Monday, March 2, 2015

The Killer Paradox, Part 5 : Code.

The Killer Paradox, Part 5 : Code.
Tribute To AHL Group
Oleh : Kanzia Rahman

       Recky telah pergi dari rumah tersebut dalam sekejap mata, ia tak mengucapkan apa-apa ke Dimas maupun Firhan, mobilnya melaju kencang ke kepolisian. Waktu mulai memasuki sore hari, iring-iringan suporter Arsenal dari seluruh Inggris berjalan melalui Trafalgar Square menuju Emirates Stadium, tak terkecuali dengan Dimas dan Firhan yang juga memulai perjalanan mereka.



       “e = mc2..” tulis Ruri besar-besar di sebuah papan tulis di salah satu ruangan di kepolisian, Iwan, Recky, Ridho, Ruri, Windu, dan Inspektur Ryan berkumpul di satu ruangan yang sama, Ruri mengambil kesimpulan kemungkinan kode dari pelaku dan menuliskannya, sisa isi surat yang diterima Windu berisi kata-kata yang tak jauh dari inti korban kedua yang nampaknya, pelaku ingin kita mengejarnya
       Windu terdiam dan menjauh dari yang lain, “Dia sedang shock, mungkin dia tahu bahwa dia adalah korban selanjutnya, hanya tinggal menunggu waktu” ucap Iwan sambil menyilangkan tangannya di dada, “Apa maksud sang pembunuh dengan mengirimkan kode ini ?” tanya Recky lalu mengirim pesan ke Tasya, mencoba menanyakan maksud kode ini kepada gadis itu
       “Ada apa nes ?” tanya Githa saat mereka semua bertemu lagi di pusat resepsionis rumah sakit tempat ia dan Agnes bekerja, “Jangan disini, sebaiknya cari tempat yang lebih tertutup, ayo ikuti aku kembali ke ruang mayat” jawab Agnes sambil memimpin jalan, yang lain mengikutinya dan penasaran informasi seperti apa yang didapat Agnes
       “Tutup pintunya” kata Agnes sambil memasuki ruang mayat, Tasya menutupnya karena ia yang berada di paling belakang, “Nah, sekarang, baru kita bisa bicara” kata Agnes sambil menghadap ke mereka semua, ia lalu mengeluarkan mayat ibu Debby dari ‘locker’nya, lalu angkat bicara
       “Aku baru mendapat informasi ini dari Dokter Kevin, menurutnya, seorang psikopat tidak akan berhenti” ucap Agnes, “Psikopat tidak akan berhenti ?” tanya Githa bingung, “Kondisi mayat saat ditemukan dengan sebuah teka-teki silang di meja sebelahnya, ada sebuah kursi kosong lagi yang keduanya menghadap pintu, pelaku suka memainkan mayat..” ucap Vinna seraya berpikir
       “Aku sudah menangkap maksud Agnes, atau dokter Kevin. Mari kita berpikir dengan sudut pandang pembunuh, psikopat, dalam kasus ini. Seorang psikopat yang meninggalkan satu kursi lain disebelah kursi korban, mungkinkah itu artinya ia menyiapkan satu korban lain ?” lanjutnya, raut muka Tasya dan Githa berubah, Agnes dingin dan diam saja, tidak memberi komentar apapun karena ia mengetahui hal tersebut lebih cepat dibanding yang lain
       “Halo ?” Tasya mengangkat telepon di handphonenya, “Sya, sini, sama yang lain, kepolisian, ada clue nih, bawa yang lain” Recky tahu sekali bagaimana rasa keingintahuan Tasya terhadap clue maupun kode, meski tidak sehebat Tifa, tapi ia sangat suka membuka buku untuk mencari apa yang ia inginkan
       “Ada petunjuk baru dari kepolisian, kita disuruh kesana Vin, kalian ikut gak ?” tanya Tasya kepada Githa dan Agnes, “Aku masih ada jadwal” tolak Agnes, “Ah, aku ikut saja ya kalo gitu nes hihihi” ucap Githa lalu mereka bertiga pergi meninggalkan Agnes
       “We won the league, in sh*te hart lane, we won the league in sh*te hart lane !” teriak Firhan dan Dimas dalam kereta bawah tanah yang akan membawa mereka ke Emirates Stadium, satu gerbong kereta tersebut diisi oleh gooners
       “And it’s Arsenal.. Arsenal FC !!, we’re by far, the greatest team, the world has ever seen..” chants berlanjut, setiap teriakan menyatukan seluruh gooners disana, tidak peduli ras mereka, agama, kewarganegaraan, ataupun warna kulit, mereka bersatu dibawah satu nama, Arsenal FC
       Vinna dan Tasya sampai di kepolisian, “Lihat itu deh Sya.. bus itu isinya anak-anak yang kurang beruntung..” ucap Vinna kepada Tasya, mereka berdua melihat kearah bus yang sudah melewati gedung kepolisian tersebut, Tasya tersenyum dan berkata, “Untung saja anak-anak seperti itu tidak ditelantarkan ya Vin..”
       Vinna diam saja, mengambil sebuah kertas yang sepertinya jatuh di kepolisian dan melihatnya sebentar, lalu membawa kertas itu masuk, “Ayo sya” ucap Vinna, mereka berdua memasuki gedung itu, Recky sudah menunggu dan mereka bertigapun berjalan bersama menuju ruang yang disana ada teman-teman mereka
