Wednesday, March 11, 2015

The Killer Paradox, Part 7 : Second Turn.

The Killer Paradox, Part 7 : Second Turn.
Tribute To AHL Group
Oleh : Kanzia Rahman

       “Tapi, itu bisa jadi black jack kalian untuk menemukan dan mengetahui siapa pelakunya.” Lanjut Windu setelah Recky menyimpan kertas itu dan berpaling darinya, mahasiswa itu hanya melirik kecil tanpa memutar kepalanya sedikitpun kepada Windu, “Tapi ingat, The Prestige !” Windu tersenyum kecil, membiarkan Iwan dan Recky pergi kembali ke kost



       
      “Kalau boleh saya tahu, dimana letak pembunuhan kedua ?” tanya Windu pada Ryan, “Sebuah ladang jagung yang cukup jauh dari pusat kota, terletak di pinggaran kota London, ini aneh” jawab Ryan, “Aku tahu London merupakan gabungan dari City Of London dan City Of Westminter, yang berarti kedua kota kuno ini bergabung, namun dalam pembunuhan kedua, pelaku memilih tempat yang jauh dari keramaian, kenapa ?” lanjut Inspektur kepolisian tersebut
       
      “Apa kita benar-benar akan menghentikannya ?” Ryan mulai ragu setelah menyadari bahwa kasus kedua benar-benar sebuah kecolongan yang cukup besar untuk kubu kepolisian, “Justru aku yang harus mulai berpikir demikian, pelaku menjauh dari dugaan kita, namun jika korban ditemukan tadi siang, apa maksud dari 16.00 di kertas yang ditemukan diluar ?” Windu membalas Ryan
       
      “Emirates aman, orang yang mencurigakan disana hanyalah jatuh akibat tumpahan dari minuman yang ia pegang, jadi kasus kedua adalah Edward, bukan Emirates Stadium” ucap Ryan lalu mengusap mukanya, lelah. “Kebenaran mutlak, kepastian dan ketidakmungkinan yang kau buat barusan” kata Windu sambil menatap lurus, kosong
       
      “Kau baru saja mengucapkan seolah kau mengetahui sebuah kebenaran mutlak dan memastikan hal tersebut, dan kau menghapuskan sebuah kemungkinan, pada dasarnya, semua kemungkinan itu layak untuk dihormati dan tidak dilupakan” lanjut Windu cepat dan tegas kepada sang Inspektur muda
       
      Dimas berdiri dari kursinya, sebuah serangan kembali dilancarkan oleh klub kesayangannya tersebut, tendangan seorang pemain bernomor punggung 11 membentur tiang gawang dan memantul, tim tamu segera berinisiatif menyerang balik dan melakukan perlawanan
      “Oooohh!” teriaknya, sebuah penyelamatan gemilang dilakukan penjaga gawang nomor 1 tersebut dan bola keluar, kedudukan sementara imbang 1-1, 20 menit pertama menyuguhkan pertandingan yang menjanjikan bagi kedua kubu dan belum bisa ditebak sejauh ini siapa yang akan memenangkan derby London kali ini
      
“Kondisi mayat korban kedua, ditusuk tepat di jantungnya, korban juga melihat muka pelaku, karena darah lebih dominan berada di bagian depan badan korban, saat ditemukan warga, mayat menghadap langit, namun tusukannya cukup dalam, bahkan bisa dibilang menembus bagian belakang atau punggung korban” jelas seorang polisi lainnya pada Ryan

Windu ia tinggalkan sendirian, kembali menulis catatan-catatan kaki pada kertas yang ia minta, entah maksudnya apa, mungkin membuat analisa lain yang berkaitan dengan kasus ini..

“Kami sudah menanyai para saksi, seingat mereka, pelaku berlari ke arah ladang jagung dan menghilang, warga sekitar membentuk formasi yang mengelilingi ladang tersebut, namun mereka tidak menemukan apa-apa” lanjutnya, Ryan hanya terdiam dan menyeruput kopi panasnya sambil membuka lembar per-lembar dokumen dari kasus ini

“Aku mulai berpikir, Inspektur..” Ryan melirik ke polisi tersebut, “Apa musuh yang sedang kita hadapi ini, adalah contoh dari fenomena poltergeist ?” tanyanya, Ryan hanya bisa terdiam, tidak mau berspekulasi ataupun berbicara banyak, ia belum bisa mengidentifikasi sang pembunuh ini

