The
Killer Paradox, Part 3 : Investigation
Tribute to AHL Group
Oleh : Kanzia Rahman
“Jendela tertutup, tidak ada tanda-tanda
usaha untuk merusaknya” ucap Dimas sambil membuka tirai jendela, “Lihat, sebuah
kursi disebelah meja yang ada disebelah kursi korban, kedua kursi ini menghadap
pintu seolah menunggu kedatangan seseorang” kata Firhan sambil memperhatikan
kursi tersebut
“Firhan, keluar, cepat !, panggil polisi
!” kata Dimas agak membentak, “Kenapa tidak menggunakan telepon ?” tanya
Firhan, “Jangan merusak tempat kejadian perkara” jawab Dimas singkat dan
dingin, memberi kesan cool pada
dirinya
“Astaga, engkau lagi !” Firhan baru
keluar rumah dan mendapati Windu berjalan kerumah Debby, “A, aku kira kalian
belum sampai” ucap Windu mengelak, “Ada apa didalam ? Minum teh dan makan
biskuit bersama ?” tanya Windu, “Lihat saja sendiri didalam” jawab Firhan
singkat lalu berlari mencari kantor polisi terdekat
“Apa yang kau lakukan ?” Tanya Windu
melihat Dimas sedang mengamati mayat itu, “Pembunuhan, pak, tidakkah kau bisa
melihat mayat disini ?” jawab Dimas tanpa melihat selirik pun kepada Windu, ia
fokus terhadap objeknya. “Sekarang, beritahu aku.. dimana letak keindahan dari
mayat ini ? Apa tubuhnya ? Apa ekspresinya yang menjijikan itu ? Ataukah
darahnya yang menurutmu bernilai seni ?” Windu bersandar di dinding,
menyilangkan tangan didadanya
“Kau benar.. tidak ada keindahan dari
mayat ini.. tapi disini, di ruangan ini, harusnya ada rasa kemanusiaan yang
mengalahkan kesombongan tentang kepintaran ! Mr. Windu sadarlah ! Ada seorang
mayat disini dan kau masih mau berdebat tentang filosofimu itu !?” Dimas
membentak Windu, setengah emosi dengan Windu yang masih bersikeras membuktikan
Dimas salah
“Well well.. nampaknya kau masih ingin
membuktikan aku salah.. kau tahu sebuah mitologi Yunani ? Icarus, seorang
manusia yang bisa terbang, terbang terlalu tinggi hingga terbakar matahari..
sisi keindahannya, ia bisa terbang, namun dari sisi lain.. arogan menyesakkan
hatinya dan menghancurkan dirinya dari dalam.. niatan pamer dalam hatinya
berubah menjadi suatu hal yang paling berbahaya untuknya..” ucap Windu sambil
mengitari ruangan itu
“Atau seekor kupu-kupu, lihatlah ia,
mengepakkan sayapnya yang indah namun mengakibatkan badai di sisi lainnya.. kau
sudah lihat sisi keindahannya ?” lanjut Windu pada Dimas
“Hentikan semua itu dan katakan padaku, dimana rasa
kemanusiaanmu !?”Dimas bangkit, mengambil kerah baju Windu dan mengangkatnya
beberapa centimeter dari permukaan. “Ups, maaf, darahku terlalu dingin untuk
ini, aku baru saja selesai berasumsi, pikir nak, cara pembunuh itu
membunuhnya..” jawab Windu sambil menunjukkan raut muka yang datar, tak takut
dengan Dimas, “Turunkan aku dan aku akan menunjukkan kepadamu” lanjutnya.
“Pertama, lihat tempat ini, dua orang
yang sedang bekerja sama memecahkan teka-teki silang, mungkin, lalu noda darah
yang berada di antara mulut dan hidung, berarti korban melihat muka sang
pembunuh, senjata pembunuhnya tidak ada disini, pasti sudah dibawa kabur,
kenapa ? karena sang pembunuh melakukannya dengan spontanitas, dia tidak
berpikir untuk membunuh namun sepertinya dia meninggalkan sesuatu, lihatlah
bantal yang berada di belakang pintu itu, aku bisa menjamin adanya darah
disana..” jelas Windu tenang dan rapih
Dimas menuju bantal itu, blind spot yang
tak terlihat olehnya.. “Bantal ini basah, noda darah, berarti pelaku memukuli
wanita ini, lalu menutup mukanya dengan bantal ini agar tidak bisa bernafas.
