The
Killer Paradox, Part 5 : Code.
Tribute To AHL Group
Oleh : Kanzia Rahman
Tribute To AHL Group
Oleh : Kanzia Rahman
Recky telah pergi dari rumah tersebut
dalam sekejap mata, ia tak mengucapkan apa-apa ke Dimas maupun Firhan, mobilnya
melaju kencang ke kepolisian. Waktu mulai memasuki sore hari, iring-iringan
suporter Arsenal dari seluruh Inggris berjalan melalui Trafalgar Square menuju
Emirates Stadium, tak terkecuali dengan Dimas dan Firhan yang juga memulai
perjalanan mereka.
“e = mc2..” tulis Ruri
besar-besar di sebuah papan tulis di salah satu ruangan di kepolisian, Iwan,
Recky, Ridho, Ruri, Windu, dan Inspektur Ryan berkumpul di satu ruangan yang
sama, Ruri mengambil kesimpulan kemungkinan kode dari pelaku dan menuliskannya,
sisa isi surat yang diterima Windu berisi kata-kata yang tak jauh dari inti
korban kedua yang nampaknya, pelaku ingin kita mengejarnya
Windu terdiam dan menjauh dari yang lain,
“Dia sedang shock, mungkin dia tahu bahwa dia adalah korban selanjutnya, hanya
tinggal menunggu waktu” ucap Iwan sambil menyilangkan tangannya di dada, “Apa
maksud sang pembunuh dengan mengirimkan kode ini ?” tanya Recky lalu mengirim
pesan ke Tasya, mencoba menanyakan maksud kode ini kepada gadis itu
“Ada apa nes ?” tanya Githa saat mereka
semua bertemu lagi di pusat resepsionis rumah sakit tempat ia dan Agnes
bekerja, “Jangan disini, sebaiknya cari tempat yang lebih tertutup, ayo ikuti
aku kembali ke ruang mayat” jawab Agnes sambil memimpin jalan, yang lain
mengikutinya dan penasaran informasi seperti apa yang didapat Agnes
“Tutup pintunya” kata Agnes sambil
memasuki ruang mayat, Tasya menutupnya karena ia yang berada di paling
belakang, “Nah, sekarang, baru kita bisa bicara” kata Agnes sambil menghadap ke
mereka semua, ia lalu mengeluarkan mayat ibu Debby dari ‘locker’nya, lalu
angkat bicara
“Aku baru mendapat informasi ini dari Dokter
Kevin, menurutnya, seorang psikopat tidak akan berhenti” ucap Agnes, “Psikopat
tidak akan berhenti ?” tanya Githa bingung, “Kondisi mayat saat ditemukan
dengan sebuah teka-teki silang di meja sebelahnya, ada sebuah kursi kosong lagi
yang keduanya menghadap pintu, pelaku suka memainkan mayat..” ucap Vinna seraya
berpikir
“Aku sudah menangkap maksud Agnes, atau
dokter Kevin. Mari kita berpikir dengan sudut pandang pembunuh, psikopat, dalam
kasus ini. Seorang psikopat yang meninggalkan satu kursi lain disebelah kursi
korban, mungkinkah itu artinya ia menyiapkan satu korban lain ?” lanjutnya,
raut muka Tasya dan Githa berubah, Agnes dingin dan diam saja, tidak memberi
komentar apapun karena ia mengetahui hal tersebut lebih cepat dibanding yang
lain
“Halo ?” Tasya mengangkat telepon di
handphonenya, “Sya, sini, sama yang lain, kepolisian, ada clue nih, bawa yang
lain” Recky tahu sekali bagaimana rasa keingintahuan Tasya terhadap clue maupun
kode, meski tidak sehebat Tifa, tapi ia sangat suka membuka buku untuk mencari
apa yang ia inginkan
“Ada petunjuk baru dari kepolisian, kita
disuruh kesana Vin, kalian ikut gak ?” tanya Tasya kepada Githa dan Agnes, “Aku
masih ada jadwal” tolak Agnes, “Ah, aku ikut saja ya kalo gitu nes hihihi” ucap
Githa lalu mereka bertiga pergi meninggalkan Agnes
“We won the league, in sh*te hart lane,
we won the league in sh*te hart lane !” teriak Firhan dan Dimas dalam kereta
bawah tanah yang akan membawa mereka ke Emirates Stadium, satu gerbong kereta
tersebut diisi oleh gooners
“And it’s Arsenal.. Arsenal FC !!, we’re
by far, the greatest team, the world has ever seen..” chants berlanjut, setiap
teriakan menyatukan seluruh gooners disana, tidak peduli ras mereka, agama,
kewarganegaraan, ataupun warna kulit, mereka bersatu dibawah satu nama, Arsenal
FC
Vinna dan Tasya sampai di kepolisian, “Lihat
itu deh Sya.. bus itu isinya anak-anak yang kurang beruntung..” ucap Vinna
kepada Tasya, mereka berdua melihat kearah bus yang sudah melewati gedung kepolisian
tersebut, Tasya tersenyum dan berkata, “Untung saja anak-anak seperti itu tidak
ditelantarkan ya Vin..”
Vinna diam saja, mengambil sebuah kertas
yang sepertinya jatuh di kepolisian dan melihatnya sebentar, lalu membawa
kertas itu masuk, “Ayo sya” ucap Vinna, mereka berdua memasuki gedung itu,
Recky sudah menunggu dan mereka bertigapun berjalan bersama menuju ruang yang
disana ada teman-teman mereka
“e, m, c, kuadrat” jelas Iwan kepada
Vinna dan Tasya yang baru bergabung, setiap orang mengambil tempat
masing-masing, mencari kemungkinan paling besar untuk kode tersebut, yang bisa
menyelamatkan nyawa korban kedua dan menghentikan kasus ini sebelum melebar..
