The Killer Paradox, Part 8 : Dark Secret
Tribute To AHL Group
Oleh : Kanzia Rahman
Tribute To AHL Group
Oleh : Kanzia Rahman
“Woah..” Ridho terdiam, menatap tajam
mata sang polisi tersebut, mundur sedikit demi sedikit dan menjauh. “Ayo, cepat”
ucapnya lalu mendekatkan moncong pistol tersebut ke kepala Ridho, “Hey, apa kau
tuli ?” lanjutnya sambil mengetukkan pistol tersebut ke jidat Ridho
“Aargh !” Ridho menendang betis orang
tersebut, menyerang perutnya dengan lutut lalu menyikut musuhnya tepat di
bagian belakang kepala, tidak ada peluru yang ditembakkan, dalam 3 serangan ia
dapat melumpuhkan sekaligus membalikkan keadaan terhadap musuhnya itu
“Sekarang, beritahu aku, semua yang kau
tahu...” ucap Ridho sambil menginjak kepala musuhnya, darah keluar dari hidung
sementara Ridho berdiri tenang dan mengancam, namun, dia melupakkan sesuatu
“DOR !” Pistol ditembakkan, tepat
mengarah ke kepala Ridho dan akan menembusnya, beruntung ia mempunyai refleks
yang baik, Ridho menghindar, peluru hanya membuat goresan panjang diantara
kedua matanya lalu terbang ke udara, darah keluar, Ridho terpaksa melepaskan
musuhnya yang segera masuk ke mobil dan meninggalkan satu tembakan lagi ke
betis Ridho
“BRUUMM !!” Mobil itupun berjalan,
menyerempet Ridho dan sekali lagi, musuhnya menembakkan pistol hanya dari kaca
spion, luar biasa, Ridho hanya bisa melakukan terjangan ke bahu jalan sebelum
akhirnya menghubungi teman-teman kepolisiannya, ia hanya bertahan disana sampai
bantuan datang
“PRIIIT PRIIIT” Wasit meniup peluit
panjang tanda akhir pertandingan, Firhan dan Dimas berdiri lalu bertepuk tangan
sama seperti kebanyakan supporter, lalu mencari jalan keluar dari Emirates
Stadium setelah mengambil beberapa foto untuk dokumentasi
“Sorry mate, my bad” ucap Firhan
tersenyum malu saat ia tak sengaja menginjak sepatu seorang gooners lainnya,
hanya dibalas senyuman dan kejadian itu dilupakan, ‘Untung gak berprinsip
senggol bacok dia’ pikir Firhan, hari itu ia lalui dengan kebahagiaan setelah
menyaksikan tim kesukaannya bermain, meski Arsenal tidak menang, setidaknya
pertandingan ini akan menjadi kenangan untuknya
“Maaf, aku harus segera pergi” ucap Debby
setelah melihat jam tangannya lalu beranjak mendahului yang lain, ia pergi ke
kamarnya, mengambil sebuah tas berisi biola dan pergi lagi, “Buru-buru sekali
kau Deb hahaha” kata Githa, “Iya Deb, ada urusan apa ?” sahut Vinna
“Aku lupa hari ini ada gladiresik untuk mengisi acara
besok, aku sudah terlambatt” jawab Debby menyempatkan diri, lalu keluar dari
kost dan bergegas, “Tunggu.. ada yang aneh..” ucap Vinna sambil berpikir, “Windu.
Biasanya orang tersebut menjemput sang putri kemanapun ia mau” jawab Tifa
singkat lalu menyalakan televisi
“Baiklah gadis-gadis..” Iwan keluar dari kamarnya,
lalu turun ke lantai bawah, “Ada sesuatu yang harus aku tunjukkan kepada kalian”
lanjutnya sambil mengajak mereka semua naik ke lantai atas, Githa, Tifa, Vinna
dan Tasya mengikuti Iwan, mereka menuju kamar Recky
“Tunggu, bukankah harusnya kamar seseorang itu
privasi..” ucap Tifa saat Iwan mencoba membuka pintu kamar Recky, “Memang..”