Pembunuhan yang tidak direncanakan, benar ?”
tanya Dimas pada Windu
“Benar, pembunuhan ini spontan, pelakunya
bisa jadi seorang yang pemarah, bisakah kau mengidentifikasi jendela-jendela
kamar lain ? Mungkin perkiraanku tentang ‘dua orang yang sedang bekerja sama
memecahkan teka-teki silang’ itu salah, lihat lemarinya, ada bekas buka paksa,
dan pintu yang tampaknya didobrak, sepertinya jawaban yang paling logis adalah
pencurian” jawab Windu tenang, ia mengambil tempat untuk duduk disebelah mayat,
berpikir..
“Benar, ada bekas buka paksa disini,
pintu belakang juga menunjukkan tanda-tanda bahwa pintu didobrak, sepertinya
memang ada perampok yang masuk dan membunuh wanita ini..” ucap Dimas
sekembalinya ia dari pencariannya, Firhan dan polisi setempat datang, mengurusi
sisanya
“Kuharap dia tidak memenuhi otakmu dengan
semua ceramahnya itu” kata Firhan pada Dimas, mereka berdua baru keluar dari
sebuah supermarket dan membeli beberapa minuman kaleng untuk bersantai di kost
mereka, “Entahlah.. orang itu patut diberi gelar professor, aku dibuat diam dan
tidak bisa banyak berbicara didepannya” jawab Dimas lemas, ia lalu menenggak
minuman kaleng tersebut
“Besok, Inspektur Ryan akan memanggil
kita untuk memberi beberapa kesaksian, jangan sampai kau menjawab pertanyaan
mereka dengan filosofi ala Professor itu” ucap Firhan sambil memasukkan kedua
tangannya ke saku jaket, berusaha terlihat kalem
“Lebih baik kita kembali ke kost, aku
yakin yang lain juga sudah pulang, hari pertama di London cukup melelahkan ya”
lanjut Firhan, melihat temannya itu diam saja daritadi, mereka berdua diam saja
sepanjang jalan pulang, hanya Firhan yang mungkin berbasa-basi dengan warga
sana di kereta bawah tanah..
CKLEK, Dimas membuka pintu rumah besar
itu, semua penghuni sedang berkumpul di ruang tengah, duduk diatas sofa dan
karpet dibawahnya, televisi yang dinyalakan hanya berupa pemanis, mereka sedang
menghibur Debby..
“Rupanya berita menyebar dengan cepat ya”
ucap Firhan kecil, “Debby sedang disini saat ia diberitahukan kabar itu, dan
mungkin juga belum kembali ke rumahnya daritadi siang, sebaiknya jangan bahas
apapun” lanjut Dimas, mereka berdua bergabung dengan penghuni yang lain
“Heyy, apa yang terjadi disini ?” tanya
Firhan berusaha bergabung, “Ah ini dia, teman-teman kita, Debby baru saja kehilangan
ibunya, akan sangat tidak sopan jika aku bercerita tentang ibunya yang sudah
meninggal” jawab Recky pada Firhan. Atifa, Tasya, dan Vinna sedang merangkul
gadis itu, Dimas pun bergabung dengan mereka
“Debby, jangan berlarut, sudah waktunya
ibumu kembali, ayolah, ambil saja sisi positifnya” ucap Dimas iba namun
berusaha menjaga image dengan dingin, “Tapi.. dia yang menyemangatiku agar aku
masuk Cambridge, dia yang telah bersamaku selama ini.. kenapa.. kenapa..”
ucapan Debby terputus dengan tangisan yang tak bisa ia tahan, “Debby, kamu
harus kuat, jangan gini terus dong, inget kenapa kamu memulai untuk masuk
Cambridge, inget orang tua kamu udah susah loh masukin kamu kesana” ucap Vinna
semanja mungkin pada Debby
“Jadilah bebas, seperti aku !, kemanapun
engkau mau, jadilah laksana seekor burung yang bebas berkeliaran dan tak ada
kekangan dari siapapun !” ucap Dimas ceria menghibur Debby, Firhan, Recky dan
Iwan terlihat membicarakan sesuatu yang penting
Malamnya, Debby tertidur, yang lain turun
ke lantai 1 pelan-pelan, duduk di meja makan dan melakukan pembicaraan yang
sangat rahasia
“Aku mempunyai foto-foto dari tempat
kejadian perkara” kata Dimas sambil mengeluarkan beberapa foto dari amplop
besar berwarna coklat muda, “Kau ada di tempat kejadian perkara ?” tanya Recky
tiba-tiba, “Lebih dari itu, aku dan Dimas merupakan orang pertama yang melihat
mayatnya, dan.. tidak menutup kemungkinan, kita akan kena getahnya” jawab
Firhan kalem
“Kita akan dituduh sebagai pembunuhnya.