“Huft..” Ridho kembali bersama para ‘pasukan’nya, pencariannya di ketiga museum tidak menghasilkan apa-apa selain lelah, mereka kecolongan lagi, dan tentu saja mereka harus bersiap untuk menghadapi adanya kemungkinan yang ketiga, dan yang paling parah dari semuanya, kenyataan bahwa pelaku yang mendikte mereka

“Kenapa harus gue” ucap Debby ditengah tangisannya yang semakin kencang, kesedihan terasa di seluruh penjuru ruangan, menyayat hati tiap orang yang melihat seorang gadis manis yang menangis karena ditinggal oleh kedua orang tuanya yang mati dengan kondisi mengenaskan

“Dimana Dimas dan Firhan ?” tanya Tifa ke Recky yang menjauh dari kerumunan bersama Iwan, “Kelihatannya kau sedang sentimen terhadap kedua orang tersebut” Vinna bergabung dengan mereka bertiga, ikut duduk di meja makan besar dan bersandar di kursi

“Menonton sepakbola mungkin, Windu tadi bilang bahwa hari ini ada salah satu pertandingan terbesar di Inggris, mungkin mereka berdua menontonnya” jawab Iwan melihat Recky diam saja, tidak menanggapi pertanyaan tersebut, Githa dan Tasya masih menenangkan Debby, Recky pergi ke dapur, membuat sereal dan memakannya sendiri

“Ada apa dengan dia ?” tanya Tifa sambil berbisik pada Vinna, “Entah, mungkin masalah pribadi dengan Dimas dan Firhan, kita tidak tahu apa yang terjadi saat mereka bertiga dirumah ini tadi, saat kita tidak ada” jawab Vinna balik berbisik, Iwan tidak berkata apa-apa dan menuju kamarnya diatas

“Lebih baik kita menenangkan sang putri ini” lanjut Tifa sambil berpaling ke Debby, Vinna mengikuti Tifa, berkumpul di ruang tengah bersama yang lainnya, menghibur Debby, menceritakan segalanya, bermain, bernyanyi, melakukan semua usaha untuk mengembalikan senyum Debby

Firhan kembali ke tempat duduknya, kembali menikmati pertandingan yang sudah memasuki babak kedua, sayang sekali dia tidak menyaksikan 2 gol yang dicetak pada 45 menit pertama, ia membawa minuman kecil dan snack untuk Dimas juga

“PRIITTT !!” “Ooohh !!” Wasit menunjuk titik putih, 12 pas dari gawang Arsenal, sebuah serangan balik yang cepat dan mematikan dari tim tamu mengagetkan lini pertahanan Arsenal, sepak pojok yang tidak sempurna dibuang oleh kiper dan dibawa oleh gelandang Spurs untuk dilanjutkan ke penyerang, salah satu bek tengah Arsenal terlambat mundur, Terpaksa, bek tengah lainnya melakukan pelanggaran terhadap striker tunggal tim tamu di dalam kotak penalti

“Boooo !!!” teriak para fans Arsenal mencoba mengacaukan konsentrasi pemain bernomor 37 tim lawan, tendangan diambil, dan gagal !. Sebuah penyelamatan sempurna sang kiper di sudut kanan gawang berhasil menjaga gawangnya dari bola, sang kapten tim segera membuang bola jauh ke depan

Tidak ingin membuang kesempatan, kali ini Arsenal membangun serangan, dimulai dari passing 1-2 ditengah lapangan untuk melewati gelandang tim tamu, solo run dari sisi kanan oleh pemain berkebangsaan Chile dan memasuki kotak 16 pas, ia mengirim umpan lambung yang pendek ke sang penyerang yang sukses menyelesaikan umpan tersebut dengan sebuah tendangan volley dan mencetak gol

“GOALLL !!!” Seluruh gooners yang tengah berada di Emirates Stadium berdiri dan merayakan gol tersebut dengan cara masing-masing, ada yang memutar syal, ada yang sekedar berdiri dan mengangkat tangannya, ada yang melompat-lompat sambil memutar syal, ada yang mulai menyanyikan chants

“Pak !!” seorang polisi tiba-tiba mendobrak pintu masuk dan mencari Ryan, nafasnya terengah-engah, keringat bercucuran dibadannya, “Tenangkan dirimu, ada apa ?” Ridho mendatangi orang tersebut, lalu mengajaknya duduk. “Maaf, aku dari pihak kepolisian tempat mayat Edward ditemukan, nampaknya aku berhasil menemukan hal baru dalam kasus ini” jawabnya sambil mengelap keringatnya