balas Iwan sambil berusaha, “Tapi, privasi bisa bersifat umum jika kita telah
melakukan beberapa usaha untuk menyebarkannya..” Pintu kamar Recky pun terbuka,
Iwan tersenyum tipis
“Pelan-pelan, Recky adalah seorang matematikawan, ia
pasti memperhitungkan berbagai kemungkinan adanya seorang pencuri yang
mendobrak masuk kamarnya, meletakkan jebakan namun tidak untuk dia sendiri”
Iwan melompat kecil sebuah tali yang terbentang panjang yang setinggi mata
kakinya
“Apa ini..” Vinna tercengang saat mereka semua masuk
lebih dalam, Recky membuat sebuah skema pembunuhan yang sedang terjadi,
potongan koran dari kasus tersebut ia letakkan di dinding dengan paku payung,
lalu disambungkan oleh sebuah pita yang berbeda-beda warnanya ke potongan koran
yang lain, atau bahkan foto
“Foto Debby ditengah..” kata Vinna melihat foto Debby
yang sedang tersenyum, sebuah pola Y yang terbentuk dari pita berwarna merah mengarah
ke foto kedua orang tua gadis itu yang terdapat label “Dead” dengan beberapa
potongan koran disekitarnya
“Selain itu, ini” Iwan lalu menyodorkan sebuah buku ke
Tasya, lebih mirip buku catatan kecil berwarna merah dengan pita hitam sebagai
pembatas bukunya, “Milik Recky pribadi, tidak ada yang pernah melihatnya
kecuali gue dan dia sendiri” lanjut Iwan membiarkan Tasya membuka lembar demi
lembarnya, diikuti rasa penasaran Githa, Tifa dan Vinna yang juga melihat
isinya
“Jika kita menarik pita ini..” tiba-tiba Iwan
mengambil buku tersebut dan menarik pita buku itu, membuka halaman yang dibatasi
oleh seutas pita hitam tersebut, “Inilah.. rahasia terdalam Recky..”, lalu
mengembalikannya kepada Tasya dan yang lain
Tepat di halaman tengah buku itu, foto Tasya ditempel
oleh Recky, disertai sebuah emoticon love dibawahnya, setelah beberapa halaman
sebelum foto tersebut diisi oleh asumsi pribadi, dan hipotesa Recky yang belum
pernah ia beritahukan kepada yang lain, semua dalam bentuk tulisan yang rapih,
terorganisir, dan sangat perfeksionis
Recky menghubungkan teori matematika dengan keadaan
sesungguhnya, atau sebaliknya, ia memasukkan keadaan asli kedalam rumus,
menghitung probabilitas, menggunakan huruf-huruf aljabar, dan berbagai catatan
kaki ia buat seperti, “Sebelum yang ketiga !” atau “Demi kita semua, Recky !”
“Hmm, sebaiknya jangan terlalu jauh” Iwan mengambil
baik-baik buku tersebut dari genggaman Tasya, “Nanti asumsi pribadi miliknya
akan menempel di otak kita, dan menghalangi kita untuk berpikir lebih jauh dan
mungkin lebih baik darinya” lanjut Iwan sambil mengembalikkan buku itu ke
tempat semula, lalu mereka keluar dan kamar Recky sama seperti saat mereka
belum masuk
“Intinya, sebaiknya kau berhati-hati terhadap Recky,
dia luar biasa jenius namun emosional, kau tahu kan laki-laki bisa melakukan
apa saja demi cinta seorang perempuan ?” ucap Iwan kepada Tasya, gadis itu
hanya mengangguk dan tidak berkata apa-apa
“Ah.. maaf aku terlambat” Debby datang, mengeluarkan
biola, dan bergabung bersama grup orkestranya, “Baiklah, mari kita mulai”
pimpin sang dirigen sambil mulai mengayunkan tangannya mengikuti nada, sesekali
kepalanya bergerak kecil, setiap orang dalam grup orkestra tersebut fokus pada
alat musiknya masing-masing..
“Oke, selanjutnya, Overture 1812 dari Tchaikovsky,
jangan kecewakan aku guys, kalian tampil baik di lagu pertama” ucap sang
dirigen lalu memulai lagi, Perlahan tapi pasti, air mata menetes dari kedua
mata Debby disaat tangannya menghasilkan nada indah yang mendominasi sepanjang
lagu
“Baiklah Windu, dengan berbagai pertimbangan, anda diperbolehkan keluar dan
melanjutkan pemeriksaan besok” ucap Ryan, Windu segera keluar, meraih kunci
mobilnya dan berangkat tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada Ryan ataupun
polisi yang lain, sementara Ruri baru datang dari rumah kost Tifa
“Wah, buckingham palace” kata Firhan sambil memandangi
istana tersebut seraya mereka berjalan kearah pulang, jarak mereka tidak terlalu jauh dari
jantung Britania Raya. Dibalik pagar besar yang tertutup, ada sebuah panggung
berdiri, disertai orang-orang yang menonton ke panggung tersebut, Dimas
mengambil salah satu brosur yang bersebaran di tanah
“Ah..” seorang perempuan didepan Dimas terdiam, nampaknya
ia juga ingin mengambil brosur itu. Dimas segera memberikan brosur tersebut ke Firhan, lalu memberikan tangannya untuk menyalami perempuan tersebut. “Dimas
Ananda” kenal Dimas dengan senyum manis kepada perempuan itu
“Adinda..” balasnya dengan senyum, “Itu Ozil ya ?”