Ohh sebuah hal yang sangat menyenangkan !” ucap Iwan menyindir, Firhan dan
Dimas tidak memberitahukan hal ini daritadi, “Jangan seperti anak kecil, lebih
baik kita mencari jawabannya” sahut Tifa sambil mengambil salah satu foto
“Aku berharap kita semua bekerja sama
dalam kasus ini..” ucap Dimas, “Tentu, kita-kita adalah mahasiswa terbaik di
London jika disatukan” kata Recky dengan tertawa kecil, “Apa maksudnya ?” tanya
Firhan bingung, “Tentu saja, apa maksudmu dengan ‘apa maksudnya ?’ ?, seorang
psikolog, matematikawan, ilmuwan, kutu buku, kriptografi, seorang ahli geologis
dan deduksian.. kita menjadi sebuah tim sekarang..” jawab Recky dengan senyum
tipis terbentuk diwajahnya
“Vinna seorang psikolog, Tifa belajar banyak dari
serial televisi kesukaannya dan mempelajari kriptografi, Tasya sangat menyukai
buku dan bisa berlama-lama di perpustakaan, Iwan seorang ilmuwan muda, dan gue,
matematikawan yang ahli dalam memecahkan kode. Selain itu, kami punya banyak
koneksi, seperti ke kepolisian, rumah sakit, atau para mata-mata.” lanjut Recky
“Dari apa yang kau lakukan tadi pagi,
show-off berupa koordinat Indonesia secara geografis, berarti kau terbiasa
dengan hal semacam itu, aku bisa memperkirakan kau adalah seorang ahli geologis
muda, sementara Firhan, dia dapat mempermudah dirinya dalam menganalisis dan
menyimpulkan suatu masalah, tipikal deduksian yang berpikir rasional.” Tutup
Iwan
“Mari kita mulai, tim !” ucap Tifa, setiap orang
mengeluarkan kertas dan alat tulis, mereka menganalisa foto-foto yang mereka
dapat semalaman, beberapa gelas kopi telah dihabiskan, snack sudah dikeluarkan,
semua orang lelah dan tidak mendapatkan hasil yang pasti..
“Huft..” Tasya menutup bukunya, lalu mengusap-usap
matanya, malam sabtu ini telah ia habiskan dengan sejumlah buku yang bisa
memberikan informasi terkait pembunuhan ibunya Debby. “Baiklah, kurasa sudah
cukup untuk hari ini” kata Firhan menutup notebooknya, “Aku sudah sangat
lelah..”kata Tifa lalu meregangkan otot kepalanya
“Ayo kita rapihkan, takut-takut Debby
bangun” ucap Vinna sambil merapihkan alat tulisnya. Tanpa sengaja, salah satu
bukunya mengenai membaca emosi orang dari ekspresi terjatuh. “Ah..” Firhan dan
Vinna mengambil buku itu berbarengan, keduanya terdiam dan saling bertatapan..
“Maaf.” Ucap Firhan lalu kembali dengan
urusannya, Vinna hanya tersenyum kecil dan menyelesaikan pekerjaannya, Iwan
sudah tertidur beberapa jam yang lalu, dia tidak kuat
Matahari belum muncul, mereka sengaja
menyelesaikan pekerjaannya lebih awal, agar Debby tidak tiba-tiba terbangun dan
melihat semua ini, mereka akan memberitahu Debby, namun tidak sekarang..
“BRAK !” Dimas menjatuhkan badannya ke
kasur, lalu menyilangkan kedua tangannya dibelakang kepala. ‘Apa yang dilakukan
seorang pelajar geologis dalam kasus pembunuhan..’ pikirnya dalam hati, “Sudah
hampir pagi ya.. lebih baik aku menutup mata sejenak..” kata Dimas lalu
terlelap
Beberapa
jam setelah semua orang tertidur, seseorang mengetuk pintu rumah tersebut.
“TOK TOK TOK” Tifa terpaksa keluar dan
membuka pintu tersebut, “Kami dari kepolisian, ingin memanggil kalian semua
agar ikut ke kantor polisi terkait dengan pembunuhan salah seorang ibu dari
teman kalian, silahkan bergegas untuk merapihkan diri dan ikut kami” ucap
polisi tersebut sambil menunjukkan lambangnya
“Tenang saja, aku mempunyai koneksi ke
kepolisian, mereka bisa membantu kita” kata Recky sambil mengedipkan mata
kanannya pada yang lain, seakan mengetahui bahwa yang lain juga takut akan
interograsi dari pihak kepolisian.
