The Killer Paradox, Part 4 :
Joined.
Tribute To AHL Group
Oleh : Kanzia Rahman
“Mr. Windu, kami telah
menemukan surat yang anda maksud, silahkan klarifikasi di ruang disana” ucap
seorang polisi pada Windu lalu pergi lagi, “Gue akan investigasi surat itu
untuk kalian, lebih baik kalian cari semua orang yang punya hubungan dengan
Windu, apapun itu” ucap Ruri sambil meninggalkan mereka, “Kalian gak butuh
bantuan kan ?” tanya Ridho sambil tersenyum kecil dan mengikuti Ruri
“Tetep aja hati gue gak tenang
Ky” kata Iwan sambil mereka keluar dari kepolisian, “Saat kau tahu dan tinggal
menunggu waktu dari sebuah tragedi, tidak ada hati yang tenang” jawab Recky
bijak sambil membuka pintu mobilnya, “Terlebih lagi.. hanya kau yang tahu..”
Iwan masuk dan duduk, mobil tersebut melaju ke sebuah rumah dengan nomor 221B
di Baker Street
“Lu yakin pulang ke kost ?
Mending ke Cambridge dan cari tahu profil Windu dulu secara lengkap” tanya Iwan ditengah perjalanan, “Bener juga sih, tapi ini Chelsea Day”
kata Recky mengelak, “Yaudah lu turunin gue aja, ntar gue naik kereta kesana”
ucap Iwan, mobil Recky menepi dan Iwan pun turun
“OTS
ajalah tiketnya” pikir Recky, ia memutar balik dan memutuskan untuk pulang ke
kost, ia akan mencari seluruh informasi tentang Windu di kost
Agnes
menunggu Vinna dan Tasya datang, ia duduk di ruang tunggu saat hanya ada
beberapa orang disana dan duduk tenang, tangannya membuka smartphone miliknya
dan matanya mulai mencari kontak Vinna untuk dihubungi. “Apa kau percaya pada
takdir ?” tanya seseorang tiba-tiba lalu duduk disebelah Agnes
“Maksudmu
?” tanya Agnes awalnya, “Tentu saja kau sudah mengenalku, itu takdir, namun
kita bertemu disini dimana seharusnya kau sedang bekerja, itu kebetulan”
lanjutnya sambil melihat setangkai bunga mawar merah yang ia pegang
“Err..
Mr. Amenk ? Sudah masuk jam besuk, silahkan anda ke kamar anak anda, beberapa
jam yang lalu saya cek dan dia sedang tertidur” ucap Agnes sambil menjauh
sedikit demi sedikit dari Amenk
“Sepertinya
semua orang menjauhiku, bahkan istriku pergi dari dunia ini dan meninggalkanku,
untung saja aku masih punya seorang malaikat kecil yang sedang butuh
pengobatan..” kata Amenk sambil menunduk dan merasa tersinggung dengan gesture
Agnes yang menjauh
“Baiklah,
silahkan melanjutkan hari anda, anggap saja aku seorang petualang yang tak
beruntung karena malaikat maut selalu menyertaiku..” tutup Amenk sambil berdiri
dan berlalu, meninggalkan Agnes terdiam dan tak berkata apa-apa. Lamunannya
terpecah ketika dua orang datang dari pintu masuk
“Selamat
datang, ingin berkunjung atau berobat ?” tanya seorang suster di meja
resepsionis saat Vinna dan Tasya datang, “Ah, mereka teman-temanku” kata Agnes
segera menutupi maksud kedatangan Vinna dan Tasya dari sana, mereka bertiga
segera menuju kamar mayat dan memulai investigasi yang mereka rencanakan
“Kau
nampaknya akrab ya dengan para pasien disini, saat kami masuk, kau sedang
mengobrol dengan seseorang” kata Tasya membuka pembicaraan di lift, “Namanya
Amenk, ayah dari seorang anak perempuan yang punya banyak bakat namun mengalami
kerusakan organ yang cukup parah dalam tubuhnya, anak itu jago menggambar dan
pintar di pelajaran-pelajaran anak seumurannya, ia hanya kurang beruntung..”
ucap Agnes
“Lama
tak jumpa, Vinna dan Tasyaa” ucap Githa dengan masker yang ia gunakan, sebuah
senyum mengembang dibalik maskernya, menyambut hangat kedatangan Vinna dan
Tasya, kedua teman lamanya. “Kau kelihatan tidak bertambah tua Syaa, setidaknya
tidak lebih tua dari Vinna hahaha” sambutnya
“Jangan
begitu Gith, setiap wanita akan sensitif jika berbicara umur haha” kata Agnes
sambil mengenakan maskernya, Githa dan Agnes tampak sangat cocok dengan jas
putih ala rumah sakit, meskipun agak sedikit kebesaran, keduanya menunjukkan
keberhasilan mereka untuk menjadi seseorang yang bekerja untuk kesehatan warga
“Huh,
Agnes benar sekali hahaha” jawab Vinna sambil tertawa halus, Tasya hanya
tersenyum manis, ia sudah membawa berbagai buku kedokteran yang ia pinjam dari
perpustakaan
“Jadi..
bagaimana ? Ahli patologi anatomi yang cantik ? apa kalian sudah menemukan
sesuatu dari mayat ini ?” tanya Vinna berusaha mengalihkan pembicaraan, “Well,
mungkin kami tidak sepintar orang-orang forensik dari kepolisian, namun kami
sudah melakukan pemeriksaan kasar dan mikroskopi elektron, tidak ada
tanda-tanda kelainan dari sang mayat dan orang ini sendiri, namun kami akan
melakukan visualisasi krosom, atau sitogenetik untuk mengetahui cacat genetik.”
