Tuesday, August 5, 2014

The Isolated City : Menuju akhir. (Part XIV)

 The Isolated City : Menuju akhir. (Part XIV)
Tribute To Imba Ganteng Line Group


"Dia pake helm.. susah nyerangnya..sial.. gimana nih gue.." Afif melirik laptopnya yang tertutup..

"BUAKK !!" Afif menghajar helm yang dipakai Sandika dengan laptop, membuat musuhnya itu terpental dan menabrak dinding






"Siapa lu !?" Afif mengarahkan laptop ditangannya untuk menghajar lagi, musuhnya mengangkat kedua tangannya

"Hey hey !, aku disini untuk mengajukan sebuah penawaran untukmu ! santai !" kata Sandika sambil bangkit

"Helm jadul.. tidak kuat menahan pukulan.. aku menemukannya di tengah arena perang diluar sana.." Sandika melepas helm di kepalanya, lalu melempar barang tersebut entah kemana

"Penawaran apa ?"

"Pelan-pelan, all" Defa berjalan perlahan, dibawah kaki-kaki mereka banyak pecahan beling dari botol-botol kaca yang terjatuh akibat kepanikan tadi..

"CRAKS..CRAKS.." bunyi sepatu-sepatu mereka yang menghancurkan beling-beling tajam menjadi pecahan yang lebih kecil lagi

"Kita udah di lantai terdasar dari lab ini, garasi, tempat pembantaian, pembuangan mayat, disini semua.." ucap Defa sambil melihat sekelilingnya

Sebuah petunjuk jalan di dinding sebelah kanannya menunjukkan arah..

"Garasi.. Pembuangan mayat.. lapangan pembunuhan.." Aria mengusap petunjuk jalan itu dengan tangannya, menghilangkan darah-darah yang menempel disana

"Tunggu.. ada yang aneh.." Defa melihat ke petunjuk jalan yang baru saja Ishal bersihkan

"Kenapa ada darah disini ? Harusnya kan gak gini.." Lanjutnya, dia mulai mengarahkan pistol ditangannya ke segala arah..

"Jangan ada yang ngomong.. diem.. dengar.." Defa berbisik pada mereka, Pasalnya, darah hanya terdapat pada petunjuk jalan..

"PRANG !!" Sesuatu pecah dari arah kiri mereka, Defa mengarahkan pistolnya kesana

"Astaga.." semua orang terkejut..

Mereka melihat tubuh Alam yang sudah mati, tergantung disana, mayatnya masih bergerak kesana-kemari, dibawahnya ada sebuah pecahan kaca, mungkin itulah yang tadi mereka dengar..

Ian dan Ishal berjalan kearah tubuh Alam

"Tunggu ! Itu jeba--" "DUARR !!!"

Sebuah ledakan menghentikan omongan Defa, sumbernya dari bawah Ian dan Ishal..

Api membelah mereka, Ian dan Ishal melakukan loncatan yang spontan karena ledakan itu, Defa, Viddy, Aria, Viny, Ghevi, dan Rosa terpaksa mundur beberapa langkah akibat api yang membesar

"Shal !!" Teriak Defa, dia yang terdepan diantara Ghevi, Viddy, Viny, dan Rosa

"Buangke !!" Ian mengerang kesakitan, kakinya terkena api besar dari ledakan

"Guling-guling Ian biar apinya ilang !!" Ishal memutar-mutar badan bulat Ian di lantai yang memanas akibat api

"Anjir Iaan !!" Rosa panik, dia segera dirangkul oleh Viny

"Suara paan tuh Zak !" Radit memegang pistol ditangannya, ia dan Zaky dalam kondisi siap

"Hmm.." Riezca sudah 50 meter, kira-kira, dari persimpangan dimana ia dan Rhezha berpisah.. sudah 10 menit..

Ia sudah menelusuri setiap ruangan yang dilewatinya, pistol di tangan kanan dan senter di tangan kiri menjadi senjata..

