Monday, March 16, 2015

The Killer Paradox, Part 8 : Dark Secret

The Killer Paradox, Part 8 : Dark Secret
Tribute To AHL Group
Oleh : Kanzia Rahman

       “Woah..” Ridho terdiam, menatap tajam mata sang polisi tersebut, mundur sedikit demi sedikit dan menjauh. “Ayo, cepat” ucapnya lalu mendekatkan moncong pistol tersebut ke kepala Ridho, “Hey, apa kau tuli ?” lanjutnya sambil mengetukkan pistol tersebut ke jidat Ridho



       
       “Aargh !” Ridho menendang betis orang tersebut, menyerang perutnya dengan lutut lalu menyikut musuhnya tepat di bagian belakang kepala, tidak ada peluru yang ditembakkan, dalam 3 serangan ia dapat melumpuhkan sekaligus membalikkan keadaan terhadap musuhnya itu
       
       “Sekarang, beritahu aku, semua yang kau tahu...” ucap Ridho sambil menginjak kepala musuhnya, darah keluar dari hidung sementara Ridho berdiri tenang dan mengancam, namun, dia melupakkan sesuatu
       
       “DOR !” Pistol ditembakkan, tepat mengarah ke kepala Ridho dan akan menembusnya, beruntung ia mempunyai refleks yang baik, Ridho menghindar, peluru hanya membuat goresan panjang diantara kedua matanya lalu terbang ke udara, darah keluar, Ridho terpaksa melepaskan musuhnya yang segera masuk ke mobil dan meninggalkan satu tembakan lagi ke betis Ridho
       
       “BRUUMM !!” Mobil itupun berjalan, menyerempet Ridho dan sekali lagi, musuhnya menembakkan pistol hanya dari kaca spion, luar biasa, Ridho hanya bisa melakukan terjangan ke bahu jalan sebelum akhirnya menghubungi teman-teman kepolisiannya, ia hanya bertahan disana sampai bantuan datang
       
       “PRIIIT PRIIIT” Wasit meniup peluit panjang tanda akhir pertandingan, Firhan dan Dimas berdiri lalu bertepuk tangan sama seperti kebanyakan supporter, lalu mencari jalan keluar dari Emirates Stadium setelah mengambil beberapa foto untuk dokumentasi
       
       “Sorry mate, my bad” ucap Firhan tersenyum malu saat ia tak sengaja menginjak sepatu seorang gooners lainnya, hanya dibalas senyuman dan kejadian itu dilupakan, ‘Untung gak berprinsip senggol bacok dia’ pikir Firhan, hari itu ia lalui dengan kebahagiaan setelah menyaksikan tim kesukaannya bermain, meski Arsenal tidak menang, setidaknya pertandingan ini akan menjadi kenangan untuknya
       
       “Maaf, aku harus segera pergi” ucap Debby setelah melihat jam tangannya lalu beranjak mendahului yang lain, ia pergi ke kamarnya, mengambil sebuah tas berisi biola dan pergi lagi, “Buru-buru sekali kau Deb hahaha” kata Githa, “Iya Deb, ada urusan apa ?” sahut Vinna
      
       “Aku lupa hari ini ada gladiresik untuk mengisi acara besok, aku sudah terlambatt” jawab Debby menyempatkan diri, lalu keluar dari kost dan bergegas, “Tunggu.. ada yang aneh..” ucap Vinna sambil berpikir, “Windu. Biasanya orang tersebut menjemput sang putri kemanapun ia mau” jawab Tifa singkat lalu menyalakan televisi

“Baiklah gadis-gadis..” Iwan keluar dari kamarnya, lalu turun ke lantai bawah, “Ada sesuatu yang harus aku tunjukkan kepada kalian” lanjutnya sambil mengajak mereka semua naik ke lantai atas, Githa, Tifa, Vinna dan Tasya mengikuti Iwan, mereka menuju kamar Recky

“Tunggu, bukankah harusnya kamar seseorang itu privasi..” ucap Tifa saat Iwan mencoba membuka pintu kamar Recky, “Memang..” balas Iwan sambil berusaha, “Tapi, privasi bisa bersifat umum jika kita telah melakukan beberapa usaha untuk menyebarkannya..” Pintu kamar Recky pun terbuka, Iwan tersenyum tipis

“Pelan-pelan, Recky adalah seorang matematikawan, ia pasti memperhitungkan berbagai kemungkinan adanya seorang pencuri yang mendobrak masuk kamarnya, meletakkan jebakan namun tidak untuk dia sendiri” Iwan melompat kecil sebuah tali yang terbentang panjang yang setinggi mata kakinya

“Apa ini..” Vinna tercengang saat mereka semua masuk lebih dalam, Recky membuat sebuah skema pembunuhan yang sedang terjadi, potongan koran dari kasus tersebut ia letakkan di dinding dengan paku payung, lalu disambungkan oleh sebuah pita yang berbeda-beda warnanya ke potongan koran yang lain, atau bahkan foto