Jawab Githa menjelaskan
“Dari
hasil mikroskopi elektron yang telah dilakukan, tidak ada masalah pada
ginjalnya, tidak ada juga sindrom silia imotil karena harusnya ditemukan pada
laki-laki, meskipun ada kemungkinan wanita juga mengalaminya. Imunohistokimia
juga akan kita lakuin kalo diperlukan” tutup Agnes membiarkan Vinna dan Tasya
mendengarkan
“Kami
akan membuat visum et repentum untuk korban ini, VeR jenazah, meskipun kami
bukan dokter” ucap Githa berusaha mengembalikan pembicaraan ke hal yang lebih
mudah dicerna oleh kedua temannya yang bukan ahli di bidang kesehatan tersebut.
“Wah
kalian pinter banget ya, gua penyakit taunya cuman pilek, batuk, pusing, udah
itu doang hahaha” jawab Vinna, Tasya mengeluarkan notebook kecil dan mencatat
semua yang ia terima barusan, “Tunggu, Tasya, apa kau ingin benar-benar
mempelajari semua yang aku ucapkan tadi itu disini ? di kamar mayat ?” tanya
Agnes saat melihat Tasya mengeluarkan buku-buku kedokteran yang ia pinjam dari
perpustakaan
“Emm..”
Tasya bingung sendiri, “Nanti aja cantik, aku ajarin private hehe” kata Githa
sambil memasukkan kembali buku-buku Tasya kedalam tasnya, Tasya hanya tersipu
dan tersenyum
“Bukankah
lebih baik kita makan siang terlebih dahulu ?, sudah masuk jam makan siang
dan.. aku lapar hehe” kata Vinna melihat jam tangannya, “Apa kalian bernafsu
makan setelah melihat mayat pembunuhan ?” tanya seseorang dari arah pintu
“Maaf
aku mengusik, aku tak sengaja mendengar pembicaraan kalian, seingatku, mayat
itu adalah korban pembunuhan terbaru, apa mereka berdua adalah keluarganya ?”
lanjut pria itu dan masuk bergabung dengan mereka berempat. “Ah, maaf Dokter
Kevin, mereka..” belum sempat Agnes menyelesaikan ucapannya, Kevin segera
meletakkan jari telunjuknya di mulut Agnes..
“Shh..
aku sudah tau siapa mereka..” ucap Kevin berbisik dengan suara yang kencang
sambil melihat ke Vinna dan Tasya, “Tutup mayatnya, Githa Stephania” lanjut
Kevin lalu menarik tangan Agnes keluar dari sana, meninggalkan ketiga orang itu
“Siapa
itu, Gith ?” tanya Tasya pada Githa, “Dokter James Kevin, Agnes sering
ditugaskan bersamanya, dulu aku sempat juga ditugaskan, sebelum aku diangkat
menjadi kepala lab, khususnya bidang patologi, disini” jawab Githa, mereka
bertiga segera keluar dan meninggalkan kamar tersebut, mencari restoran
terdekat dan makan siang bersama, tanpa Agnes.
“Loh,
Recky ?” tanya Dimas saat Recky memasuki pintu besar rumah tersebut, “Diam, aku
sedang mencoba berpikir !” Recky mendorong Dimas yang berdiri di tangga,
menutupi jalannya, teh yang Dimas buat tumpah ke jersey Arsenalnya
“F*ck
Off !!” Bentak Dimas melihat jerseynya basah dan mengenai badannya, “SHUT UP !!”
balas Recky tak kalah kencang lalu masuk ke kamarnya, dan membanting pintu. “Nampaknya
orang itu mendapatkan sesuatu terkait kasus ini, lu bawa jersey lain gak ?”
Firhan muncul dari belakang Dimas, “Gak bawa han paling kaos T-Shirt hadiah
lomba tebak skor dari twitter” jawab Dimas lalu kembali ke kamarnya
“Pake
aja, terus pake jaket, minimal ada atribut Arsenalnya lah” ucap Firhan sambil
mengikuti Dimas, ia tampak kece dengan jersey Arsenal berwarna merah dan dua
buah patch Uefa Champions League disebelah lengan kiri dan kanannya, ditambah
sebuah nameset “Ramsey 16” dan tentu saja, jerseynya sendiri yang agak ketat
“Cambridge..”
ucap Iwan saat menginjakkan kakinya lagi di kampus tersebut, harusnya ia libur,
namun pembunuhan tidak akan mengenal hari libur dan hari kerja. “Professor
Windu.. pusat informasi..” Iwan memulainya dengan bertanya ke mahasiswa lain
yang ia temui, menanyakan semua informasi tentang Windu
“Halo,
Ruri ? Informasi baru apa yang kau dapatkan ?” tanya Iwan pada Ruri melalui
telponnya, ia menerima sebuah panggilan dan segera menuju kantor polisi
“TING
!” Hape Recky bergetar, panel notifikasi di hapenya menunjukkan sebuah pesan
baru dari Ridho, ia segera bangkit dan bergerak menuju kepolisian
“Informasi
baru, rumah sakit lantai 1 pusat resepsionis, satu jam lagi” Githa, Tasya, dan
Vinna mendapat pesan yang sama dari Agnes, mereka saling bertatapan
TO
BE CONTINUED
No comments:
Post a Comment