Saturday, February 21, 2015

The Killer Paradox, Part 2 : First Case

The Killer Paradox, Part 2 : First Case
Tribute To AHL Group
Oleh : Kanzia Rahman

            KNOCK KNOCK KNOCK. Pintu ruangan Firhan dan Dimas diketuk seseorang dari luar, matahari sudah bersinar dan Dimas membukakan pintu, seorang gadis dengan potongan rambut pendek menunggu di depan pintu. “Ah, pendatang baru, mari makan bersama dibawah dengan para penghuni yang lain, kalian datang sangat larut malam tadi, sehingga semua orang sudah terlelap, aku tunggu dibawah” ucap gadis itu sambil meninggalkan Dimas speechless
           



“Kami akan segera turun !” ucap Dimas dengan nada ditinggikan seraya gadis tersebut menuruni tangga dan menuju meja makan besar di lantai 1. “Apa katanya Dim ?” tanya Firhan yang sudah rapih dengan kaos berwarna merah dan sebuah jaket kulit coklat yang tidak dipasang resletingnya, “Makan bersama dibawah, ayo” jawab Dimas sambil menyisir rambutnya serapih mungkin dan keluar ruangan
           
“Silahkan” ucap seorang pria sambil mempersilahkan Firhan dan Dimas duduk di meja makan yang besar, “Recky Renold, Penghuni kamar dibawah kalian” ucap pria tersebut sambil menyalami Dimas dan Firhan yang sudah duduk, “Karina Angelina Tasya” giliran gadis disebelahnya yang menyalami mereka berdua, Atifa duduk di kursi sebelah kanan, Recky menghadap Dimas, Tasya menghadap Firhan, “Vinna Angela” ucap gadis lain yang duduk bersebrangan dengan Atifa, sambil menyalami mereka berdua, tersisa satu kursi kosong disebelah Tasya
           
“Debby Claudia, maaf terlambat” gadis berambut pendek yang tadi mengetuk kamar Firhan dan Dimas datang dari arah dapur sambil membawa sejumlah piring dan beberapa pasang sendok, ia lalu duduk disebelah Tasya dan bersalaman dengan mereka berdua. “Sudah jadi tradisi disini makan bersama, kesannya kita semua bersaudara” kata Recky membuka pembicaraan seraya mengambil salah satu piring yang dibawakan Debby
           
“Kalian belum memperkenalkan diri, boleh aku tahu nama kalian ?” tanya Tasya sambil tersenyum manis, “Arsyad Firhansyah, panggil saja Firhan” jawab Firhan dingin, menjaga imagenya. “Dimas Ananda, panggil Dimas saja” Lanjut Dimas seraya berdiri. “Sepertinya kalian bukan berasal dari Eropa atau Amerika ya, Asia ?” tanya Debby sambil mengambil makanan yang telah disiapkan. “Indonesia, Asia Tenggara, 6 derajat lintang utara sampai 11 derajat lintang selatan, dan 95 derajat sampai 141 derajat bujur timur” jawab Dimas lengkap, berusaha show-off didepan Debby


“Indonesia.. aku tahu negara itu, Chelsea FC pernah kesana satu kali dan menang, tentu saja” ucap Recky, “The Blues ? Kita gooners, dan Arsenal juga pernah ke negara itu, dan menang besar” sahut Firhan sambil menatap mata Recky dan tersenyum tipis, “Sepertinya kita akan melihat perang dingin” ucap Atifa sambil menenggak minumnya, “Aku tidak pernah menyukai sepakbola, kasar dan tidak punya ampun, hanya menendang bola sekeliling lapangan, huh” lanjut Tifa sambil beranjak dari meja makan besar itu

“Makanmu cepat sekali Tif.. aku baru saja mau turun” ucap seseorang sambil turun dari tangga, “Sudah kebiasaanmu, terlambat terus hahaha” jawab Tifa lalu masuk ke kamarnya, “Ah biarkan wanita judes itu, perkenalkan, Albert Setiawan, dan..” katanya sambil menawarkan handshake, “gue Firhan, ini Dimas” kata Firhan sambil bersalaman dengan pria tersebut

“Sepertinya kalian akan cepat akrab yaa” sahut Vinna sambil menyelesaikan makannya, “Psikolog, maaf, aku bisa ‘membaca’ seseorang, kalian sama-sama ramah dan belum keliatan ada hal yang bisa menganggu cara kalian berkenalan, jika dibandingkan dengan Recky dan kalian yang fans dari dua buah klub yang saling bersebrangan” lanjutnya.