“Foto Debby ditengah..” kata Vinna melihat foto Debby yang sedang tersenyum, sebuah pola Y yang terbentuk dari pita berwarna merah mengarah ke foto kedua orang tua gadis itu yang terdapat label “Dead” dengan beberapa potongan koran disekitarnya

“Selain itu, ini” Iwan lalu menyodorkan sebuah buku ke Tasya, lebih mirip buku catatan kecil berwarna merah dengan pita hitam sebagai pembatas bukunya, “Milik Recky pribadi, tidak ada yang pernah melihatnya kecuali gue dan dia sendiri” lanjut Iwan membiarkan Tasya membuka lembar demi lembarnya, diikuti rasa penasaran Githa, Tifa dan Vinna yang juga melihat isinya

“Jika kita menarik pita ini..” tiba-tiba Iwan mengambil buku tersebut dan menarik pita buku itu, membuka halaman yang dibatasi oleh seutas pita hitam tersebut, “Inilah.. rahasia terdalam Recky..”, lalu mengembalikannya kepada Tasya dan yang lain

Tepat di halaman tengah buku itu, foto Tasya ditempel oleh Recky, disertai sebuah emoticon love dibawahnya, setelah beberapa halaman sebelum foto tersebut diisi oleh asumsi pribadi, dan hipotesa Recky yang belum pernah ia beritahukan kepada yang lain, semua dalam bentuk tulisan yang rapih, terorganisir, dan sangat perfeksionis

Recky menghubungkan teori matematika dengan keadaan sesungguhnya, atau sebaliknya, ia memasukkan keadaan asli kedalam rumus, menghitung probabilitas, menggunakan huruf-huruf aljabar, dan berbagai catatan kaki ia buat seperti, “Sebelum yang ketiga !” atau “Demi kita semua, Recky !”

“Hmm, sebaiknya jangan terlalu jauh” Iwan mengambil baik-baik buku tersebut dari genggaman Tasya, “Nanti asumsi pribadi miliknya akan menempel di otak kita, dan menghalangi kita untuk berpikir lebih jauh dan mungkin lebih baik darinya” lanjut Iwan sambil mengembalikkan buku itu ke tempat semula, lalu mereka keluar dan kamar Recky sama seperti saat mereka belum masuk

“Intinya, sebaiknya kau berhati-hati terhadap Recky, dia luar biasa jenius namun emosional, kau tahu kan laki-laki bisa melakukan apa saja demi cinta seorang perempuan ?” ucap Iwan kepada Tasya, gadis itu hanya mengangguk dan tidak berkata apa-apa

“Ah.. maaf aku terlambat” Debby datang, mengeluarkan biola, dan bergabung bersama grup orkestranya, “Baiklah, mari kita mulai” pimpin sang dirigen sambil mulai mengayunkan tangannya mengikuti nada, sesekali kepalanya bergerak kecil, setiap orang dalam grup orkestra tersebut fokus pada alat musiknya masing-masing..

“Oke, selanjutnya, Overture 1812 dari Tchaikovsky, jangan kecewakan aku guys, kalian tampil baik di lagu pertama” ucap sang dirigen lalu memulai lagi, Perlahan tapi pasti, air mata menetes dari kedua mata Debby disaat tangannya menghasilkan nada indah yang mendominasi sepanjang lagu

“Baiklah Windu, dengan berbagai pertimbangan, anda diperbolehkan keluar dan melanjutkan pemeriksaan besok” ucap Ryan, Windu segera keluar, meraih kunci mobilnya dan berangkat tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada Ryan ataupun polisi yang lain, sementara Ruri baru datang dari rumah kost Tifa

“Wah, buckingham palace” kata Firhan sambil memandangi istana tersebut seraya mereka berjalan kearah pulang, jarak mereka tidak terlalu jauh dari jantung Britania Raya. Dibalik pagar besar yang tertutup, ada sebuah panggung berdiri, disertai orang-orang yang menonton ke panggung tersebut, Dimas mengambil salah satu brosur yang bersebaran di tanah

“Ah..” seorang perempuan didepan Dimas terdiam, nampaknya ia juga ingin mengambil brosur itu. Dimas segera memberikan brosur tersebut ke Firhan, lalu memberikan tangannya untuk menyalami perempuan tersebut. “Dimas Ananda” kenal Dimas dengan senyum manis kepada perempuan itu

“Adinda..” balasnya dengan senyum, “Itu Ozil ya ?” tunjuk Dinda ke kaos Dimas yang bergambar karikatur Mesut Ozil, “Iya ini Ozil, kamu tau juga ?” tanya Dimas, Firhan hanya tertawa kecil dibelakang Dimas, “Eh engga haha, aku hanya fansnya kok, tapi jadi suka sama klubnya juga hahaha” jawab Dinda sambil tertawa