“Itu bukan kode.. itu persamaan..” ucap Vinna tersadar, “teori
Einstein !” sahut Tasya, selayaknya orang yang baru saja menemukan sesuatu,
sebuah kebanggaan tersendiri. “Fisika, kenapa kita tidak menemukan ini
daritadi..” Ryan menopang sekaligus menutup mukanya dengan kedua tangan yang ia
letakkan di meja.
“Beritahu aku, Inspektur, apa itu berarti pembunuhan kedua
sudah terjadi ?” tanya Ruri, ikut merasakan sebuah penyesalan seakan mereka
terlambat, Ryan hanya terdiam dan tidak menjawab, lebih tepatnya, belum bisa
menjawab pertanyaan anak buahnya itu. “Belum, aku baru saja menemukan kertas
ini diluar tadi” kata Vinna sambil menyodorkan selembar kertas yang ia temukan
diluar gedung kepolisian
“16.00” sebuah tulisan yang terdiri dari 4 angka dan satu
angka baca tertulis dengan ukuran besar di kertas yang ditemukan Vinna, “Apa
ini berarti jam terjadinya pembunuhan ?” pikir Ridho cepat, “Mungkin, tapi kita
tidak tahu sama sekali akan terjadi dimana pembunuhan ini !” ucap Ryan
emosional sambil memukul mejanya
“Pembunuhan yang kedua akan terjadi dan kita hanya diam
disini, melihat seseorang lagi mati dan menunggu pelaku memberi kode untuk
pembunuhan ketiga, apa yang sebenarnya kita kerjakan !?” Ryan berdiri dan
kembali memukul meja, ia menyadari kekalahannya dan membiarkan mereka di dikte
oleh sang pelaku
“Tidak jika kita mengetahui lokasi terjadinya pembunuhan.”
Windu membuka mulut, “Bolehkah ?” tanya Windu sambil menunjuk papan tulis yang
ada dihadapannya, “Pelaku tidak akan jauh-jauh dari pembunuhan pertama, memang
begitu seharusnya pembunuhan berantai, jika kita mengacu kepada rumus, atau
dalam kasus ini, kode yang diberikan pelaku, maka kita akan mendapat huruf E,
M, atau C, kita kesampingkan dulu angka dua ini” lanjut Windu sambil melingkari
angka dua dan mencoretnya
“Secara psikologis, dengan adanya kode yang diberikan, pelaku
adalah seseorang yang ‘narsis’, ia ingin dicari dan dijadikan pusat perhatian,
maka kemungkinan besar ia akan membunuh di tempat ramai, bukan rumah sepi
seperti dalam kasus sebelumnya” ucap Windu lalu melirik Vinna, gadis itu hanya
mengangguk yang berarti setuju dengan ucapan Windu
“E, Emirates, Eye. M, Museum, C, Cathedral. Kita mulai
pembahasannya, gentlemen, buka buku
catatan kalian” ucap Windu lalu menuliskan kata-katanya itu di papan tulis. “Cathedral,
apa gereja yang paling mencolok di Britania Raya ? tentu saja St. Paul’s
Cathedral, namun loncengnya dibunyikan pukul 13.00 tiap hari, jadi kita bisa
mengeliminasi huruf C” lanjutnya
“M, Museum, aku hanya mengambil 3 museum paling terkenal di
London, ketiganya adalah Science Museum, Natural History Museum, dan British
Museum, ketiganya memiliki persamaan yang sama, buka pukul 10.00 dan memiliki
jam tutup kira-kira pukul 17.30-18.00, jadi, ketiga kemungkinan ini sama-sama
berbahaya” lanjut Windu sambil mengangguk kecil, “Penjagaan maksimal ke tiga
museum ini, Ridho pimpin cepat !!!” teriak Ryan sambil menyuruh Ridho keluar,
mengikuti ucapan Windu
“E, London Eye, kincir raksasa, terlalu mencolok jika pelaku
melakukan pembunuhan diatas sana, psikopat tidak akan pernah berhenti, jadi aku
mengeliminasi kemungkinan ini dan.. Emirates Stadium..” Windu berhenti
sejenak..
“Ada 60.000 orang disana, salah satu derby terbesar sepanjang
sejarah Inggris akan digelar hari ini pukul 16.00, kemungkinan yang terjadi
disini adalah pembantaian, atau yang paling mengerikan, pembunuhan satu orang
yang kemungkinannya 1 berbanding 60.000” tutup Windu, Ryan segera menelpon
kepolisian terdekat disana untuk melakukan pengawasan di Emirates
Vinna buru-buru mengambil handphonenya dan menelpon Firhan, “Han,
pembunuhan kedua, Emirates Stadium !” “Apaaa ?” Firhan tidak mendengar Vinna,
wajar saja, saat itu chants sedang bergemuruh di seluruh stadium menyambut
Arsenal dan Spurs yang akan segera bertanding
“PEMBUNUHAN KEDUA, HAN !, EMIRATES STADIUM !!” teriak Vinna, “Apa
?” Firhan seketika terdiam, menangkap maksud Vinna dan menutup telponnnya.. “Dim,
em.. pembunuhan kedua, disini..” bisik Firhan, Dimas kaget
“Yang
benar saja Han !?, Ada 60.028 orang disini dan kita harus mencari satu-persatu
?” tanya Dimas, seluruh tribun terisi, mereka berdua hanya terdiam seraya wasit
meniup peluit panjang yang menandakan kick-off telah dimulai..
TO
BE CONTINUED
No comments:
Post a Comment