Monday, November 16, 2015

The Ballad Of November Rain

The Ballad Of November Rain


"Selamat datang lagi, November." Ucapku kecil lalu menegak sedikit coklat panas yang menemaniku malam ini. Langit yang gelap diikuti suara gemuruh, hujanpun turun kala lagu yang kuputar mulai memainkan lagu Passenger, Let Her Go.

Oh, benar-benar malam dalam impianku.


Jam besar berdentang tepat pukul 12 malam, tanda pergantian hari. Aku mengucapkan selamat datang kepada bulan yang identik dengan hujan. November. Diikuti suara gemuruh lainnya, hujan menemani kedatangan bulan kesebelas dalam duabelas seri bulan dalam satu tahun. Rupanya tahun ini sudah mendekati akhir ya, pikirku.

Dari balik kaca yang membatasi antara aku dan hujan diluar, aku menatap ke setiap tetes hujan yang berjatuhan dari langit, yang membasahi dunia dan mengisi celah-celah pot bunga itu dengan airnya.

Rasa penasaran akan wewangian saat hujan memaksaku keluar dari pintu kamarku dan membuatku beranjak untuk sekedar keluar. Langit semakin pekat dan kurasa, hujan malam ini semakin deras. Gemuruh petirpun makin menjadi kala rintik air semakin cepat, setan macam apa yang merasukiku untuk berdiri di balkon dan menikmati hujan yang tidak nikmat ini.

Tapi kenyataannya, aku tetap berdiri disini untuk beberapa menit kemudian dan membiarkan coklatku mendingin. Iya. Aku berdiri ditengah malam bersama hujan, entah apa yang kutunggu, pikiranku melayang kemana-mana saat dedaunan berterbangan seenaknya di udara. Akupun mengambil sebuah buku kecil dan pensil, lalu membuat gelas coklat panas keduaku malam ini. 

Saat langit makin pekat. Apakah kau mendengar kata-kata yang belum kusampaikan ini, kamu ? Atau justru kau tidak memikirkanku sedikitpun, aku akan mencoba untuk tidak peduli, sebenarnya.

Saat malam makin larut. Apakah kau sudah tertidur dengan lelap dibawah selimutmu disana, kamu ? Atau justru kaki-kakimu yang mungil itu berjalan-jalan dan meninggalkan jejak kaki kecil dalam setiap langkahnya ?

Jika jawabanmu adalah yang pertama. Kau berbohong, karena aku masih melihat bayang-bayangmu yang sedang menelusuri kota masa lalu dipikiranku, berlari-lari, bahkan menari dan meninggalkan sejumlah kenangan yang telah dibangkitkan olehmu sendirian.

Saat hujan semakin deras. Apakah kau sudah berada dirumahmu dan beristirahat ? Atau justru kau sedang berteduh tanpa makanan dan hanya ditemani oleh rintik air yang menghujam kepalamu tak bersahabat ? Ketahuilah, aku akan dengan senang hati menemanimu dibawah rintik-rintik air itu hingga mereka tak lagi menganggumu.

Dibawah awan hitam yang menggantung ini, aku terbang keatas sana, meletakkan harapnya untuk bersanding bersama bintang dan aku akan capai kemudian. Aku bertemu dengan banyak orang saat aku meletakkan harapan dan mimpiku diatas sana, tapi aku tidak melihatmu. Entah kau sedang merajut harapan dan mimpi terbaik atau kau telah meletakkannya duluan daripada aku.

Disaat yang sama aku tersadar, lalu mulai memikirkan suatu hal yang agak menganggu, paling tidak, untuk semalam ini. Aku bertanya-tanya apakah kau juga bertanya-tanya sama seperti aku yang bertanya-tanya tentang dirimu malam ini.

Kilat mengagetkanku dan memaksaku mundur. Untuk sejenak, aku terdiam seraya menatap dalam ke langit tengah malam. Lalu, sebuah bunyi gemuruh menyadarkanku dari lamunan panjang. Anginpun berhembus makin kencang, daun-daun berterbangan dengan liar, dingin menembus jiwaku dan menusuk tulangku, menyelip diantara darahku.

Akupun terduduk dan menuliskan sedikit tulisan, untukmu.
Monalisa. Mungkin itu sebutanku untukmu. Lukisan abad 15 karya Leonardo Da Vinci yang terkenal. Senyummu menyimpan berbagai rahasia yang memang kau simpan untuk dirimu sendiri, bahkan siapanya dirimu yang sebenarnyapun, aku ragu untuk mengatakan aku mengetahuinya.
Dan aku mengagumi dirimu yang (mungkin) polos itu. Tak lebih dan tak kurang dari aku mengagumi hujan malam ini. Setiap tetesnya yang turun dari awan hitam yang menggantung itu bagaikan dua sisi koin yang tak perlu kujelaskan, gemuruh suara petir menemani lengkapnya kedatangan hujan malam ini.
Angin kencang berhembus menerjang tumbuhan dan menyusupi tubuhku dengan dinginnya. Bagi sebagian (atau bahkan, banyak) orang, hujan membangkitkan kenangan masa lalu mereka. Aku berharap hal itu tidak terjadi padaku, namun sepertinya takdir mengajakku untuk kembali ke beberapa saat di kehidupanku sejauh ini.
Sepertinya hujan malam ini akan tahan hingga pagi ya. Berbeda sekali dengan cerita yang sudah lama kita tempuh, berakhir ditengah jalan, dan aku masih disini untuk memungut sedikit dari yang tersisa. Apa kau akan kembali lagi ke belakang dan bergabung bersamaku, kamu ?
Kau, dan Monalisa. Bagiku hanya sedikit perbedaannya. Senyum kalian sama-sama menarik meski mengundang banyak tanya. Kalian berdua sama-sama menarik perhatian disekitar kalian, dan kalian berdua berhasil membuatku penasaran. Bedanya, yang satu nyata, dan yang satu tidak.
Begitupula kau, dan hujan malam ini. Keduanya memberiku sedikit ketenangan kala berdiri didekatnya. Keduanya berhasil menarikku untuk berada didekatnya, dan keduanya berhasil membuat coklatku yang panas, mendingin.
Sedikit memang. Aku menambahkan sedikit analogi untukmu. Haha, tapi kurasa sedikit analogi tambahan tidak akan mengubah dirimu.

Waktu menunjukkan angka yang mengajakku tidur. "Hujan malam ini tidak akan berhenti sampai pagi", ucapku pada diri sendiri yang segera menghabiskan gelas kedua dari coklat-yang-sudah-tidak-panas ini.

Bagiku, ada yang lebih penting dibanding gagalnya jadwal rutinku untuk melihat bintang malam ini. Aku akui, agak sedikit kesal untuk menerima kenyataan bahwa hujan turun dan memperkeruh langit malam.

Yang lebih aku kesali adalah, aku tidak bisa melihat mereka malam ini. Iya. Bintang, mereka yang bergantungan di langit dan menerangi kegelapan malamku. Tapi baiknya, aku berhasil membuat tulisan ini.

Tulisan ini dibuat pada tanggal malam awal November, tapi aku punya beberapa alasan tersendiri kenapa post ini 'ditunda' hingga pertengahan bulan dan meluncurkan Enigma bersama Kota Mati. --,

Dan dimanapun kalian berada. Jika kalian ingin tahu, aku sedang berharap kalian akan berada dibawah selimut yang hangat itu malam ini, dan malam-malam berikutnya. Begitupula dengan Kamu. Iya. Kamu. Yang (mungkin) sedang membaca post ini. :)

No comments:

Post a Comment