tunjuk Dinda ke kaos Dimas yang bergambar karikatur Mesut Ozil, “Iya ini Ozil,
kamu tau juga ?” tanya Dimas, Firhan hanya tertawa kecil dibelakang Dimas, “Eh
engga haha, aku hanya fansnya kok, tapi jadi suka sama klubnya juga hahaha”
jawab Dinda sambil tertawa
“Kamu mau nonton konser ini juga yaa ?” tanya Dimas
kepada Dinda seraya melihat ke arah panggung, “Emm, konsernya masih besok tau,
hari ini cuman gladiresiknya hehe” jawab Dinda, Firhan melihat kearah panggung
dengan seksama, “Dim, itu kan Debby!” ucapnya kencang
“Manaa ? Oiya teman lama hahaha” balas Dimas seraya
menatap Firhan dan berbisik, “Han pelan-pelan, gue mau kenalan nih”. “Siapa itu
Debby ?” tanya Dinda, Dimas menjawab dengan pintar, mereka pun mengobrol sesaat
dan memberikan akun twitter masing-masing
Tak jauh dari sana, Firhan melihat Windu sedang berada
di dalam mobilnya, sesekali melihat ke jam tangan dan membuka handphone, “Apa
yang ia lakukan disini..” pikir Firhan, berbagai macam pikiran yang datang ke
otaknya hilang saat Dimas mengajaknya kembali ke kost
Esoknya, Dimas dan Firhan bersiap untuk menuju ke
Buckingham Palace, Debby pulang larut malam sehingga mereka tak sempat
berbicara apa-apa, Iwan berhasil meyakinkan Recky setelah sebuah debat yang
dimulai dengan pertanyaan “Apakah ada yang memasuki kamarku tadi sore ?” dari
Recky, satu-satunya bukti Recky hanyalah pita hitam bukunya yang tidak berada
di tengah halaman seperti biasa
“Debby kemana ?” tanya Dimas saat sarapan bersama, “Telah
pergi lagi, ia ada konser di Buckingham Palace” jawab Tifa judes seperti biasa.
Jujur, bagi Dimas, ia merasa bersalah, ia tahu ada Debby disana yang sedang
gladiresik namun ia malah tertarik oleh seorang wanita lain yang memikatnya
“Apa kalian akan menonton ?” tanya Tasya, “Em, saat
Debby pergi tadi, seperti biasa, dia dijemput Mr. Windu, namun dia memintaku
untuk menanyakannya ke kalian, apa kalian akan menonton ?” lanjut Tasya yang
bangun pagi dan melihat kepergian Debby
“Kau bangun pagi-pagi sekali ya Sya, rajin” puji Recky
sambil tersenyum, Tasya hanya tersenyum kecil dan terdiam lagi, dia tidak tahu
apa yang harus ia lakukan terhadap Recky
Tak ingin membuang waktu, Dimas dan Firhan segera berangkat,
rupanya Ruri dan Ridho menontonnya juga, kendati kondisi Ridho belum sepenuhnya
pulih, namun ia tidak ingin melewatkan salah satu event terbesar di Inggris, “Gue
sampe bingung kenapa yang lain engga ikut, padahal ini event bisa jadi
refresher juga hahaha” ucap Ruri sambil tertawa
Ditengah acara, Ridho melihat orang yang kemarin
menyerangnya, Ruri segera beranjak, ia menghubungi polisi lain yang berada di
acara tersebut untuk mengamankan sang ‘polisi’ gadungan yang sempat
membahayakan nyawa Ridho kemarin
“Sial, orkestra Debby..” ucap Dimas, namun ia sadar
ada banyak nyawa manusia yang dapat ia selamatkan jika ia menangkap orang
tersebut. “Dim, santai aja, lu kemaren gak liat Debby tapi disini liat kan hehe”
kata Firhan sambil mulai memakan snack yang ia beli
“DRAP DRAP DRAP”, tiba-tiba, orang itu berlari menuju
backstage, menembus petugas, polisi sekitar pun mengejarnya, termasuk Ruri dan..
Dimas. “Suruh raja dan ratu untuk kedalam, tutup mereka !!” perintah Ruri
kepada anak buahnya yang ada didalam, Ryan berada di perjalanannya saat
mendengar bahwa Ridho melihat penyerangnya
Dimas berlari lebih cepat, Ruri menembakkan sebuah
pistol dengan peredam suara dengan tujuan menembak orang tersebut, namun gagal.
Dimas berusaha menangkapnya namun orang itu lebih gesit dibandingkan dia. Usaha
terakhir, Dimas melakukan sebuah loncatan dan berusaha meraih apapun dari orang
tersebut
“BRUKK !” Dimas menumbangkannya, ia meraih leher orang
itu dan menjatuhkannya, polisi segera mengerubunginya, termasuk Ridho yang
bergabung dan menyusul pengejaran dibelakang
Setelah semua mata tertuju ke orang tersebut.. “Uhuk uhuk..”
sang dirijen batuk-batuk ringan, namun setelah beberapa saat menjadi parah,
Firhan yang pertama bereaksi dengan berdiri untuk melihatnya lebih jelas
“BRAKK !!” sang dirijen terjatuh dari panggung, kepala
terlebih dahulu, semua penonton berteriak histeris dan panik, para pemain
orkestra berhenti, “Diam semua ! Tetap ditempat kalian masing-masing !” Teriak
Firhan menunjuk kearah pemain orkestra, termasuk Debby.. dia mengambil alih
kasus ini, untuk sementara.
TO BE CONTINUED
No comments:
Post a Comment