" Teriak Salma histeris, sementara Arum sudah memanjatkan doa-doa yang ia hafal. Makhluk itu membuka mulutnya seolah ingin memakan mereka. Air liur tumpah saat mulut bergigi tajam itu terbuka, tangan berkuku tajam makhluk itu berusaha menggapai siapapun yang ia dapat.

"Apaan sih nih elah!" Kesal Bagus lalu melayangkan pukulan telak ke muka makhluk itu, ia terjepit sementara ketiga teman sejenisnya berusaha menarik dia dari pintu lift yang mulai turun kebawah.

KRETAK KRETAK ! Lift turun tanpa perasaan dan membelah dua tubuh makhluk menyeramkan itu. Kedua mata putih yang ia miliki seakan menatap tajam ke siapapun yang melihatnya, mengerikan sekaligus menjijikkan bagi kedelapan orang didalam lift.

"Jangan takut.." Hani melangkah kedepan, mengambil pisau Aldo lalu menusukannya di mata putih yang menganggu mereka. Ia lalu mencabut pisau itu dan meninggalkan rongga hitam di bagian mata kanan makhluk itu. Mengganti mata putih yang menyeramkan dengan jaringan-jaringan pembuluh darah yang lebih menakutkan lagi.

DUAK! Anwar menendang kepala makhluk itu sekaligus menyingkirkannya dari pintu lift yang terhambat. Membuat makhluk itu hancur tak bersisa saat setengah badannya menabrak tembok dengan kecepatan tinggi.

"Itu apaan coba" Ucap Stevian masih shock dengan apa yang ia lihat. "Itu mungkin bahan percobaan Step" sahut Aldo spontan, Arum dan Salma hanya terdiam sambil melirik kecil Hani dan Ainun yang seperti tak memberikan komentar apapun.

Tak lama, bunyi khas lift kembali terdengar. Pintu besi perak pun terbuka, sebuah koridor panjang dengan dinding bercat putih itu memiliki sedikit banyak pintu. Darah juga berceceran disudut-sudut lantai.

Hani dan Ainun memimpin jalan, lalu berhenti disalah satu pintu dengan tulisan "Level 1 Scientist Leader" diatasnya. Salah satu pintu lainnya diujung koridor bertuliskan, "Trash" dengan jalur darah yang telah mengering dari depan koridor kedalam pintu itu.

KNOCK KNOCK! Hani mengetuk pintu didepan mereka, lalu berkata, "Level 1 Scientist. Hanifa Utami". Tak lama pintu terbuka, seorang perempuan dengan jas laboratorium membuka pintu dan mempersilahkan mereka masuk, seorang perempuan lainnya duduk didalam dan menyiapkan beberapa minuman. Ia lalu menutup pintu saat kedelapan orang sudah masuk.

"Rizky Amelia. Ilmuwan Level 1 dalam bidang sel manusia" Kenal perempuan berambut panjang itu sambil tersenyum manis dan berkenalan dengan keenam mahasiswa Oxford. "Latriaz, head staff untuk CERN Tour" kenal perempuan satunya bernada jutek dengan rambut diikat seperti Hani dan Ainun lalu berkenalan dengan keenam mahasiswa itu.

Keheningan datang sesaat setelah mereka menikmati sedikit minuman yang dibuat Latriaz. Semua dalam kondisi sama, lelah. Ruangan itu berantakan oleh buku-buku dan dokumen yang memenuhi empat dari lima buah meja yang ada didalamnya. Belum ada yang berani berkata-kata setelah apapun itu yang mereka lihat.

Geraldo meraih buku terdekatnya dengan cover bertuliskan "Icarus" dan bergambar seekor manusia bersayap yang terbang mendekati matahari. Ia lalu membolak-balik buku itu penasaran. 'Ini komik kalo dijual berapa ya' Pikirnya sekilas

"Icarus." Hani memecahkan dinding diam yang telah tercipta. Membuka topik dan menyadarkan semua orang dari lamunannya masing-masing.

"Sebelum ada pertanyaan apa-apa.., Icarus. Legenda Yunani tentang manusia setengah burung yang sombong akan sayapnya dan terbang terlalu tinggi hingga terlalu dekat dan akhirnya terbakar panas matahari. Ia terus-terusan mengepakkan sayap yang ia sombongkan tanpa sadar bulu-bulunya meleleh akibat panas matahari." lanjut Hani sambil menunduk

"Apa sih?" bisik Salma pelan, belum mendapatkan apa-apa dari perkataan Hani. "Kalian belum mengerti juga ? Oxford loh padahal" tanya Ainun menyindir. Sementara mata Hani mulai mengeluarkan butiran-butiran air yang meleleh dari pelupuk matanya.