“Mobilku hanya berjarak beberapa kilometer dari sini, bannya bocor” lanjut polisi tersebut, Ridho hanya melihat kearah Ryan seraya inspektur itu datang, Ryan mengangguk kecil tanpa kata, Ridho dan orang tersebut keluar dari kantor kepolisian, menuju mobil sang polisi dengan berjalan kaki

“Halo suster” sapa Amenk kepada Agnes yang sedang berjaga di rumah sakit. Awalnya, Agnes hanya terdiam, namun ia segera menjawab sapaan tersebut, “Iya, halo Mr. Amenk, semoga putri anda membaik, hari ini aku belum sempat menjenguknya” jawab Agnes sambil tersenyum. Alih-alih ke kamar sang putri, Amenk justru mendatangi Agnes dengan tatapan tajam, sang suster sudah siap dengan telepon umum di tangannya dan menekan angka darurat jika Amenk berbuat macam-macam

“Jangan tegang seperti itu, apa kau hanya suster biasa ?” tanya Amenk pada Agnes, Amenk meletakkan tangannya diatas papan kayu yang dipoles yang membatasi dirinya dan Agnes, seperti kebanyakan resepsionis, ada pembatas untuk diletakkan buku, Agnes menjauh sedikit

“Aku sangat penasaran tentang sistem organ tubuh manusia, apakah itu salah satu bidangmu ?” lanjutnya, Agnes terdiam tanpa suara, “Oh begitu” Agnes kembali ke posisi sebelumnya, “Aku hanya banyak-banyak membaca, kau bisa tanyakan pada Dokter Kevin” lanjutnya

“Dokter Kevin ? Oh, orang yang merawat putriku itu ya hahaha” jawab Amenk sambil tertawa kecil, “Oke, terima kasih, aku sudah beberapa kali bertemu dan berbicara sedikit dengannya, semoga harimu menyenangkan” lanjut Amenk ceria sambil berpaling keluar dari rumah sakit

“Terus terus, banyak yang pernah coba jadi pacar aku, cara mereka macem-macem, dari coklat, bunga, sampe sepaket buku ensiklopedia hahaha” kata Tasya kepada yang lainnya, “Wah kalo gue juga pernah Sya, tapi kalo gue negatif, justru banyak yang doain gue putus haha” ucap Tifa sambil tertawa juga, diikuti tawa dari para gadis lainnya

“Maaf kawan-kawan, aku perlu pergi sekarang, ada urusan sebentar” ucap Recky sambil tersenyum kepada Tasya yang dibalas dengan sebuah senyum manis dan mata yang agak disipitkan. Recky pun keluar dari kost tersebut dan menyalakan mobilnya, matanya menatap layar smartphone, pertandingan klub kesayangannya yang tidak bisa ia lewatkan tinggal beberapa saat lagi

“Ooohh !!” ucap Dimas dan Firhan lalu bertepuk tangan saat pemain bernomor punggung 15 berhasil membawa bola dan melakukan tendangan spekulasi, sayang tendangan tersebut berhasil ditangkap kiper tim tamu, gooners yang telah berdiri kembali duduk

Kali ini giliran tim tamu yang melakukan serangan, dimulai dari umpan-umpan pendek dibelakang, lalu sebuah umpan panjang kedepan, sang penyerang tunggal yang tadi gagal mengeksekusi penalti membawa bola menuju kotak 16 pas tim tuan rumah

Ia melakukan sebuah tendangan, “Deflection !, and goaalll !!!!” teriak sang komentator, tendangan tersebut membentur salah seorang pemain belakang dan membelokkan bola sebelum bersarang untuk kedua kalinya di gawang Arsenal, waktu semakin sempit, para gooners terlihat memegangi kepalanya, sekedar diam, atau bahkan meneriaki lawan

Pemandangan berbeda terlihat dari suporter tim tamu, mereka berbahagia, merayakan gol dan kembali fokus ke pertandingan yang sudah kurang dari 15 menit lagi, setiap tendangan dan peluang tidak akan disia-siakan oleh kedua kubu, setiap kesempatan akan dioptimalkan, dan setiap serangan akan dimanfaatkan sebaik mungkin

“Ini belum ada satu kilometer..” ucap Ridho sambil melihat mobil sang polisi tersebut, polisi itu hanya diam, membuka jok depan, Ridho tepat dibelakangnya, sang polisi mencari-cari sesuatu dan..

“Beritahu semua yang engkau tahu..” ucapnya sambil menodongkan pistol ke kepala Ridho





TO BE CONTINUED

No comments:

Post a Comment