Tuesday, July 17, 2018

Biru

Biru.
Oleh: Kanzia Rahman


Kau pohon kokoh yang berdiri di halaman dan aku ulat yang menggeliat ke dedaunanmu. Berita hari ini ; musim gugur datang lebih cepat dan pepohonan suka menggugurkan daunnya.

Bahuku sedang bertanya sebab malam ini tak ada getir dari mataku, ia tidak tahu bahwa kantung air mataku sedang lelah bekerja dan baru akan bekerja lagi esok pagi, ketika embun pagi mengingatkanku pada senyummu atau apapun tentangmu.


Ada ribuan pertanyaan yang mendesak untuk dijawab di dalam kepala, sesekali "tak ada jawaban" adalah jawabnya. Tapi pertanyaan tak bodoh dan tak puas, jadi ia akan bertanya sekali lagi dan mendesak sekali lagi.

Lalu ada hujan yang mendadak turun di kamar, tanpa awan dan tanpa mendung, hanya hujan.

Ada perih tanpa suara yang ku dekap erat sebagai tanda persahabatan pada masa lalu, ada hal-hal yang tak bisa ku terima sebab tanda tanya menuntut tanda titik meski tanda titik tak pernah sampai, ada kalimat-kalimat yang melemahkanku tiap kali aku menyisakan waktu untuk memikirkanmu.

Seperti,
"Salahkah jika aku meletakkanmu dalam hatiku?" atau "Sempatkah diriku singgah meski sejenak di pikiranmu sebagai apapun itu?"
Ada biru yang ingin diperhatikan di sudut-sudut kamar tiapkali aku terlampau merasa senang dan lupa untuk bersedih. Aku lahir dirundung kesedihan sebab aku tak menangis tapi terdiam. Seolah kesedihan telah kubawa dari kehidupan sebelumnya dan mengikutiku sampai kesini.

Ada biru yang menenggelamkanku dan masa laluku menerimaku. Atau mungkin aku yang menolak masa lalu, atau mungkin aku yang menolak biru, atau mungkin masa lalu yang sebenarnya menolak kehadiranku.

Ada biru dan lukaku seolah membawa serta keabadian bersamanya.

No comments:

Post a Comment