"Manusia, kayak Icarus. Menganggap mereka telah sempurna lalu mencoba menentang Tuhan, kita perlahan-lahan terbakar disini." jelas Amel, sementara Latriaz mengambil beberapa lembar tissue dan membersihkan air mata Hani.

"Kalian pasti udah tau ya? Tentang penelitian untuk menciptakan Tuhan." Tanya Amel yang lalu mendapat balasan berupa anggukan kepala keenam orang mahasiswa itu. "CERN pergi terlalu jauh, pada akhirnya yang didapatkan hanyalah penyakit, virus, dan kejahatan yang mungkin udah tersebar di dunia." lanjut Ainun

"Kok bisa kesebar sih ?" tanya Arum penasaran, mewakili pertanyaan kelima temannya. "Waktu kalian masih dibawah sana, dikurung, ada ledakan di Level 12. Disana ada semacem lapangan gitu. Isinya subjek kayak subjek kode 82-96 yang kalian udah tonton, tapi mereka berbagai jenis." jawab Amel kepada Arum

"Level 12 itu ada ruangan direkturnya. Kepala-kepala bidang CERN disana semua. Pas ada ledakan, direktur kita lagi sama tamu-tamunya. Lagi pamer sekaligus ujicoba untuk menghilangkan konsep ruang-waktu. Mesin waktu, ibaratnya" lanjut Latriaz. Stevian segera membuka notebook kecilnya dan menulis semua yang ia dengar.

"Gak ngerti Level ? Yaelah, level itu kayak lantai. Kalo konteksnya Ilmuwan level 1, berarti ilmuwan dengan pangkat tertinggi. Kalo gedung level 9, berarti lantai 9 dari gedung ini. Gitu" jelas Ainun kepada keenam mahasiswa itu.

"Ilmuwan level 1 kayak kita lagi dapet freetime pas kedatangan tamu kayak kalian. Tapi ilmuwan dibawah kita malah melakukan kesalahan." kata Amel, "Lapangan yang ada di level 12. Subjeknya gak cuman manusia, tapi banyak juga persilangan manusia-hewan yang dijahit seenaknya. Makanya tadi gue bilang 'berbagai jenis'" tutupnya.

"Wah mesti dihentiin tuh" kata Anwar setelah terpaku beberapa saat ditempat duduknya. "Iya tuh harus dihentiin sebelom seluruh dunia kena dampaknya", setuju Bagus diikuti "Nah !" dari Aldo dan Arum

"Gak.. mudah.." kata Hani sambil terbata-bata, tangisnya sudah mereda. "Tapi gue yakin kok lu pada bisa. Pas denger suara itu, satu gedung pada keatas semua, gatau dah tuh ngapain. Cuman gue, Ainun, Latriaz, sama Amel doang yang misah. Terus gue ngajak Ainun buat bebasin kalian" lanjut Hani

"Untuk sekarang, cari dulu orang ini." Latriaz lalu memberikan sebuah foto berukuran 3x4 berwarna hitam putih. Seseorang di foto itu memiliki nametag bertuliskan "Afifat Maulana" di dada sebelah kanannya.

"Dia yang paling atas dari semuanya" kata Ainun, "Dan Latriaz itu asisten pribadi dia" lanjutnya singkat. Memberi sedikit banyak dari penjelasan yang dibutuhkan keenam mahasiswa Oxford.

"Istirahat dulu aja. Capek kan pasti abis lari-larian" ucap Hani. Ia lalu beranjak bersama Amel dan Ainun. Latriaz mempersilahkan keenam mahasiswa itu beristirahat seadanya.

Lalu, cukup lama sampai sebuah suara muncul..

TING!

Dan pintu lift itupun terbuka lagi. Seseorang keluar dari dalam kotak besi itu dengan langkah gontai dan darah disekujur tubuhnya..

"...." Ia tak berkata apa-apa, tapi mata pedangnya yang tajam menghunus lantai, meretakkan beberapa keping lantai dibawahnya..

Ia pun berjalan kecil, memerhatikan bekas jejak kaki yang tampak samar..

Lalu berhenti didepan pintu dengan tulisan "Level 1 Scientist Leader" diatasnya.


--To Be Continued--

No comments:

Post a Comment