“Bagaimanapun.. mereka akan mencari
kesalahan kita, agar mereka bisa mengira kita mempunyai motif untuk membunuh
ibu Debby, huft..” ucap Firhan, para wanita baru turun sesaat setelahnya
“Setelah ini, aku dan Vinna langsung ke
rumah sakit tempat korban diotopsi, Githa dan Agnes telah menunggu disana” kata
Tasya seraya mengunci pintu rumah tersebut, sebuah van menunggu mereka,
artinya, dua orang petugas dibagian depan dan sisanya dibelakang
“Aku dibantu Tifa akan mengurus untuk
upacara pemakaman” ucap Debby singkat, mereka telah masuk kedalam mobil van,
dalam mobil tersebut mulai berjalan menyusuri jalanan London..
“Tunggu disini dulu, Inspektur akan
segera menemui kalian” ucap salah seorang petugas, mereka semua menunggu di
ruang tunggu kepolisian terbesar di London, tiga orang berpakaian polisi
mendatangi mereka
“Inspektur Ryan, perkenalkan, ini Ridho
dan Ruri” ucap sang Inspektur sambil melakukan handshake pada semua orang
disana, ramah adalah kesan pertama yang diberikan olehnya
“Ini yang kau sebut dengan koneksi ?”
tanya Iwan melalui handphonenya, ia ketikkan kata-kata tersebut di memo
smartphonenya lalu ia tunjukkan diam-diam pada Recky
“Begitulah.” Bisik Recky singkat, Iwan
menyimpan handphonenya lagi. “Well, aku jamin ini tidak akan lama, Mr. Windu
sedang dalam masa intrograsi, sebentar lagi ia akan keluar, Ridho, coba lihat
prosesnya” perintah Ryan kepada Ridho yang tanpa basa-basi berjalan
meninggalkan mereka
“Aku turut berduka cita, kematiannya
sangat tidak disangka” kata Ryan sambil duduk, yang lain ikut duduk. “Terima
kasih, tapi aku perlu buru-buru agar urusan ini cepat selesai” jawab Debby
datar pada Ryan, “Jangan tersinggung inspektur, setiap orang ingin mengakhiri
urusan ini secepat mungkin” ucap Dimas mendinginkan suasana
“Baiklah.. kurasa ini saatnya, setiap
orang akan diperiksa di tempat yang berbeda-beda, ada alat perekam yang akan
merekam setiap pertanyaan dan jawaban, tidak ada senjata didalam sana, santai
saja” Ryan berdiri, Windu keluar dari ruang interograsi, ia duduk disana dan
satu-persatu dari mereka memasuki ruang intrograsi masing-masing..
Setelah beberapa jam yang membosankan,
mereka selesai. Vinna dan Tasya segera kerumah sakit, sementara Tifa menemani
Debby, Dimas dan Firhan pulang ke kost untuk bersiap-siap menuju Emirates
Stadium, Recky dan Iwan mengobrol kecil dengan Ridho dan Ruri
“Kenapa dia tidak pulang daritadi ?”
Tanya Recky sambil meminum kopi panasnya dari mesin pembuat kopi disana, “Ia
mempunyai alasan lain.. dia menerima sebuah surat ancaman juga, katanya” jawab
Ridho cool tanpa melirik sedikitpun, “Debby,
apakah ia tidak melihat ayahnya sedikitpun ?” tanya Ruri pada Iwan dan Recky
“Entah, kenapa ?” tanya Recky kembali, “Ayahnya
Debby adalah seorang pemabuk berat, pasti ia telah berkeliaran dan lama tak
dirumah, lalu tiba-tiba seorang perampok masuk dan membunuh wanita malang itu”
simpul Iwan cepat, menutup pertanyaan Ruri
“Sebentar, apa yang kau maksud dengan
surat ancaman ?” tanya Iwan pada Ridho. “Saat diintrogerasi, Windu berkata
bahwa ia juga mendapat surat ancaman, ia pikir itu hanya main-main jadi ia
membuangnya sekitar Cambridge tadi siang, tanpa memperhatikannya sedikitpun”
jawab Ridho
“Yang ia ingat hanya, permainan ini akan
berlanjut, peluit telah ditiup dan akan ada yang kedua” lanjut Ridho lalu
menghabiskan kopi ditangannya. “Tunggu.. berarti.. akan ada kasus kedua ?”
Pikir Recky, “Pembunuhan berantai !” tutup Iwan
TO BE
CONTINUED
No comments:
Post a Comment