Friday, August 8, 2014

The Isolated City : Musuh yang tersisa. (Part XV)

The Isolated City : Musuh yang tersisa. (Part XV)
Tribute To Imba Ganteng Line Group


"TAP TAP.." Rizki berjalan keluar ruangan pribadinya, selembar kertas dari potongan koran terjatuh..




"PELAKU PEMERKOSAAN DAN PEMBUNUHAN ATAS 15 ORANG DALAM PENGEJARAN POLISI" bunyi kalimat dengan ukuran huruf terbesar yang ada di potongan koran yang sudah beberapa tahun berselang, Rizki mengambilnya

"Pelaku adalah teman dekat kelima belas korban pemerkosaan dan pembunuhan berantai, Polisi masih mencari dan memburu pelaku" tulis kalimat dibawahnya, Rizki lalu meletakkan potongan koran itu keatas meja kerjanya

"Pelakunya.. disini.." Sang pemimpin utama laborarorium tersebut menuruni tangga spiral saat keluar dari ruangannya, ingatannya terbang ke beberapa tahun lalu, dimana ia mengizinkan anaknya pergi bersama teman-temannya, dan kembali tanpa jiwa.. hanya badan dan nama anaknya yang kembali sejak malam itu..

"BRAKK !!" Tubuh Rhezha dibanting, benturan di kepalanya cukup keras untuk membuat ia pingsan

"Hah..hah.." Rhezha diseret sendirian oleh orang yang menutup mulutnya dan membanting tubuh itu ke lantai

"Apakah.. ini cukup ?" Sandika dikagetkan oleh seseorang yang melempar pertanyaan kepadanya

"Huh.." Pimpinan dari para petugas pulau itu berjalan, mendekati orang yang mengagetkannya dan tubuh seseorang yang dibawanya

"Ini.. yang namanya Rhezha" Rupanya orang itu Afif, dia yang membanting Rhezha hingga pingsan..

"Hmm.. yang begini.. tidak bisa dimanipulasi darahnya.." Ucap Sandika sambil memperhatikan tetesan darah yang mengalir dari pelipis Rhezha akibat bantingan Afif

"Aku.. butuh lebih dari ini.. karena jika eksperimenku berhasil, aku akan menjadikan ia sebagai monster.." lanjutnya lalu berpaling dari Rhezha

"Siapa dia ?" Tanya Afif, keringat membasahi rambutnya

"Orang yang ku butuhkan.." jawab Sandika tanpa menengok kearah Afif

"Ini.. lantai yang dimaksud Defa ?" tanya Ishal dan Ian, mereka baru saja naik satu lantai dari posisi awal

"Pasti ini Shal.. tapi.. kemana kita ?" Ian melihat sekelilingnya, ia hanya melihat jalan-jalan kompleks dan rumit untuk dimengerti tanpa adanya peta

"Wah.. jalan aja yok Ian, kemana kek.." kata Ishal, dia lalu mulai berjalan didepan Ian

"Lesgo." Ian mengikuti Ishal, mereka berdua sudah siap akan semua kemungkinan yang terjadi..

"DUARR !!"

Sebuah ledakan tepat muncul dari bawah bus, diikuti 2 ledakan dari tempat yang sama, bus itu terbakar dan meledak lagi..

"Zaky !!" kedua mata indah Acha tak lagi indah, air mata keluar dan turun perlahan ke pipinya..

"Zak..." Acha menangis, mereka memang tidak melihat Zaky dari ledakan pertama..

"Cha.. gue turut sedih.." Lidya menenangkan Acha, Elaine dan Tya melakukan hal yang sama..

"Tapi kan.. tapi dia.. Zaky.." suara Acha berubah menjadi parau, air mata kesedihan keluar dengan deras dari kedua matanya..

Radit hanya terdiam, namun ia tidak bisa menahan kesedihannya..

'Zak.. tenang dialam sana..' Radit menunduk, lalu menutupi mukanya dengan kedua tangan..

"Wanjir.." Eka bersembunyi disalah satu ruangan saat melihat Sandika, Afif, dan tubuh Rhezha..

"Kok mereka bisa ada disini.." Eka memasukkan pistol dan senternya kedalam saku, lalu menyamar menjadi salah satu petugas

"Permisi, Pak." ucap Eka sambil berjalan melewati mereka, pura-pura tidak tahu..