Memang tidak gelap disana, lampu-lampu menyala terang diseluruh penjuru laboratorium, namun Riezca tetap siaga dengan senter, jika tiba-tiba lampu mati..

Kondisi Rhezha hampir sama dengan Riezca, ia tidak bertemu halangan apapun selama perjalanannya sejauh ini..

"Wah.. gue udah harus balik.." ucap Rhezha sambil melihat jam tangannya, ia  berputar arah dan berjalan menuju posisi awal..

"Lab ini seperti labirin !! Pergilah ke lantai atas dengan tangga, aku akan menyusul dengan lift !!" Teriak Defa sambil melemparkan sebuah pisau kepada mereka

"Apaan ini ?" Pisau itu mempunyai gerigi tajam dibagian bawahnya, dan sebuah gagang besi untuk pegangan mereka

"Vini, Vidi, Vici.." kata Ishal saat melihat beberapa kata tertulis dengan ukuran kecil sepanjang bagian tajam pisau tersebut 

"Datang. Lihat. Menang.. seinget gue, kira-kira gitulah artinya.." Ucap Ian, Defa dan yang lain telah meninggalkan mereka

"Buat apaan piso ginian kalo pistol udah ada ckckck" Ishal melempar pisau itu, lalu berjalan mendahului Ian

"Entahlah.. mungkin ada hubungannya.." timpal Ian pelan

"Zak.. lu denger ?" Tanya Radit pada Zaky dengan berbisik

"Denger Dit.. tiktok.. tiktok.." jawab Zaky, mereka berdua mendengar bunyi dentakan jam yang berjalan cepat

"Mungkin kah itu.." "Mungkin.." 

Zaky dan Radit segera meraih koper mereka, lalu mengambil bom didalamnya dan memasukkan barang tersebut ke kantung dan saku-saku pakaian mereka

"Untung bom rakitannya kecil.." Kata Radit lalu mendorong koper ditangannya ke bagian belakang bus

"Dit.. kok masih.." "Zak.. gue kira itu kita.." 

"DUARRR !!!" 

"Aaahh !!" Acha, Lidya, Elaine, Tya terpental dari dalam bus

Sebuah ledakan muncul dari bagian belakang bus, sehingga mengangkat sedikit bagian belakang bus tersebut

"Waaaaa !!" Zaky menabrak kaca depan bus, memecahkannya, lalu tubuhnya keluar lewat sana

"Argh.." Radit memegangi kepalanya yang jatuh terlebih dahulu dan terbentur kerasnya aspal di garasi..

"Sial.. laptopnya.. akh.." lanjut Radit, dia masih kesakitan dan belum bisa bangkit..

"Dit !!, Lo gapapa ?" Lidya yang sudah bangun menarik tangan Radit, menjauhkan pria itu dari bus

"Ah.." Acha memegangi kepalanya yang sedikit pusing akibat tubuhnya terpental dari dalam

"Rhezha.. kemana.." tubuh Elaine melemah, kedua matanya berkunang-kunang akibat ledakan barusan

"Cha !!" Tya membangunkan Acha yang hampir pingsan, lalu menariknya dari bus

"Heh.." Dari kejauhan, dibalik komputernya yang bersinar, seseorang tersenyum kecil melihat orang-orang yang terluka akibat ledakan..

"Mungkin aku harus segera terjun ke lapangan.." ia lalu mengenakan jas putihnya yang banyak terdapat bercak darah, sebuah nametag di jas tersebut bertuliskan, "Rizki Alif"..

"Mana nih Eka.." Rhezha telah sampai di persimpangan yang tadi membelah ia dan Riezca, 10 menit telah ia habiskan dengan berjalan menuju jalan yang telah disepakati

"Hppfftt !!" Sebuah tangan membekap mulutnya, ia lalu ditarik menuju jalan yang dilalui Eka..



-- To Be Continued --

No comments:

Post a Comment