“Kamu mau nonton konser ini juga yaa ?” tanya Dimas kepada Dinda seraya melihat ke arah panggung, “Emm, konsernya masih besok tau, hari ini cuman gladiresiknya hehe” jawab Dinda, Firhan melihat kearah panggung dengan seksama, “Dim, itu kan Debby!” ucapnya kencang

“Manaa ? Oiya teman lama hahaha” balas Dimas seraya menatap Firhan dan berbisik, “Han pelan-pelan, gue mau kenalan nih”. “Siapa itu Debby ?” tanya Dinda, Dimas menjawab dengan pintar, mereka pun mengobrol sesaat dan memberikan akun twitter masing-masing

Tak jauh dari sana, Firhan melihat Windu sedang berada di dalam mobilnya, sesekali melihat ke jam tangan dan membuka handphone, “Apa yang ia lakukan disini..” pikir Firhan, berbagai macam pikiran yang datang ke otaknya hilang saat Dimas mengajaknya kembali ke kost

Esoknya, Dimas dan Firhan bersiap untuk menuju ke Buckingham Palace, Debby pulang larut malam sehingga mereka tak sempat berbicara apa-apa, Iwan berhasil meyakinkan Recky setelah sebuah debat yang dimulai dengan pertanyaan “Apakah ada yang memasuki kamarku tadi sore ?” dari Recky, satu-satunya bukti Recky hanyalah pita hitam bukunya yang tidak berada di tengah halaman seperti biasa

“Debby kemana ?” tanya Dimas saat sarapan bersama, “Telah pergi lagi, ia ada konser di Buckingham Palace” jawab Tifa judes seperti biasa. Jujur, bagi Dimas, ia merasa bersalah, ia tahu ada Debby disana yang sedang gladiresik namun ia malah tertarik oleh seorang wanita lain yang memikatnya

“Apa kalian akan menonton ?” tanya Tasya, “Em, saat Debby pergi tadi, seperti biasa, dia dijemput Mr. Windu, namun dia memintaku untuk menanyakannya ke kalian, apa kalian akan menonton ?” lanjut Tasya yang bangun pagi dan melihat kepergian Debby

“Kau bangun pagi-pagi sekali ya Sya, rajin” puji Recky sambil tersenyum, Tasya hanya tersenyum kecil dan terdiam lagi, dia tidak tahu apa yang harus ia lakukan terhadap Recky

Tak ingin membuang waktu, Dimas dan Firhan segera berangkat, rupanya Ruri dan Ridho menontonnya juga, kendati kondisi Ridho belum sepenuhnya pulih, namun ia tidak ingin melewatkan salah satu event terbesar di Inggris, “Gue sampe bingung kenapa yang lain engga ikut, padahal ini event bisa jadi refresher juga hahaha” ucap Ruri sambil tertawa

Ditengah acara, Ridho melihat orang yang kemarin menyerangnya, Ruri segera beranjak, ia menghubungi polisi lain yang berada di acara tersebut untuk mengamankan sang ‘polisi’ gadungan yang sempat membahayakan nyawa Ridho kemarin

“Sial, orkestra Debby..” ucap Dimas, namun ia sadar ada banyak nyawa manusia yang dapat ia selamatkan jika ia menangkap orang tersebut. “Dim, santai aja, lu kemaren gak liat Debby tapi disini liat kan hehe” kata Firhan sambil mulai memakan snack yang ia beli

 “DRAP DRAP DRAP”, tiba-tiba, orang itu berlari menuju backstage, menembus petugas, polisi sekitar pun mengejarnya, termasuk Ruri dan.. Dimas. “Suruh raja dan ratu untuk kedalam, tutup mereka !!” perintah Ruri kepada anak buahnya yang ada didalam, Ryan berada di perjalanannya saat mendengar bahwa Ridho melihat penyerangnya

Dimas berlari lebih cepat, Ruri menembakkan sebuah pistol dengan peredam suara dengan tujuan menembak orang tersebut, namun gagal. Dimas berusaha menangkapnya namun orang itu lebih gesit dibandingkan dia. Usaha terakhir, Dimas melakukan sebuah loncatan dan berusaha meraih apapun dari orang tersebut

“BRUKK !” Dimas menumbangkannya, ia meraih leher orang itu dan menjatuhkannya, polisi segera mengerubunginya, termasuk Ridho yang bergabung dan menyusul pengejaran dibelakang

Setelah semua mata tertuju ke orang tersebut.. “Uhuk uhuk..” sang dirijen batuk-batuk ringan, namun setelah beberapa saat menjadi parah, Firhan yang pertama bereaksi dengan berdiri untuk melihatnya lebih jelas


“BRAKK !!” sang dirijen terjatuh dari panggung, kepala terlebih dahulu, semua penonton berteriak histeris dan panik, para pemain orkestra berhenti, “Diam semua ! Tetap ditempat kalian masing-masing !” Teriak Firhan menunjuk kearah pemain orkestra, termasuk Debby.. dia mengambil alih kasus ini, untuk sementara.


TO BE CONTINUED

No comments:

Post a Comment