       “e, m, c, kuadrat” jelas Iwan kepada Vinna dan Tasya yang baru bergabung, setiap orang mengambil tempat masing-masing, mencari kemungkinan paling besar untuk kode tersebut, yang bisa menyelamatkan nyawa korban kedua dan menghentikan kasus ini sebelum melebar..  
“Itu bukan kode.. itu persamaan..” ucap Vinna tersadar, “teori Einstein !” sahut Tasya, selayaknya orang yang baru saja menemukan sesuatu, sebuah kebanggaan tersendiri. “Fisika, kenapa kita tidak menemukan ini daritadi..” Ryan menopang sekaligus menutup mukanya dengan kedua tangan yang ia letakkan di meja.
“Beritahu aku, Inspektur, apa itu berarti pembunuhan kedua sudah terjadi ?” tanya Ruri, ikut merasakan sebuah penyesalan seakan mereka terlambat, Ryan hanya terdiam dan tidak menjawab, lebih tepatnya, belum bisa menjawab pertanyaan anak buahnya itu. “Belum, aku baru saja menemukan kertas ini diluar tadi” kata Vinna sambil menyodorkan selembar kertas yang ia temukan diluar gedung kepolisian
 “16.00” sebuah tulisan yang terdiri dari 4 angka dan satu angka baca tertulis dengan ukuran besar di kertas yang ditemukan Vinna, “Apa ini berarti jam terjadinya pembunuhan ?” pikir Ridho cepat, “Mungkin, tapi kita tidak tahu sama sekali akan terjadi dimana pembunuhan ini !” ucap Ryan emosional sambil memukul mejanya
“Pembunuhan yang kedua akan terjadi dan kita hanya diam disini, melihat seseorang lagi mati dan menunggu pelaku memberi kode untuk pembunuhan ketiga, apa yang sebenarnya kita kerjakan !?” Ryan berdiri dan kembali memukul meja, ia menyadari kekalahannya dan membiarkan mereka di dikte oleh sang pelaku
“Tidak jika kita mengetahui lokasi terjadinya pembunuhan.” Windu membuka mulut, “Bolehkah ?” tanya Windu sambil menunjuk papan tulis yang ada dihadapannya, “Pelaku tidak akan jauh-jauh dari pembunuhan pertama, memang begitu seharusnya pembunuhan berantai, jika kita mengacu kepada rumus, atau dalam kasus ini, kode yang diberikan pelaku, maka kita akan mendapat huruf E, M, atau C, kita kesampingkan dulu angka dua ini” lanjut Windu sambil melingkari angka dua dan mencoretnya
“Secara psikologis, dengan adanya kode yang diberikan, pelaku adalah seseorang yang ‘narsis’, ia ingin dicari dan dijadikan pusat perhatian, maka kemungkinan besar ia akan membunuh di tempat ramai, bukan rumah sepi seperti dalam kasus sebelumnya” ucap Windu lalu melirik Vinna, gadis itu hanya mengangguk yang berarti setuju dengan ucapan Windu
“E, Emirates, Eye. M, Museum, C, Cathedral. Kita mulai pembahasannya, gentlemen, buka buku catatan kalian” ucap Windu lalu menuliskan kata-katanya itu di papan tulis. “Cathedral, apa gereja yang paling mencolok di Britania Raya ? tentu saja St. Paul’s Cathedral, namun loncengnya dibunyikan pukul 13.00 tiap hari, jadi kita bisa mengeliminasi huruf C” lanjutnya
“M, Museum, aku hanya mengambil 3 museum paling terkenal di London, ketiganya adalah Science Museum, Natural History Museum, dan British Museum, ketiganya memiliki persamaan yang sama, buka pukul 10.00 dan memiliki jam tutup kira-kira pukul 17.30-18.00, jadi, ketiga kemungkinan ini sama-sama berbahaya” lanjut Windu sambil mengangguk kecil, “Penjagaan maksimal ke tiga museum ini, Ridho pimpin cepat !!!” teriak Ryan sambil menyuruh Ridho keluar, mengikuti ucapan Windu
“E, London Eye, kincir raksasa, terlalu mencolok jika pelaku melakukan pembunuhan diatas sana, psikopat tidak akan pernah berhenti, jadi aku mengeliminasi kemungkinan ini dan.. Emirates Stadium..” Windu berhenti sejenak..
“Ada 60.000 orang disana, salah satu derby terbesar sepanjang sejarah Inggris akan digelar hari ini pukul 16.00, kemungkinan yang terjadi disini adalah pembantaian, atau yang paling mengerikan, pembunuhan satu orang yang kemungkinannya 1 berbanding 60.000” tutup Windu, Ryan segera menelpon kepolisian terdekat disana untuk melakukan pengawasan di Emirates
Vinna buru-buru mengambil handphonenya dan menelpon Firhan, “Han, pembunuhan kedua, Emirates Stadium !” “Apaaa ?” Firhan tidak mendengar Vinna, wajar saja, saat itu chants sedang bergemuruh di seluruh stadium menyambut Arsenal dan Spurs yang akan segera bertanding
“PEMBUNUHAN KEDUA, HAN !, EMIRATES STADIUM !!” teriak Vinna, “Apa ?” Firhan seketika terdiam, menangkap maksud Vinna dan menutup telponnnya.. “Dim, em.. pembunuhan kedua, disini..” bisik Firhan, Dimas kaget
“Yang benar saja Han !?, Ada 60.028 orang disini dan kita harus mencari satu-persatu ?” tanya Dimas, seluruh tribun terisi, mereka berdua hanya terdiam seraya wasit meniup peluit panjang yang menandakan kick-off telah dimulai..

TO BE CONTINUED

No comments:

Post a Comment