"Hey !!" Teriak Sandika saat Eka sudah melewati mereka beberapa meter

"Ya, Pak ?" Sahut Eka tanpa berani memandang kedua mata dingin Sandika

"Bagaimana situasinya ?" tanya Sandika yang membuat Eka melepaskan hembusan nafas yang sempat ia tahan karena takut ketahuan oleh pemimpin dari para petugas pulau tersebut

"Seperti biasanya, Selalu bagus dan baik." Eka berusaha menjawab semaksimal mungkin, untuk menutupi penyamarannya

"Oke.." balas Sandika, matanya menatap tajam tubuh Eka yang sedikit gemetar dan keringatnya yang bercucuran

'Aku bukan takut dengannya.. aku takut jika misi ini gagal..' pikir Eka dalam hati, ia lalu memutuskan untuk kembali ke garasi, merancang misi ini sendirian..

"Sepi.." bisik Eka untuk mengusik sunyi ditengah perjalanannya

"Baik.. ya.. di tempat biasa, kirimkan helikopter kesana.. ya, secepatnya" kata Rizki kepada seseorang ditelpon, ia lalu menutupnya dan memasukkan kembali handphonenya kedalam saku

"TING !!!" Lift terbuka, Viny, Ghevi, Rosa, Viddy, Defa dan Aria keluar dari dalamnya

"Wah wah.. sambutan ?" ucap Defa, mereka dijegat oleh beberapa petugas lab

"Sesuai dengan yang kau mau, namun bisa menjadi lebih dari itu.." jawab salah satu petugas melalui masker yang ia pakai

'3 orang, dengan tangan kanan, menyembunyikan suntikan dibelakang punggung, 3 orang sisanya mempunyai bekas darah di sarung tangan..' Viny mundur selangkah ke belakangnya

Pintu menuju lift menutup, lalu lift tersebut pergi lagi..

'Jangan takut Ghevi.. jangan..' ucap Viddy dalam hati sambil mendekatkan tubuh pacarnya itu ke badannya

"Jadi.. sambutan seperti apa yang kalian harapkan imbalannya ?" tanya Aria sambil menatap 6 orang petugas lab tersebut dengan tajam

"Sambutan seperti yang kalian mau, sambutan kemerdekaan !" Salah seorang petugas lab meraih tangan kanan Defa dengan tangannya yang memegang sebuah suntikan berisi cairan berwarna hijau pekat

"BUAKK !!" Defa menghalau tangan kiri petugas lab tersebut, lalu memukulkannya ke muka yang tertutupi masker itu, membuat musuhnya menyuntik diri sendiri

"Aaakh... akh.. a..a.." 1 orang, gugur

"2 lengah." Dengan cepat Aria menyerang ulu hati 2 petugas lainnya, menambah jumlah korban menjadi 3 orang

"BUAK !" Viddy menyandung petugas lainnya, lalu menyuntik petugas tersebut tepat di lehernya

'4.. 2 lagi..' pikir Defa sambil melihat gerakan musuh yang tersisa

"BUAKK !" Tanpa pikir panjang Viddy menyikut perut salah satu petugas, dilanjutkan dengan tendangan lurus kearah hidung.. 5 orang gugur..

"CRATT !!" Defa melempar tubuh musuh terakhir mereka ke dinding, lalu menyuntik lagi.. 6 orang gugur..

"Woy Defa !!" teriak Ishal dari kejauhan..mereka semua bertemu lagi..

"Hufft.." Ian lega, seluruh ketakutannya jika tak bertemu lagi sirna..

"Emm.. kemana kita selanjutnya ?" tanya Ishal seraya mengelap keringat di pelipisnya

"Turun lagi.. kita selidikin dulu semua ruangan dari yang terbawah.." jawab Defa lalu menekan tombol lift

"Tunggu.." Radit berjalan kearah belakang bus, pintu garasi besar berwarna putih cerah kini berada dibelakangnya

"Bisakah kita membukanya.." ucap Radit pelan sambil melihat ke sekeliling pintu besar tersebut

"BEEP BEEP"  sebuah alarm berbunyi.. "JREG JREG.." perlahan, pintu garasi itu mulai membuka..

"Wah.. kebetulan sekali.." Rizki datang, dia memegang sebuah kunci seperti kunci mobil dengan 2 tombol disana..

"Tidak ada yang namanya kebetulan.. yang ada hanyalah ilusi kebenaran.." kata Radit sambil tersenyum licik pada Rizki

"Kebetulan itu sebenarnya.. skenario yang telah disiapkan, tanpa diketahui oleh siapapun.." timpal Lidya, dengan mudah dia mengetahui siapa orang yang mengenakan jas putih seperti dokter tersebut

"Dia benar.. kebetulan hanyalah wujud asli dari paradoks yang tidak bisa kita ketahui.." Eka muncul dari belakang Rizki sambil menodongkan pistol kepadanya..

"Hmm.. makin menarik.."



-- To Be Continued --

No comments:

Post a Comment