Saturday, July 21, 2018

Rendezvous.

Rendezvous.
Oleh: Kanzia Rahman

Hasil gambar untuk aku senang memikirkanmu aan mansyur
Aku Senang Memikirkanmu - Aan Mansyur dalam Tidak ada New York hari ini
Ajari aku cara mengatur ulang segalanya sebelum kau hadir. Semestaku sedang statis sesaat sebelum kau tiba, berpegang erat pada rutinitas yang sama mencuci kaki sebelum tidur dan membilas wajah setelah bangun— yang berulang tiap harinya.



Dan entah bagaimana caranya aku menantimu sebagai segala sesuatu yang layak untuk kutunggu. Kau indah dan aku tak menemukan kata-kata selain itu untuk menjelaskanmu. Aku mencari nama panggilanmu dan ternyata 'keindahan' adalah nama tengah yang terselip di antara kedua namamu. Semudah itu, dan aku tak menyadarinya.

Kau lautan dan aku jelas-jelas ikan yang baru saja menyadari kehadiranmu, sebab selama ini ikan-ikan selalu berkelompok dan aku benci untuk mengakui bahwa aku tak pernah mengarungi samuderasebelum menemukanmu— atau aku yang terlalu takut menyebrang atau lautan yang kuhidup di dalamnya terlalu kecil.

Atau mudahnya, aku ikan dan kau pemancing handal yang dengan sukarela kumakan umpannya. Entah siapa yang saling menemukan, antara kau yang menemukanku atau aku yang menemukanmu.

Kau lautan dan kau hidup dan kau nyata dan kau bergerak. Kau membawa segenapmu untuk kau bawa kemanapun dan menjadi ada. Kau segenap utuh yang memenuhi dirimu sendiri, kau tak perlu bergantung, kau mencari kebahagiaan dan kau membuatnya, apapun yang kau cari adalah apapun yang segera kau buat, kau kuat tanpa perlu diberitahu demikian.

Maka kau berlari dan aku melihatmu terbang malam ini dengan balon udara, menjejaki perbukitan dan mengejar sesuatu, mimpimu sendiri. Kau berlari dan kau berhenti kapanpun kau mau sebelum kembali berlari, kau berlari dan aku menuruti jejak langkah kakimu yang berjalan lebih jauh daripada aku.

Aku ingin menjejaki langkahmu dengan cara yang sederhana; menjadi aku dan menjadi ada. Aku tak ingin menjadi orang lain untuk mengesankanmu, aku ingin menjadi apa yang telah menjadi aku dan cukup begitu, aku ingin mengikuti langkahmu dengan percaya.

Berjalan menuruni lorong ingatan untuk kemudian menatap masa depan, percaya pada suatu saat di depan nanti, kau telah menungguku atau aku yang kelak akan menunggumu terlebih dahulu.

Atau mungkin kau sedang melakukan entah apa dan aku sedang melakukan entah apa yang kita sama-sama sukai, atau mungkin kau sedang menjadi apa dan aku adalah apa dan kita berada di bawah kolong langit yang sama, di bawah hamparan bintang yang sama, kita bertemu.

Aku ingin melangkah di lorongmu atau koridor menuju kau dengan gema-gema langkahku yang memantul di sepanjangnya, gema yang entah mengantarkan kau atau aku yang kembali ke rumah yang kita sebut dekapan. Gema yang mengobati luka, atau lorongmu sebenarnya adalah lautan panjang dan aku ikan yang terbangun tiap hari seolah tak ada hari kemarin dan tak ada mengenal hari esok; tanpa kenangan.

Kau selalu berhasil beranjak dan aku selalu berhasil kau berangkatkan menuju kemanapun kau pergi. Serentetan pelarian (atas masa lalu atau apapun itu di belakang yang buruk maupun yang baik) dan jarak yang kita tempuh ingin aku abadikan sebagai satu kota untuk kita arungi.

Kelak kau akan selalu pergi dan kehilangan dirimu sendiri di dalamnya, kau bisa kehilangan dirimu pukul dua pagi saat jalanan sudah sepi atau pukul empat sore ketika anak-anak kecil sibuk berlarian di dalam pikiranmu atau pukul satu siang ketika matahari menjajakan sinarnya di atas kepalamu.

Dan aku akan selalu menangkapmu sebelum kau terjatuh atau sebelum tubuhmu resmi merebah di aspal dengan tak adanya kedua lenganku. Aku. Selalu.

Selalu.

No comments:

Post a Comment