“Ahahaha terima kasih, em.. Vinna, atau Angela ?” tanya Dimas ceria, “Panggil saja nama dia Vinna” potong Debby judes, “Yang ditanya kan dia..” ucap Tasya pada Debby, gadis dengan rambut pendek itu diam saja, Iwan, Dimas dan Firhan duduk dan mulai makan bersama yang lain

“Jadi.. apa alasan kalian ke Inggris ? Berlibur, atau sesuatu yang lain ?” tanya Recky setelah mereka selesai makan, “Menonton pertandingan sepakbola, Inggris kan rumahnya sepakbola dunia haha” jawab Firhan sambil tertawa kecil. “Kalian tidak ada niatan untuk berkuliah disini ? Yaa kau tahu, Cambridge, Oxford, Edinburgh, Glasgow, Birmingham, semua bagus-bagus, kebetulan gue masuk di Oxford” ucap Recky sambil tersenyum

“Tasya juga di Oxford, Vinna, Debby, dan gue di Cambridge, bagaimana dengan kalian ?” tanya Iwan, “Tentu ada, tentu, kami akan menyusul kalian, doakan saja ya haha” jawab Dimas. CKLEK, “Debby Claudia ?” Tiba-tiba seseorang membuka pintu dan masuk mencari Debby

“Ya, tunggu sebentar, Mr. Windu, aku siap-siap dulu” Debby bangkit lalu berkata, “Aku duluan, kawan-kawan” katanya, Vinna ikut bersamanya menuju kamar di lantai atas. “Siapa itu ?” tanya Dimas kepada yang lain, “Mr. Windu, salah satu professor di Cambridge, orang tuanya Debby berteman dengan dia, dan gadis itu, iya, Debby, dalam bahasa kasar, dipaksa oleh kedua orangtuanya untuk berkuliah disana untuk gengsi keluarga” jawab Iwan sambil membawa piring dan gelasnya ke dapur untuk dicuci

“Baiklah.. aku juga sudah, kebetulan aku ada kuliah siang” kata Tasya sambil bangkit, “Mau gue anter ?” tanya Recky pada Tasya, “Ah.. terima kasih Recky, kebetulan aku bersama teman-teman yang lain” jawab Tasya sambil tersenyum lalu meninggalkan ruangan itu setelah meletakkan piringnya di dapur

 “Bagaimana dengan kalian ? Apa kalian tidak memiliki jadwal selain bermalas-malasan disini ?” Tifa keluar dari kamarnya, sudah rapih dengan pakaian yang fashionable. “Kami, mungkin akan mencari universitas untuk mendaftar, kau mau kemana ?” tanya Firhan pada Tifa, “Ada gathering Sherlockian seluruh Inggris hari ini, aku tidak bisa melewatkannya” jawab Tifa lalu pergi meninggalkan rumah

“Untung saja setiap penghuni kost disini menerima kunci ganda pintu besar rumah ini, sehingga kita bisa menjadi lebih fleksibel dalam berpergian, aku juga akan ke toko buku dulu sebelum kuliah hari ini, bersama Iwan” ucap Recky sambil beranjak

“Giliran Tasya ditawarin bareng, kita engga ditawarin Han ckckck” ucap Dimas berbahasa Indonesia sambil berbisik ke Firhan, “Biarin aja hihihi” jawab Firhan singkat lalu beranjak juga
   
Debby turun dari kamarnya, lalu pergi bersama Windu menuju Cambridge, Vinna, dia juga pergi entah kemana, Tasya dijemput oleh teman-temannya dan berangkat, Tifa telah pergi, Recky juga telah pergi  bersama Iwan ke toko buku, Firhan dan Dimas segera berangkat untuk mendaftar ke universitas yang sekiranya dapat mereka mendaftar..

“Jadi.. ini Cambridge ?” tanya Dimas seraya ia dan Firhan turun dari bus, “Well.. mari masuk..” kata Firhan, mereka lalu mendaftar dan memutuskan untuk pulang ke kost, besok, mereka akan menonton pertandingan Arsenal menghadapi Spurs..

