Milly &
Mamet: (Extra)Ordinarily Lovable!
Oleh: Kanzia Rahman
Lima
menit memasuki studio, gue masih berada dalam state tidak ingin tahu apapun tentang film ini. Tanpa trailer,
sinopsis, atau segala jenis teaser lainnya.
Jadilah gue menonton Milly & Mamet tanpa persiapan sama sekali (kecuali
tweets wochmendotID di twitter), sama seperti One Cut Of The Dead sebelumnya.
Sepuluh menit, lampu telah dimatikan
dan sederetan trailer masih mengalir. Pada trailer film horror Indonesia yang
harus gue akui sedikit menegangkan, saat audionya selesai, seisi studio
mendengar teriakan anak kecil,
“UDAAHH UDAHHH TAKUTTT!”
Kesian tuh anak.
Film dimulai dengan mulus. Saking
mulusnya, gue hampir mengira kalau awal film ini masih trailer lainnya, eh
ternyata kagak. Ahaha. Awal film ini merupakan opening yang menghadirkan
sedikit latar belakang cerita. Appetizer
yang menyenangkan, menjanjikan hal-hal lebih besar dalam hidangan utamanya.
Penonton sudah dibuat beberapa kali
tersenyum-senyum melalui hidangan pembuka ini, beberapa tertawa lepas.
Jenis-jenis jokes yang dikeluarkan membuat kita sudah bisa menebak jenis sajian
apa yang akan dihadirkan selanjutnya.
Adegan pembuka pun berakhir. Manis. First impression yang berhasil dari Milly
& Mamet, sampai sini, karena penonton sudah diberikan ekspektasi tinggi, pilihannya
tinggal dua, bakal jelek banget, atau bagus-bagus banget.
Saatnya main course, hidangan utama.
Diawali dengan pembuka yang sudah
membuka jalan bagi plot untuk terus mengalir, ternyata plot film Milly &
Mamet ini sederhana, tapi begitu dekat dengan realita.
Sejumlah karakter yang diperkenalkan
pun tidak hanya numpang lewat, tapi punya andil dalam membangun latar, beberapa
bahkan sedikit mengikutcampuri alur cerita. Melalui porsinya yang sangat cukup,
tidak berlebihan maupun kekurangan, Milly & Mamet membawa kita kedalam
cerita yang tak bertele-tele dan menjelaskan langsung sifat masing-masing
karakter.
Melalui premis yang simple, masalah
yang diberikan sebenarnya agak berat. Namun, film ini telah berhasil memberikan
sekat-sekat yang berhasil mengecilkan ‘lapangan’ permainan. Tetap pada alurnya dan
tidak melebar kemana-mana. Meski kemungkinan yang terbuka (terlalu) luas, namun
Milly & Mamet tetap berfokus pada sudut pandang yang sama sedari awal.
Konsisten!
Pembawaan dan pengembangan karakter
yang diberikan pun terasa. Penonton dapat merasakan kebingungan Sari, momen-momen
emosionalnya Milly-Mamet, dan karakter tegas Pak Sony. Juga kelucuan Robby
maupun Rika (dalam hal ini, gue terkesan sama Isyana yang berhasil lucu
natural). Setuju sama tweet Bernard Batubara yang ini.
Salah satu adegan paling membekas di
kepala gue adalah saat kedua karakter utama kita berdebat dan tengah pada
puncaknya. Keduanya digambarkan terpisah
padahal sedang berada dalam satu ruangan yang sama. Menyiratkan makna,
tanpa perlu benar-benar menjelaskan suasana.
Pasang surut plot cerita yang
dihidangkan pun menarik. Penonton dibiarkan tertawa terbahak-bahak, lalu
dihempaskan lagi saat melihat adegan sedih yang dalam. Penonton dibiarkan
bersedih, lalu diberikan bahan tertawa. Penonton diberikan adegan puncak yang
harusnya menegangkan, lalu diberikan jokes
lainnya. Benar-benar film bergenre Komedi.
Jokes yang dilemparkan adalah jenis
lawakan yang mengalir, dan terasa begitu dekat dengan kita. Film ini tak susah-susah
memaksa diri menjadi film dengan jokes memaksa dan justru membuat kita hanya
menggeleng-geleng kepala dengan “Apaan sih?”. Sebaliknya, jokes ringan yang
dapat diterima oleh penonton dari segala usia, saat gue menonton, ada penonton
dari tua-muda yang ikut tertawa bersama-sama.
“Make
a wish dulu dong”
“Hah maen quiz?”
“Ihh kok maen quiz, marawis”
Gue berkali-kali harus membetulkan
posisi duduk karena terlalu menikmati film ini.
Satu kejutan sebelum film berakhir,
gue baru sadar kalau film ini satu semesta dengan film AADC, keluar bioskop,
gue baru baca kalo sebenernya film ini spin-off dari AADC, pantes di judul ada “Ini
Bukan Cinta & Rangga) hahaha
Film pun memasuki ending dengan SELURUH
masalah yang berhasil diselesaikan. Semua lubang berhasil ditutup, semua pertanyaan
dijawab. Seolah melihat pelangi dari bukit teletubbies, endingnya terasa cocok
untuk menutup film yang berhasil mengocok perut tanpa maksa.
Sebelum layar bioskop benar-benar
dimatikan, penonton diberikan lagi satu hidangan lagi. Bloopers dan behind the scene
yang ditampilkan tak lama setelah credits
film. Ternyata behind the scenenya pun
lucu. Gue gak ngebayangin gimana mereka bisa berakting selucu itu.
Kesimpulannya, Milly & Mamet
adalah hidangan yang melintas mulus di kepala kita tanpa terasa dibuat-buat,
ringan, dan lucu yang bener-bener lucu. Recommended abis!
No comments:
Post a Comment