“Hey, kalian !” Panggil seseorang saat Firhan dan Dimas akan segera meninggalkan Cambridge, “Kalian yang ada didalam rumah kost tadi kan ? Teman-teman Debby ?” Tanya orang tersebut, “Emm.. Mr. Windu, benar ?” Tanya Dimas sambil mengingat-ngingat, “Iya, antarkan surat ini ke rumah Debby, ada kedua orang tuanya disana, aku tidak bisa menunggu karena aku ada urusan, dia minta diantarkan olehku ke kursus biola, aku lupa memberitahu pada kalian, Debby mengambil sebuah kursus biola untuk menjadi salah satu anggota orchestra di Cambridge, jadi aku mengantarkannya kesana, bukan ke Cambridge” kata Windu sambil memberikan sebuah surat, Firhan mengambil dan menyimpan surat itu

“Kalian tahu rumah Debby ? Jika tidak, disurat itu, didepannya, ada alamatnya, kuharap kalian tidak membukanya karena isi surat tersebut bersifat privasi, aku sendiri belum membukanya” kata Windu, “Percayakan pada kami” ucap Dimas singkat, “Aku menjadi pembicara dalam seminar yang akan digelar 30 menit lagi, jadi aku tidak bisa mengantarkannya sendiri, kau tahu, aku takut waktunya sempit” lanjut Windu

“Seminar tentang apa ?” tanya Dimas penasaran, “Sebuah filosofi dan pendirian, apa itu kebenaran untukmu ?” jawab Windu lalu bertanya, “Tidak ada yang namanya kebenaran, selalu ada konflik dan pertentangan, tidak ada yang bisa ditebak dari ‘kebenaran’ itu sendiri” lanjut Windu. “Kebenaran ? Aku tidak berpikir hal yang sama denganmu, semua sudah diatur dalam sebuah ‘Grand Design’, modul, urutan, bahkan hingga satu keping daun yang berguguran pun diatur dalam design tersebut, semua mempunyai keindahannya tersendiri” tentang Firhan

 “Mengesankan.” Jawab Windu singkat, “Benarkah ?” Tanya Firhan, “Yap. Sesuatu yang mengesankan dari seorang idiot. Kebenaran tidak berdasarkan pada apapun !, tidak diatur, tidak ada yang namanya ramalan atau apapun sejenisnya, yang ada hanyalah asumsi dan sekedar perkiraan, kau pikir otak manusia bisa meloncati waktu dan mengetahui kejadian setelahnya ?”, ucap Windu.

“Bukan ramalan, tapi cara logis untuk mengetahui suatu kejadian sebelum waktunya adalah dengan memperkirakannya, sebaiknya kau tidak menjadi pembicara pada seminar nanti atau kau akan membingungkan banyak orang” sahut Dimas pada Windu, “Jadi kau lebih pintar daripada aku ? Apa kau tahu keindahan dari penyakit ? Kanker ? Sel tubuh yang tiba-tiba berubah dan menghancurkan tubuh itu sendiri ? Dimana letak keindahannya !?” tanya Windu dengan nada tinggi

“Baiklah, baiklah, aku setuju, lebih baik kita memikirkan sekeping daun daripada sebuah penyakit, bukankah itu lebih indah ?” Windu membuat Dimas dan Firhan terdiam..  “Jadi kesimpulannya, apa yang dimaksud dengan kebenaran itu tidak ada, tidak ada yang bisa diambil kesimpulan, tidak ada yang bisa ditebak, selalu ada konflik. Pergilah, antarkan surat itu” kata Windu menutup pembicaraan

“Dia menyebalkan, gue dikata idiot” ucap Firhan ditengah perjalanan, Dimas terdiam, masih terngiang jawaban Windu terhadap ucapannya tadi.. “Dim, kok lu diem ? Bayangin Debby lagi main biola ya ?” tanya Firhan kepada Dimas

“Bukan.. em.. ah, kita berhenti disini” Dimas melihat halte tujuannya, mereka tinggal berjalan dari sini ke rumah Debby, Dimas dan Firhan pun turun, dan berjalan menuju rumah Debby

“Permisi ?” KNOCK KNOCK KNOCK, Dimas sudah beberapa kali mengetuk pintu rumah Debby, harusnya kedua orang tua Debby keluar.. “Apa tidak ada orang ?” Firhan membuka pintunya sedikit, melirik sedikit kedalam..

“Permisi.. kami tidak ingin bersifat lancang, tapi..” omongan Firhan terputus, Dimas juga membeku, mereka sudah masuk kedalam rumah dan..

“Mayat, cewek, cukup tua, apa ibunya Debby Dim ?” kata Firhan seraya sadar dan melihat sekelilingnya. “Gak tau han, tapi darah keluar dari hidung sepertinya, banyak darah di lekukan antara hidung dan mulut” lanjut Dimas

“Pintu kamar tidak dikunci, permainan teka-teki silang berada di meja disebelahnya..” kata Firhan sambil menganalisis tempat kejadian perkara

“Kasus Pembunuhan !”





TO BE CONTINUED

No comments:

Post a Comment